Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Meninggal Dunia

Anak Agung Panji Tisna, 70, meninggal dunia, di rumahnya di pantai Lovina (dekat singaraja). Raja Buleleng yang merubah kerajaan menjadi daerah swatantra ini beragama Kristen Protestan. (pt)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGARANG Anak Agung Panji Tisna, telah tiada. Penulis dari tidak kurang 20 buah buku ini meninggal dalam usia 70 tahun, tanggal 2 Juni yang lalu di rumahnya yang dikelilingi kebun jeruk di pantai Lovina, 15 km ke arah barat kota Singaraja, Bali. Panji Tisna lulus MULO di Jakarta. Begitu selesai, dia kembali ke istana ayahnya, Anak Agung Putu Jelantik, raja Buleleng. Putera raja ini kemudian membuka kursus bahasa Belanda dan nggeris. Darah mudanya kemudian membawanya ke dunia komidi stambul, yang di zaman itu diharamkan bagi orang bangsawan, apalagi Putera Mahkota kerajaan Buleleng. Tapi bagi kalangan pemuda, Panji Tisna cukup populer waktu itu. Lebih-lebih setelah dia tinggal di Batur selama beberapa bulan, untuk menyelami kehidupan penduduk dusun tersebut. Umum heboh karena Putera Mahkota telah meninggalkan puri. Ternyata, Panji Tisna mencari ilham sambil menghayati kehidupan penduduk Batur untuk menulis bukunya yang berjudul I Swasta setahun di Bedahulu, sebuah roman percintaan dan persahabatan berdasarkan sejarah. Ketika usianya 24 tahun, Panji Tisna konon difitnah karena menurut kabar dia telah meracun orangtuanya. Karena kejengkelannya ini, lahirlah roman Ni Rawit, Ceti Penjual Orang. April 1945, Panji Tisna dinobatkan jadi Raja Buleleng. Rupanya, dialah raja Buleleng yang terakhir, karena tahun berikutnya Panji Tisna telah merobah kerajaan jadi daerah swatantra dan dia sendiri cukup disebut Kepala Swatantra Buleleng. Pemberontakannya ini cukup menghebohkan. Tapi ada lagi pemberontakannya yang lebih besar. Yaitu ketika dia begitu terpukau dengan agama Kristen Protestan dan meninggalkan agama leluhurnya, Hindu Bali. Panji kemudian pergi meninggalkan puri sungguh-sungguh dan tak pernah kembali lagi. Dia kemudian pergi ke Lombok, bekerja dalam urusan angkutan. Kemudian kembali lagi ke Buleleng, jadi eksportir babi. Setelah itu, dia berkelana ke India. Kembali lagi ke Bali, dia menetap di pantai Lovina sampai akhir hayatnya. "Lovina" konon nama seorang wanita Perancis yang pernah dicintainya. Menikah sebanyak 4 kali, dia adalah ayah dari 13 orang anak. Buku-buku lain yang pernah ditulisnya antara lain Asuhan Dewata Raya Swandewi dan I Made Widiati. Buku yang terakhir ini sangat bernapaskan Kristen, agama yang kemudian merasuk betul di kalbunya (di Lovina, dia juga mendirikan sebuah gereja).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus