"SAYA tahu apa itu pembunuhan," ujar Anastasio Somoza Debayle,
di depan rakyat Nikaragua yang dipimpinnya secara bengis. "Dan
saya," katanya lagi, "tidak akan membiarkan apa yang terjadi
pada bapakku menimpaku pula."
Ia, sebagaimana diktatur umumnya, selalu dirundung kecemasan.
Tak heran jika pidato di Ibukota Managua itu diucapkannya di
balik kaca tebal anti-peluru.
Namun apa yang ditakutinya terjadi. Sebagaimana bapaknya
(Anastasio Somoza Garcia, yang menguasai negeri itu sesudah
melakukan kudeta, 1936), sang anak ditembak mati 17 September
lalu. Pembunuhnya diduga gerilyawan sayap kiri Argentina. Mereka
memberondong Mercedesnya dengan senapan mesin dan sekaligus
mem-bazooka-nya. Tubuhnya tercerai-berai tanpa bisa dikenal lagi
-- kecuali arlojinya, yang masih bisa diketahui istri mudanya,
Dinorah Sampson.
Itu terjadi di kota Asuncion, Paraguay -- negeri yang memberikan
suaka kepadanya, setelah diktatur itu kabur dari Nikaragua yang
dikangkanginya selama 40 tahun itu. Kekuasaannya dirontokkan
gerilya sayap kiri Sandinista, Juli 1979 -- dan revolusi itu
makan korban 40 ribu jiwa.
Di Paraguay, bapak 5 orang anak itu (hasil perkawinannya dengan
wanita Amerika, Hope) dan berusia 54 tahun, sempat
bermewah-mewah. Dengan harta hasil korupsi sekitar Rp 312
milyar, ia membeli tanah luas, saham sebuah hotel klas satu,
makan di restoran termahal dan tinggal di sebuah rumah hebat
lengkap dengan kolam renang segala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini