DRAMAWAN Rendra, 57 tahun, selama di Malaysia tak hanya bertemu dengan para penyair mancanegara dalam Pengucapan Puisi Dunia di Kuala Lumpur, tetapi juga sempat ke perbatasan Malaysia-Thailand. Tujuannya, menjenguk kehidupan para penyelundup di sana. Tak jelas, apakah ia mengajarkan drama atau membaca puisi di hadapan para penyelundup itu. Selain itu, Rendra yang baru saja pulang ke Tanah Air juga berkelana di kampung-kampung membacakan sajak-sajaknya. Ia sempat pula ke Kelantan untuk bereuni dengan bekas anak buahnya, para seniman Melayu (antara lain Aziz H.M. dan Marzuki Ali), yang pernah menimba ilmu di Bengkel Teater. Di situlah ia bercerita tentang cita-citanya ketika kecil: menjadi jenderal. "Seperti para leluhur saya, Ayah ingin saya jadi panglima. Tapi, dilemanya, dengan menjadi jenderal mungkinkah saya akan ikhlas dan jujur dalam melakukan kerja saya?" tanya Rendra. Ia tak jadi masuk akademi militer lantaran nilai IPA dan matematikanya rendah. Rendra mengaku hanya bisa jujur, ikhlas, dan menemukan keindahan dalam hidupnya lewat kepenyairan. Sebab, "Ketika menulis sajak, saya tak pernah berbohong," katanya. Tak berarti Rendra tak pernah bohong. "Dalam kehidupan sehari-hari, saya pernah berbohong kepada ibu-bapak dan guru."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini