BEKAS macan bola Iswadi Idris, 37, yang kini menjadi pelatih klub galatama Perkesa, Sidoarjo, sejak pekan lalu, selama 10 hari, tak lagi bergalang-gulung di lapangan dengan anak asuhannya. Tapi bergulang-gulung dengan kertas dan mesin ketik. Ada apa? Iswadi ternyata didaulat menjadi redaktur tamu, rubrik olah raga harian Jawa Pos, Surabaya. "Saya masih taraf belajar," ujar Iswadi, yang kelihatan kikuk pada hari pertama saja. Sebagai redaktur tamu, Iswadi bertugas membuat ulasan pertandingan Kompetisi 12 Besar PSSI Wilayah Timur yang bermam dl Surabaya Maka, setiap sore ia terlihat di pinggir stadion, asyik mencatat-catat, seperti umumnya reporter. Dan, selesai pertandingan, ia langsung ke kantor Jawa Pos. "Sudah lama saya kepingin menulis, sejak 1971," katanya. "Saya melihat, sarana paling efektif untuk mengemukakan pendapat tentang persepakbolaan adalah di koran." Motivasi utama Iswadi membantu Jawa Pos, menurut pengakuannya, tak lebih dari keinginan mengemukakan pendapatnya tentang persepakbolaan nasional. "Sebetulnya, pendapat saya bisa saja langsung disalurkan ke PSSI. Tapi karena saya orang kecil, pendapat itu susah sampainya ke tingkat atas," ujarnya. Menurut staf pimpinan Jawa Pos, selama 10 hari kompetisi itu, Iswadi dibayar Rp 400.000. "Tulisan Iswadi bagus, bahasanya lancar dan mengalir," kata Slamet Oerip Prihadi, koordinator liputan olah raga Jawa Pos. Yang payah, rupanya mengetik. Iswadi mengetik dengan dua telunjuk. "Supaya adil," dalih Iswadi."Bermainbola dengan dua kaki, mengetik harus dua jari."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini