Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Perjuangan Karisma Evi Kembali Menjadi Juara Dunia Para Atletik

Atlet para-atletik Karisma Evi Tiarani berjaya di kejuaraan dunia. Sempat diragukan ketika awal memilih terjun ke dunia atletik.

16 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SENYUM Karisma Evi Tiarani terkembang setelah ia menjuarai Para Athletics World Championship atau Kejuaraan Dunia Para Atletik 2024 untuk nomor pertandingan lari 100 meter putri di Kobe, Jepang, 21 Mei 2024. Penampilan atlet para-atletik putri Indonesia itu sangat gemilang. Ia langsung melesat jauh meninggalkan lawan-lawannya begitu lomba dimulai dan tak terkejar hingga menyentuh garis finis.

Ini kedua kalinya Evi menyabet gelar juara dunia setelah di Dubai, Uni Emirat Arab, pada 2019. Gelar juara dunia tersebut makin spesial karena dia juga berhasil memecahkan rekor dunia yang ia torehkan di Dubai lima tahun lalu. Sprinter 23 tahun ini mencatatkan waktu 14,65 detik, melampaui catatan 14,72 detik sebelumnya di Kejuaraan Dunia 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesuksesannya di Jepang sekaligus menjadi penebusan setelah dia gagal menyumbang medali dalam kejuaraan yang sama tahun lalu. Kala itu dia turun di kategori yang sama tapi finis di urutan keempat dengan catatan waktu 14,76 detik. Persiapan yang kurang matang menjadi salah satu penyebab performanya tak maksimal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Senang dan bangga, sebenarnya lebih ke enggak nyangka juga karena di ajang sebelumnya saya enggak mendapat medali. Tahun ini, saya merasa lebih siap,” kata Evi kepada Tempo, Ahad, 2 Juni 2024.

Seperti atlet lari pada umumnya, Evi juga berambisi memecahkan rekor, selain meraih medali emas atau gelar juara. “Itu tujuan saya, selain mengalahkan lawan, yang pasti ingin memecahkan rekor pribadi. Jadi waktu yang dicapai harus lebih bagus dari sebelumnya,” ujarnya.

Demi mewujudkan ambisinya itu, ia pun terus menjalani latihan keras setiap hari. Bagi Evi, apa yang dia raih di Jepang itu tak membuatnya berpuas diri. Ia ingin berlari lebih cepat. Sasaran terdekatnya adalah di Paralimpiade Paris 2024.

Pelatih Evi, Purwo Adi, mengatakan atlet asuhannya itu sejatinya masih bisa tampil lebih baik karena saat ini masih dalam persiapan menampilkan performa puncak di Paris nanti. Adi telah merancang program latihan khusus agar performa anak asuhannya dapat maksimal sesuai dengan rencana. 

“Kemarin sudah masuk 90 persen performanya. Setelah di Kobe, sebenarnya masih ada dua event internasional lagi, tapi kami memutuskan tidak ikut karena kami sudah berhitung untuk program latihan dan target berikutnya adalah Paris,” tutur Adi saat dihubungi Tempo, Selasa, 4 Juni 2024.

Bagi Adi, Kejuaraan Dunia Para Atletik 2024 bak ajang tryout untuk anak asuhannya sebelum Paralimpiade 2024. Perhelatan tersebut diibaratkan Paralimpiade mini karena sebagian besar atlet papan atas calon lawannya di Paris nanti ada di sana. “Jadi dia sudah punya gambaran bakal seperti apa persaingannya nanti,” ucapnya.

Adi yakin Evi mampu membawa Indonesia berjaya di kejuaraan bergengsi tersebut, sekaligus meruntuhkan dominasi atlet asal Italia sebagai pesaing terkuat. Keyakinannya itu telah ada sejak ia pertama kali menyaksikan Evi bertanding di Pekan Paralimpiade Pelajar yang digelar Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar Jawa Tengah beberapa tahun lalu. 

Saat itu Evi mampu memberikan perlawanan sengit menghadapi pelajar lain dengan klasifikasi yang lebih tinggi. Itu momen yang membuat sang pelatih terpukau. “Kami melihat tekniknya. Dari cara dia berlari, saya bergumam, 'Wah, ini bisa ditingkatkan. Evi ini sepertinya bisa go international’,” ujar Adi.

Pengamatan Adi tak keliru. Di bawah asuhannya, Evi menjelma menjadi salah satu pelari para-atletik andalan Indonesia dengan sederet prestasi, baik di tingkat nasional maupun internasional. 

Hingga kini total 12 medali emas sudah Evi raih, yaitu dalam Pekan Paralimpiade Pelajar Daerah 2014, Pekan Paralimpiade Nasional 2016 (dua medali), Asian Youth Para Games 2017, Asian Para Games 2018, Kobe 2024 Para Athletics World Championship, Asian Para Games 2022 (dua medali), Asian Para Games 2023 (tiga medali), dan Kejuaraan Dunia 2024.



•••

LAHIR di Boyolali, Jawa Tengah, 19 Januari 2001, Karisma Evi adalah anak pasangan Bejo Riyanto dan Istikomah. Bungsu dari dua bersaudara ini terlahir sebagai seorang penyandang disabilitas. 

Namun keterbatasan fisiknya itu tak menghalangi dia tekadnya membahagiakan orang tuanya. Evi pun kemudian memilih olahraga sebagai jalan untuk mewujudkannya.

Evi awalnya menggemari bulu tangkis. Kegemarannya beralih setelah rekan keluarganya memperkenalkan dia pada dunia lari. Itu terjadi ketika dia duduk di kelas I Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Simo, Boyolali. 

“Saya bukan orang sabar. Kalau lari sekali tanding selesai, kalau bulu tangkis kan permainannya lebih lama. Jadi saya merasa lebih cocok di sini,” tuturnya.

Saat Evi memutuskan serius meniti karier di dunia para-atletik, orang tuanya sempat ragu karena sang anak tak pernah jauh dari keluarga. Apalagi selama ini putrinya yang berhijab itu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. 

Karisma Evi Tiarani di Jakarta. Antara/Akbar Nugroho Gumay

“Dari dulu ke mana-mana enggak pernah pisah sama Ibu, tidur juga sama Ibu. Jadi kalau harus ikut pelatihan sendirian berat juga,” ucap Istikomah ketika dihubungi Tempo, Rabu, 5 Juni 2024.

Namun, melihat kegigihan anaknya, Istikomah pun luluh. Dia bercerita, Evi ingin menjajal hal-hal baru sekaligus membuat bangga orang tuanya melalui olahraga.

Istikomah juga mendapat nasihat dari kepala sekolah Evi di SMPN 2 Simo untuk merelakan putrinya. “Sudah, Ibu relakan saja. Anak nanti kan saat sudah dewasa berpisah juga saat berumah tangga. Ini berpisahnya lebih awal untuk masa depan dia,” tutur Istikomah menirukan perkataan kepala sekolah.

Lika-liku perjalanan karier Evi sebagai atlet dimulai dengan mengikuti pelatihan di daerahnya, Boyolali. Saat itu ibunya rajin mengantarnya berlatih hingga dia direkrut Dinas Pemuda dan Olahraga Jawa Tengah untuk masuk asrama Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) bagi penyandang disabilitas pada 2015. 

Perasaan gusar sempat melingkupi Evi saat awal-awal mengikuti program tersebut karena belum terbiasa jauh dari rumah, ditambah porsi latihan yang dia rasa berat. Belum lagi dia masih harus bersekolah, yang membuatnya cukup kelimpungan. 

“Pertandingan masih lama, tapi kenapa harus berlatih setiap hari? Capek banget,” ujar Evi saat mengingat momen itu.

Namun lama-lama Evi terbiasa dan ada perasaan lega setelah akhirnya tampil di pertandingan. Meskipun demikian, rutinitas setelah kembali ke asrama seperti siklus yang berulang, yang terkadang muncul lagi. Masa-Masa sulit itu dia lewati dengan dukungan ibunya dan rekan-rekan seangkatannya di asrama. Sebagai angkatan pertama atlet penyandang disabilitas PPLP Jawa Tengah, mereka saling menguatkan hingga lulus pada 2019.

Selepas itu, Evi sibuk dengan kegiatan perkuliahan di Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah. Dia mengambil jurusan ilmu komunikasi dengan spesialisasi advertising, jurnalistik, dan public relations. Berbeda dengan sebelumnya, kini dia bisa membagi waktu antara pendidikan dan kegiatannya sebagai atlet.

Sprinter putri Indonesia, Karisma Evi Tiarani (tengah), diapit sprinter Jepang, Tomomi Tozawa (kiri) dan Kaede Maegawa, melakukan selebrasi setelah finis terdepan di pertandingan lari nomor 100 meter putri T37 Kobe 2024 Para Athletics World Championships di Stadion Kobe Universiade Memorial, Kobe, Jepang, 21 Mei 2024. Dok. NPC Indonesia/Agung Wahyudi

Bagi Evi, pendidikan sangat penting untuk atlet. Ia merasa tak akan selamanya berkarier di dunia olahraga. Karena itu, dia menganggap perlu mengeksplorasi bidang-bidang lain yang potensial. 

“Saya sendiri lebih suka belajar hal baru dan memang sengaja tidak mengambil jurusan yang berkaitan dengan olahraga, karena mungkin enggak selamanya kami ada di dunia olahraga,” tuturnya.

Sebagai atlet, Evi tak memungkiri perasaan jenuh acap kali menghinggapinya. Untuk mengatasinya, dia menghabiskan waktu dengan menonton film atau memaksimalkan waktu luang dengan beristirahat. Ia menjalaninya sebagai bentuk pengorbanannya memilih menjadi atlet. 

Meski begitu, dia tak pernah merasakan kejenuhan yang menjadi-jadi hingga ingin berhenti menjadi atlet. “Dunia atlet masih menjadi dunia yang saya cintai sampai sekarang,” ucapnya.


•••

SEJAK 2018, Evi Karisma menjadi atlet yang rutin dipanggil ke pemusatan latihan nasional di bawah naungan National Paralympic Committee (NPC) Indonesia. Sejak saat itu pula Purwo Adi menjadi pelatihnya. 

Menurut Adi, atlet difabel memerlukan penanganan khusus. Ada pendekatan personal yang dia lakukan demi menguatkan sisi psikologis Evi agar tidak merasa rendah diri. Untuk hal ini, dia dibantu pelatih wanita agar lebih nyaman.

“Kami memberikan afirmasi dan konfirmasi positif kepada Evi dan kebetulan dia kognitifnya bagus. Jadi, ketika kami ajak sharing, dia cepat menangkap dengan baik,” kata Adi.

Saat ini Adi berfokus mempersiapkan Evi bertanding di Paralimpiade Paris 2024. Berkaca pada performa Evi di Kejuaraan Dunia Para Atletik 2024, ia akan meningkatkan hal-hal yang bersifat teknis. 

“Untuk Evi, peningkatannya akan dilakukan pada reaksi start, kemudian frekuensi langkahnya juga harus kami tingkatkan lagi,” ujarnya.

Paralimpiade Paris 2024 akan berlangsung pada 28 Agustus-8 September 2024. Hingga saat ini, NPC Indonesia telah memastikan 23 atlet dari tujuh cabang olahraga yang lolos. 

Evi menjadi satu dari dua wakil Indonesia dari para-atletik. Ia akan turun di nomor pertandingan lari 100 meter T63 dan Sapto Yogo Purnomo pada nomor pertandingan lari 100 dan 200 meter T37.

Evi menuturkan, bertanding di Paralimpiade Paris tak hanya menjadi perwujudan mimpinya berlaga di perhelatan ini. Ia pun memiliki ambisi tersendiri, yakni kembali memecahkan rekor catatan waktunya sekaligus menyabet medali untuk debutnya dalam kejuaraan tersebut. 

“Keinginan terbesar saya saat ini adalah mendapat medali di Paralimpiade, apa pun medalinya,” ucap Evi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Rina Widyastuti berkontribusi pada penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Lika-liku Karisma Evi Menjadi Juara Dunia"

Randy Fauzi Febriansyah

Randy Fauzi Febriansyah

Jurnalis olahraga Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus