SEKARANG kedudukan jadi draw, satu-satu," ujar sang suami
tentang hadiah Magsaysay yang diterima istrinya, Ny. A.H.
Nasution. Soalnya, dari negeri yang sama, Filipina, Pak Nas
pernah mendapat penghargaan Doctor Honoris Causa untuk bidang
hukum.
Nenek 4 orang cucu (dari seorang putri) yang aktif bekerja di
bidang sosial sejak 196 3 itu sebelumnya juga pernah menerima
beberapa penghargaan untuk kegiatannya itu. Dari luar negeri
maupun dari pemerintah RI. "Mereka terlalu cepat menilai.
Pekerjaan kami kan baru bisa dilihat berhasil tidaknya, sepuluh
tahun lagi," katanya.
Dalam usianya yang 57 tahun, Ketua Umum Dewan Nasional Indonesia
untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) dan Ketua Badan Pembina
Kordinasi dan Kegiatan Sosial (BPKKS) itu, masih tampak cantik.
Ia juga tetap sehat. Seminggu dua kali ia masih menyempatkan
diri bermain tenis. "Untuk melupakan beban pikiran sebentar,"
katanya. Mengelola 23 panti asuhan dan 15 organisasi sosial
lainnya memang tak gampang.
Menurut rencana, ia akan berangkat ke Filipina akhir bulan ini
--untuk menerima hadiah itu -- bersama-sama suaminya. "Itu pun
kalau suami saya diberi izin pemerintah," katanya. Ia sendiri
merasa harus hadir di sana. "Kita harus menghargai penghargaan
orang, toh?" lanjut pendiri Yayasan Ade Irma (yayasan pemberi
beasiswa yang mengambil nama anak perempuannya yang menjadi
korban G30S/PKI)
Lucunya, dulu ia pernah dicap komunis oleh guru sekolahnya --
seorang Belanda -- karena sebuah karangannya tentang suasana
sebuah desa. "Saya waktu itu baru berusia 13 tahun, tak tahu apa
itu komunis. Karangan saya itu mengenai pengalaman saya ikut ibu
pulang ke desa, tentang keadaan masyarakat desa dan penderitaan
mereka," tuturnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini