Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
POTRET para menteri Kabinet Kerja dan pemimpin daerah yang tertidur pulas belakangan ini viral di media sosial. Ada yang terlelap di sofa ruang tunggu bandar udara, ada pula yang di lantai gerbong kereta api.
Beberapa waktu lalu, foto Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, 52 tahun, yang tertidur di sofa abu-abu bergaris dengan lengan dan tas sebagai bantalannya ramai dibicarakan di media sosial. Peristiwa itu terjadi ketika menteri asal Pangandaran, Jawa Barat, ini hendak bertolak ke Jakarta setelah menghadiri acara RARE Side Event's The Forgotten Fisheries di New York, Amerika Serikat. "Capeklah. Agenda lima hari di sana padat banget," kata Susi kepada Tempo, Selasa dua pekan lalu.
Begitu acara rampung, Susi bergegas menuju Bandara John F. Kennedy karena takut terjebak kemacetan The Big Apple--sebutan Kota New York. Ia akhirnya tiba di bandara sekitar dua jam sebelum pesawat lepas landas. "Sambil menunggu pesawat, saya baca-baca pesan WhatsApp, terus ngantuk, dan ketiduran. Membaca di ponsel bikin cepat mengantuk," ujarnya.
Susi heran lantaran tingkah polahnya sering jadi sasaran empuk pemotretan, baik oleh wartawan maupun stafnya. "Sedang jongkok di atas kapal sambil ngopi difoto, tidur difoto. Bisa mati berdiri aku," kata Susi, berseloroh.
Sebelum foto Susi viral, potret Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri meringkuk di sofa Bandara Juanda, Surabaya, mengenakan jaket merah dan novel 1984 karya George Orwell tergeletak di dekat kepalanya lebih dulu bikin heboh dunia maya. Pada pekan pertama Juni lalu itu, Hanif menjadi pembicara seminar di Bondowoso dan Situbondo. Saat pulang ke Jakarta, ia harus melakukan transit sejam di Surabaya karena tak ada penerbangan langsung dari Bandara Notohadinegoro, Jember. Ia gunakan waktu jeda itu untuk membaca. "Di tengah membaca, saya ketiduran karena kecapekan dan kurang tidur," Hanif menjelaskan.
Menurut menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa itu, bisa tidur di mana pun tanpa beban adalah ciri orang bahagia. "Saya juga harus tetap sederhana, biar nanti kalau tak jadi menteri enggak kaget," Hanif menerangkan alasan selalu memilih kelas ekonomi di pesawat dan menghindari ruang eksekutif di bandara.
Kolega Hanif di PKB sekaligus Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, juga pernah merebah di sofa Bandara Galeão, Rio de Janeiro, Brasil. Kala itu, Imam usai mendukung kontingen Indonesia di cabang angkat besi Olimpiade Rio 2016. "Mata benar-benar tak bersahabat sehingga bangku pun terasa nikmat untuk alas tidur," tuturnya. "Mengantuk itu manusiawi, apalagi mimpi saya indah-indah."
Menteri kelahiran Bangkalan, Madura, ini mengaku sengaja memilih ruang tunggu kelas ekonomi agar bisa merasakan antusiasme warga Rio menyambut Olimpiade. "Selain alasan efisiensi tentunya," kata Imam, 43 tahun.
Beralaskan sofa ungu yang kelirnya senada dengan koper yang jadi bantal, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa juga tertidur di Bandara Juanda, Ahad tiga pekan lalu. "Sebelum tidur, saya sudah bilang jangan ada yang motret, kok malah dipotret," tuturnya.
Khofifah, 52 tahun, menjelaskan, saat itu sudah tak tertahankan ingin tidur karena ia baru tidur sejam selama tiga hari berturut-turut sebelum perjalanan tersebut. "Kebetulan jadwalnya tergolong maraton, dari Toli-Toli ke Palu, balik ke Jakarta, lalu ke Ciamis, kemudian langsung ke Banyuwangi via Bandung," katanya.
Adapun Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sempat terlelap di lantai gerbong kereta api Jakarta-Yogyakarta. Selain karena mengantuk, ia harus beristirahat lantaran agenda menggowes di Cilacap sudah menanti esok harinya. "Enggak pakai gengsi-gengsian tidur di lantai kereta, apalagi kaki bisa selonjoran," ujar Ganjar, 48 tahun.
Ternyata politikus PDI Perjuangan itu sudah sering tidur di lantai gerbong, baik sejak sistem kereta api masih semrawut maupun tertib seperti saat ini. "Gara-gara sering ketiduran di kereta, aku pernah kehilangan walkman sampai laptop," kata Ganjar, lantas terbahak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo