Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Surat-surat bung hatta

Menulis surat kepada sahabat penanya n. soeroso (25 feb '74) tentang kelicikan muhammad yamin yang mengaku sebagai pencetus ide lahirnya pancasila. (dalam bukunya 'persiapan persiapan uud 1945). (pt)

29 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"GEMALA yang manis. Pak Wangsa sudah pulang dari rumahsakit. Batu yang dikhawatirkan dapat merusak ginjalnya tak jadi dikeluarkan. Sebab sudah sebesar biji salak," tulis Bung Hatta membalas surat anak perempuannya yang kedua, Gemala Hatta, April 1975. "Titip salam buat orang-orang belakang," bunyi akhir surat itu. Waktu itu Gemala sedang belajar Medical Administration di Sydney, Australia. Yang dimaksud 'orang-orang belakang' adalah para pembantu rumahtangga. "Ayah memang tidak pernah melupakan orang belakang. Setiap kali selalu titip salam," tutur Gemala. Istri Mohd. Chalil Baridjambek itu merasa sangat berbahagia ulang tahunnya ke-28 tanggal 2 Maret -- 12 hari sebelum ayahnya meninggal -- masih sempat ditunggui sang ayah. Dan ia pula satu-satunya anak yang sempat mendengar amanat terakhir Bung Hatta. "Pahamkan ajaran-ajaran ayah . . ., jangan dikubur. .," bisiknya berulang-ulang. "Mungkin ayah khawatir anak-anaknya belum memahami apa-apa yang selama ini diajarkannya," ujar Gemala. Membalas surat-surat, memang termasuk pekerjaan harian Bung Hatta. Tak cuma kepada ketiga putrinya, tetapi juga kepada siapa saja yang berkorespondensi dengannya. Diketik sendiri di kertas kuarto yang di kiri atasnya tercantum nama Mohammad Hatta. Rapi dan bersih tanpa coretan. Salah seorang "sahabat penanya"-nya antara lain N. Soeroso dari Jalan Tongkol Tanjung Priok. Kepada orang itu Bung Hatta 2 Februari 1974 menulis: "Saya gembira bahwa Saudara lebih suka menyebut saya 'Bung' daripada 'Bapak', karena ucapan tersebut melekatkan kesan yang khusus, yang mesra, dan terasa sangat dekatnya antara rakyat dan pemimpin... Memang saya masih ingat perjalanan kami, Bung Karno dan saya, di waktu itu dengan K.I.B. (kereta api luar biasa mengunjungi berbagai daerah. Perjalanan tersebut adalah pada permulaan tahun 1946 . . . Saya gembira saudara masih ingat kenang-kenangan yang begitu lama, apalagi di waktu itu saudara masih berumur 4« tahun. Sekarang saudara tentu telah lebih 33 tahun. Apakah kerja saudara di Tanjung Priok? Sudahkah saudara beristri dan mempunyai anak?" Surat-menyuratnya dengan Soeroso juga mengenai banyak hal yang serius. Tulisnya 25 Februari 1974: "Mr. Muhammad Yamin almarhum pernah menulis buku tentang persiapan Undang-undang Dasar 1945, tiga jilid. Di dalamnya antara lain dimuat pidato Bung Karno, pidatonya dan pidato Mr. Sutomo, yang di ucapkan pada Sidang Panitia Penylidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia. Pidato-pidato anggota lainnya tidak dimuatnya. Tetapi pidatonya yang dimuat itu bukanlah pidato yang diucapkannya waktu Panitia Penyelidik bersidang. Pidato itu tidak ada hubungannya dengan pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945." "Waktu Panitia Sembilan selesai mengadakan rumus baru tentang Pancasila, Bung Karno meminta persetujuan Panitia Sembilan supaya Mr. Yamin membuat suatu keterangan tentang Pancasila yang dirumuskan kembali itu. Tetapi keterangan itu terlalu panjang dibuatnya, sehingga ditolak oleh Panitia Sembilan. Sebagai gantinya diambillah Preambul yang sudah ada . . .. naskahnya itu dimasukkan oleh Yamin ke dalam buku yang diterbitkannya . . . Seolah-olah naskah itulah yang dibacakannya pada Sidang Panitia Penyelidik. Karena naskah yang dibuatnya diminta oleh Bung Karno untuk keterangan Pancasila yang dirumuskan kembali, dengan sendirinya naskah itu menyerupai Pancasila Bung Karno. Di sinilah letak liciknya Yamin sehingga orang yang tidak mengetahui seluk-beluknya naskah itu mengira bahwa Yaminlah yang "sebenarnya" melahirkan ide Pancasila. Dalam Panitia Penyelidik ia lebih dahulu bicara dari Bung Karno . . . "Celakanya sekarang ialah bahwa Pancasila itu hanya 'diamalkan' sebagai lip-service saja .... " tulisnya lagi pada Soeroso 8 April 1974.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus