TENTANG alasan sebenarnya mengapa izin untuk ke luar negeri tak
bisa diperolehnya Hugeng Iman Santoso, 58 tahun, tak pernah
tahu. Tiba-tiba saja dia dilarang. Usut punya usut, "menurut
petugas imigrasi, nama saya masih termasuk dalam daftar orang
yang tidak boleh ke luar negeri," ujarnya.
Larangan itu ternyata berlaku sejak 1974 -- setelah peristiwa
Januari dulu. Dan menurut Hugeng, "yang melarang lupa
mencabutnya -- sementara saya memang tidak pernah ke luar
negeri." Sejak berhenti sebagai kepala kepolisian RI, 2 Oktober
1971, dia baru sekali saja ke luar yakni ke Tokyo, ketika
mendapat undangan menjadi peninjau Festival Lagu Pop se Dunia,
1972.
Tahun ini dia diundang lagi menghadiri festival tersebut
--berlangsung 7 - 18 November lalu, juga di Tokyo. "Tapi saya
tidak mendapat exit permit." Petugas tak berani memberikan,
sebab atasannya memang belum mencabut larangan. Kalau saja hal
itu diberitahukan dulu-dulu "saya akan lebih tahu diri,"
katanya.
"Saya pernah bertugas di bagian imigrasi. Dan, kalau ada hal
macam begituan, saya beritahukan." Demikian dia membandingkan.
Tapi sekarang, setelah diurus, larangan dikatakan sudah dicabut.
"BAKIN katanya telah mencoret nama saya dari daftar itu.
Persoalannya sekarang adalah, "siapa lagi yang mau mengundang
saya?" Hugeng mengaku, dia ke luar negeri memang hanya kalau ada
undangan. "Sebab ke luar negeri itu 'kan mahal."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini