SEORANG gadis remaja muncul di layar televisi. "Inilah acara Tanah Merdeka. Sri Sultan Hamengku Buwono IX akan menjadi tamu kita malam ini," katanya. Lalu sudut-sudut Keraton Yogya ditayangkan dengan iringan gending Jawa. "Di keraton ini Sri Sultan dinobatkan dan memangku takhta Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tanggal 19 Maret 1940. Di keraton ini pula Sri Sultan mengadakan pertemuan empat mata dengan Letkol. Soeharto setelah penyerangan 1 Maret yang berhasil gemilang itu," begitu narasinya. Kemudian tampak di layar empat gadis remaja bersimpuh di atas karpet mengapit Sultan. Kali ini, Raja Yogya yang biasa dipanggil "Ngarso Dalem" cukup dipanggil Bapak. Sultan duduk dengan santainya. Lalu remaja tadi mengajukan pertanyaan, "Bagaimana pendapat Bapak agar kaum remaja dapat meresapi dan mengenal Yogyakarta sebagai kota perjuangan?" Dengan suara berat Sultan menjawab, "Untuk mengenal Yogya sebagai kota perluangan, generasi muda perlu melihat gedung negara, keraton, monumen, serta museum. Semua itu sebagai bukti bahwa dulu ada pertempuran. " Maaf, cuplikan dari acara sepanjang 45 menit ini bukan disiarkan sentral. Tanah Merdeka acara khusus TVRI Yogyakarta sebulan sekali, dan ketokohan Sultan disiarkan Sclasa pekan lalu. Ternyata, wawancara para rcmaja dengan Sri Sultan itu dilakukan di rumah peristirahatan Sultan di pinggiran Kota Bogor, bukan di Yogya. "Kami ngobrol sejak jam 5 sampai jam 9 malam," kata Nia Sarinastti, salah scorang pewawancara. "Bapak Sri Sultan banyak senyum dan tertawa, Iho. Sayang, rekamannya dipotong-potong, jadi kelihatannya serius terus." Masih mending TVRI Yogya punya acara bermutu seperti itu, susah bikinnya, lho.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini