Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEUSAI hiatus sekitar delapan tahun, penulis Eka Kurniawan belakangan ini memiliki jadwal kegiatan yang padat dengan terbitnya novel terbarunya, Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong. Saat menyusun draf novel tersebut, Eka pernah menggunakan mesin tik untuk sejumlah bagian naskah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya melihat ada orang menjual mesin tik bekas yang sudah direstorasi dan membelinya. Sambil mencoba-cobanya, saya akhirnya menulis beberapa bagian novel Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong dengan mesin tik tersebut,” kata Eka saat dihubungi Tempo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam proses kreatif pembuatan novel itu, Eka pernah dilanda rasa takut menulis novel pendek. Meski kerap membaca novel pendek karya penulis lain, ia mengaku masih belum bisa membayangkan penulisan novel sependek itu.
“Sebagai penulis, hal paling sulit adalah memangkas apa-apa yang sudah saya tulis. Perlu beberapa bulan serta sekitar dua minggu yang intensif untuk merapikan kembali,” ujar pria yang lahir pada 28 November 1975 itu.
Eka lantas teringat ucapan Leo Tolstoy. Sastrawan Rusia itu menuturkan, jika bisa mengungkapkan garis besar hal yang hendak disampaikan dalam beberapa kalimat, ia tak perlu menulis novel War and Peace yang tebal. Novel Tolstoy tersebut punya lebih dari 1.000 halaman.
“Saya rasa sikap saya sama. Saya menulis novel yang cuma 140-an halaman karena memang itulah yang hendak saya sampaikan,” tutur alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tersebut.
Meski sebagian besar kegiatannya menulis dan membaca, Eka punya kesenangan lain. Salah satunya melukis. “Tapi rasanya tak bisa dibilang hobi lagi karena nyaris tak sempat melakukannya,” ucap Eka, yang memilih tidur atau sedikit berolahraga untuk mengisi waktu luangnya.
Yang cukup menarik, Eka tak memakai aplikasi perpesanan WhatsApp seperti orang kebanyakan. Di telepon selulernya juga tak terpasang aplikasi peta atau penunjuk jalan. “Saya tak suka memakai terlalu banyak aplikasi. Kalau saya merasa cukup dengan apa yang ada, ya sudah," kata penulis novel Cantik Itu Luka tersebut, yang memilih menggunakan surat elektronik dan aplikasi Telegram untuk berkomunikasi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo