IBU Soed dibajak. Dan itu sudah tujuh tahun lalu -- jauh sebelum Bob Geldof ribut-ribut. Persisnya, Nyonya Bintang Soedibyo, 78, pada 1979 mengirim surat kepada Departemen P & K, minta perhatian mengapa tiga lagu anak-anak ciptaannya dimuat begitu saja di tiga buku pelajaran terbitan departemen tersebut, tanpa pemberitahuan, bahkan nama penciptanya pun tak dicantumkan. Biasa, hingga beberapa waktu terakhir ini jawaban, baik lisan maupun tertulis, tak terdengar. Itu sebabnya nenek keturunan Bugis kelahiran Sukabumi ini lalu melibatkan kuasa hukumnya, Mas Achmad Santosa. Surat pun dilayangkan kembali, tentu saja dengan lebih formal, yakni menyatakan Departemen P & K telah melanggar hak cipta syair lagu Ibu Soed. Bukan soal imbalan yang membuat pencipta lagu anak-anak ini memperkarakan pembajakan Tapi, bahwa perbuatan tak terpuji ini justru dilakukan oleh departemen yang pernah menganugerahinya Satya Lencana Kebudayaan, pada 1984. Sesungguhnya pencipta lagu ini sudah bersabar 10 tahun. Bayangkan saja, tiga buku wajib untuk SD itu diterbitkan pertama kali pada 1976, kemudian beberapa kali cetak ulang, dan tetap saja syair lagu yang dicantumkan tanpa nama penciptanya. Tiga lagu itu yakni Menanam Jagung, Berkibarlah Benderaku, dan Burung Kutilang. "Hargailah ciptaan saya," kata bekas guru sekolah yang entah kenapa tak menerima pensiun ini. Mungkin ini sekadar keteledoran, atau memang hal hak cipta belum disadari benar. Ketua tim penyusun buku, Prof. Dr. Ahmad Subroto, mengaku ketika mempersiapkan buku itu seluruh tim tidak ingat nama pencipta lagu yang harus dicantumkan. "Tapi perlu diingat bahwa buku tersebut merupakan buku pelajaran dan bukan mengenai lagu-lagu," katanya. "Memang, sopannya, sih, seharusnya mencantumkan nama penciptanya," ujar guru besar di IKIP Jakarta itu. Bila sudah begini, sudah jadi pemberitaan, ada saja alasan guna menutupi kekhilafan itu. Sekretaris Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, I Gusti Agung Gede Oka, umpamanya, punya dalih. "Lagu tersebut sudah dianggap merupakan lagu nasional. Sehingga semua orang tahu siapa penciptanya," katanya kepada Agus Sigit dari TEMPO. "Bisa saja pada waktu guru mengajar kemudian menjelaskan siapa pencipta lagu tersebut." Untunglah, pihak Departemen P & K tak cuma ingin berdebat. Rabu pekan lalu diteken surat jawaban, yang menyatakan, masalah ini akan diselesaikan "secara musyawarah dan kekeluargaan." Sebenarnya, selain Departemen P & K, ada empat penerbit swasta yang melakukan hal sama. Bahkan bukan membajak syair lagu untuk dicantumkan dalam buku pelajaran atau bacaan tapi dibajak dalam buku nyayian. Dan baru satu penerbit yang sudah menyatakan kesediaannya untuk memberikan ganti rugi. Masih ada tambahan, dari Ibu Soed. Pembajakan pun terjadi di Singapura dan Malaysia. Dan bukan cuma media cetak, tapi juga media rekaman. Beberapa perusahaan rekaman -- di sini dan di sana -- pun mengedarkan lagu-lagunya tanpa izin. Kata Ibu Soed menahan sabar, "Sudah begitu yang menyanyikannya bikin sakit telinga."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini