TIDAK ada acara tiup lilin. Juga tidak ada dinyanyikan lagu
Selamat Hari Jadi atau sebangsanya, ketika Presiden Suharto
merayakan hari ulang tahunnya yang ke-57, tanggal 8 Juni yang
lalu. Upacaranya pun berjalan dengan singkat dan sederhana.
Di rumah kediaman pribadi, Jalan Cendana 10, 6 orang cucu, 2
orang mantu dan kelima putera-puteri hadir semua, kecuali
Bambang yang kini kabarnya berada di Jerman Barat. Tentu saja,
tidak ketinggalan Nyonya Tien Suharto yang malam itu mengenakan
longdress batik warna gelap.
Dari pihak keluarga, yang hadir hanya Menteri Muda Urusan
Koperasi merangkap KaBulog Bustanil Arifin dan nyonya (yang
masih saudara sepupu nyonya Tien Suharto) dan Ibnu Hartomo (adik
nyonya Tien Suharto) dan nyonya.
Jam 19.30, pesta sederhana ini dimulai. Pak Harto membaca Al
Fatihah 3 kali dan disambung dengan doa dalam bahasa Indonesia.
Ucapan selamat lewat cium kemudian datang bertubi-tubi dari
isteri, anak, anak mantu dan cucu. Nasi tumpeng yang dipajang di
atas dulang Bali ukuran besar, dipotong sendiri oleh Presiden.
Ujung nasi tumpeng diberikan kepada cucunya yang paling muda,
Dendy Bima Utama, anak nomor 3 dari Tutut Hardiyanti dan Indra
Rukmana Kowara.
Sementara itu, di Jalan Cendana 6 juga ada pesta yang sama,
khusus diselenggarakan oleh para ajudan kepresidenan. Tapi malam
itu, Presiden Suharto tidak menerima tamu. Konon, ada beberapa
tamu yang datang dengan membawa kado, tetapi telah ditolak
dengan halus oleh ajudan. Mereka yang ingin memberikan ucapan
selamat lewat bunga -- seperti 5 tahun terakhir ini -- telah
menyumbangkan "uang bunga" tersebut ke Markas Besar PMI. Sampai
Sabtu tanggal 10 Juni, telah masuk sumbangan sebanyak Rp
645.000. Antara lain terdapat nama Dr. Mohammad Hatta (Rp
10.000) dan Menteri Penerangan Ali Murtopo (Rp 18.000). Dari
jumlah tersebut, ada tercantum nama Bangkok Bank (Rp 200.000)
yang rupanya selalu beramal kepada PMI di HUT Suharto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini