Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ramalan Hari Kiamat di Tengah Pesta

3 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSIS 20 tahun lalu, pasar finansial di Asia Tenggara meleleh. Sekarang, krisis itu seolah-olah tak berbekas kendati Indonesia terpukul paling keras. Sebelum Lebaran, indeks harga saham mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Yield atau imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun menurun, pertanda investor makin percaya. Nilai rupiah pun stabil. Pasar berlibur panjang dengan gembira.

Sebaliknya, pasar global tengah gundah. Muncul berbagai prediksi bahwa krisis segera tiba. Salah satunya dari investor legendaris Jim Rogers, yang sudah kaya-raya pada usia 30-an setelah mendirikan Quantum Fund bersama George Soros pada 1970-an. Rogers meramal kedatangan krisis finansial terburuk sepanjang hayat, merujuk pada utang yang menggunung sebagai salah satu biang keladi. Bank-bank sentral utama dunia sudah mencetak uang terlampau banyak untuk mengatasi krisis 2008-2009. Bukunya memerah penuh dengan catatan utang.

Tentu saja skenario hari kiamat semacam ini segera ramai menjadi kontroversi. Tapi umumnya optimisme pasar masih lebih dominan. Indeks Dow Jones naik 0,68 persen dalam sebulan terakhir. Pasar kian optimistis setelah pekan lalu The Federal Reserve memastikan bahwa bank-bank besar Amerika Serikat lulus dalam uji simulasi krisis.

Karena itu, The Fed mengizinkan bank-bank raksasa tersebut membagi dividen melimpah bagi para pemegang sahamnya. Menurut hitungan analis, enam bank terbesar Wall Street (Morgan Stanley, Citigroup, Bank of America, JP Morgan Chase, Wells Fargo, dan Goldman Sachs) akan membagikan hampir US$ 100 miliar. Harga saham di sektor finansial pun melonjak, Kamis pekan lalu. Para bankir berpesta melupakan Rogers dengan ramalan hari kiamatnya.

Ada baiknya investor tidak ikut larut dalam euforia itu karena pada saat yang sama gejala badai juga terlihat di cakrawala. Salah satunya harga-harga obligasi pemerintah justru mulai jatuh di mana-mana berbarengan dengan pesta saham-saham sektor finansial. Pasar mulai mengantisipasi penyedotan likuiditas oleh The Fed, yang diperkirakan sebesar US$ 2,5 triliun, dalam tempo antara tiga tahun dan lima tahun ke depan.

Para analis juga makin cemas bahwa likuiditas global akan semakin seret setelah mendengar Ketua Bank Sentral Eropa (ECB) Mario Draghi. ECB memberi sinyal akan mulai mengerem pencetakan uang untuk membeli obligasi yang sekarang nilainya masih 60 miliar euro per bulan. Tak ada yang bisa memastikan apakah penyedotan likuiditas oleh bank-bank sentral utama dunia ini akan membuat pasar menurun pelan-pelan atau langsung jatuh terempas.

Kemungkinan yang terakhir itulah prediksi Rogers. Tak ada satu pun negara yang dapat lepas dari dampak melelehnya pasar global ini, termasuk Indonesia. Belajar dari sejarah krisis 20 tahun silam, ada beberapa parameter Indonesia saat ini yang lebih baik. Cadangan devisa mencapai US$ 124,93 miliar, tertinggi sepanjang sejarah. Namun, yang mencemaskan, neraca transaksi berjalan yang terus defisit selama lima tahun terakhir semakin menggerus nilai rupiah.

Dalam kurun itu, per Jumat pagi pekan lalu, nilai tukar rupiah terhadap baht Thailand, sebagai tetangga yang sama-sama terpukul krisis 1997, sudah merosot 31,46 persen. Demikian pula nilai rupiah terhadap mata uang lain seperti dolar Amerika Serikat (minus 40,82 persen) atau dolar Singapura (minus 30,3 persen). Rupiah hanya mengalami apresiasi terhadap yen Jepang 0,02 persen (lihat tabel).

Rupiah yang terus melembek seperti ini tentu tak akan berdaya apa-apa jika krisis global melanda. Sudah saatnya investor mengambil langkah waspada.

Yopie Hidayat
Kontributor Tempo


Perubahan nilai rupiah lima tahun terakhir

Dolar Amerika Serikat
-40,82%

Yuan Cina
-33,76%

Euro
-29,44%

Yen Jepang
0,2%

Baht Thailand
-31,46%

Won Korea
-47,02%

Ringgit Malaysia
-3,9%

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus