Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKTOR Omara Esteghlal mengisi waktu luang dengan menulis. Pria yang lahir pada 11 Agustus 1999 ini mulai gemar menulis ketika duduk di bangku sekolah menengah atas. Ia makin serius dengan hobinya itu saat mengambil kelas filsafat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Waktu kelas I SMA, aku sempat menulis esai panjang, yang tanpa aku sadari menjadi lebih panjang dari rencana awal. Aku kemudian mencetak esai itu menjadi buku yang berjudul Read without Prejudice, Do without Doubt,” kata Omara kepada Tempo, Rabu, 5 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buku karangan Omara itu mengeksplorasi pengajaran agama Islam terhadap remaja di Jakarta, khususnya kalangan anak sekolah. Menurut dia, awalnya buku itu ditujukan sebagai analisis dan kritik terhadap beberapa metodologi pengajaran agama yang kerap berseberangan dengan kemampuan mencerna anak remaja.
“Di buku itu juga ada beberapa eksplorasi mengenai bagaimana kewajiban sebagai umat bisa ada kesinambungan dengan kehidupan metropolitan sehari-hari,” tutur aktor bernama lengkap Omara Naidra Esteghlal tersebut.
Pemeran film Budi Pekerti dan Galaksi ini belakangan mencoba berfokus meriset hal-hal mengenai eksistensialisme untuk bahan tulisan-tulisannya. Omara juga mengeksplorasi filsafat agama dan filsafat bahasa.
Bagi Omara, menulis juga menjadi sarana menghalau stres. Dia mengungkapkan, ada banyak hal yang terkadang tak bisa diungkapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu acap membuatnya gelisah.
“Menulis, baik secara terstruktur maupun secara acak, seperti mind map dan argumen, bisa membantu kita mengeluarkan segala kegelisahan tersebut ke dalam tulisan,” ucapnya.
Selain gemar menulis, Omara tertarik mempelajari tasawuf. Ketertarikannya itu muncul ketika ia kuliah di Amerika Serikat pada 2020. Ia mempelajari pemikiran Ibnu Arabi tentang wahdatul wujud yang dikaitkan dengan pemahaman akan moralitas dan manusia sebagai makhluk sosial.
“Konteks pendekatan diri (manusia) terhadap Tuhan bisa membawa dampak positif dalam establishment of human society dan dalam penyatuan segala keberagaman,” katanya.
“Aku juga mencoba melakukan riset bagaimana jika ketuhanan dan keagamaan diajarkan dengan pendekatan yang lebih halus, logis, dan rasional, serta bagaimana jika kita melakukan pendekatan filsafat Barat dalam konteks Islam dan tasawuf,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Gemar Menulis dan Tertarik Tasawuf"