Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

KLHK Lanjutkan Penertiban Tambang Ilegal Hutan Aceh

Penyitaan 74 ekskavator dua pekan lalu batal karena dihadang sekelompok orang berperawakan militer.

3 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
KLHK Lanjutkan Penertiban Tambang Ilegal Hutan Aceh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memastikan akan kembali berupaya menertibkan aktivitas tambang emas ilegal di hutan lindung Geumpang, Kabupaten Pidie, Aceh. Rencana penyitaan puluhan ekskavator yang sebelumnya gagal akibat dihadang sejumlah orang tak dikenal akan segera dilakukan. "Kami akan terus berkomunikasi dengan Kepolisian Daerah Aceh," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kepada Tempo, akhir pekan lalu.

Dua pekan lalu, 10 polisi hutan dan lima anggota Kepolisian Daerah Aceh berniat menyita ekskavator yang mengeruk dasar Krueng Geupoh-sungai utama di hutan lindung Geumpang. Namun puluhan penambang, dibantu perangkat desa dan petugas keamanan setempat yang berperawakan militer, menghadang upaya penyitaan. "Kegiatan (penghadangan) terorganisasi sangat rapi," kata Siti.

Menurut Siti, akses jalan ke lokasi tambang dijaga ketat, sementara daerah aliran sungai Krueng Geupoh semakin rusak. Dasar sungai tersebut menjadi incaran penambang rakyat ilegal karena diduga mengandung emas. Walhasil, puluhan hektare hutan lindung Geumpang pun rusak.

Tambang ilegal di hutan lindung itu telah beroperasi sejak 2007. Namun, tiga bulan terakhir, lokasi tambang rakyat mulai dipenuhi sekitar 74 ekskavator untuk mengeruk dasar sungai yang semakin keruh. Padahal Krueng Geupoh adalah sumber air utama satwa yang hidup di hutan lindung Geumpang, seperti gajah Sumatera, harimau Sumatera, dan beruang madu. Bukan hanya itu, di sepanjang 18 kilometer aliran sungai terdapat tumpukan tanah yang berpotensi menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor saat hujan.

Penyidik Kementerian telah mengumpulkan data aktivitas ilegal di hutan lindung itu pada 15 Juni hingga 18 Juni lalu. Hasil sementara menunjukkan, setiap ekskavator yang masuk ke lokasi tambang harus membayar uang keamanan untuk perangkat desa sekitar Rp 8-15 juta.

Kerusakan hutan Geumpang juga terjadi karena penambang liar membuka jalan masuk ke hutan lindung dengan menebang pohon untuk akses sepeda motor, truk, dan ekskavator. Setidaknya akses jalan sepanjang 9 kilometer dibuka dari Jalan Geumpang-Meulaboh menuju sungai dan lubang galian pengolahan emas. Penambang liar menggunakan mesin semprot dan ambal untuk memisahkan butiran emas dari kerikil sungai.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah I Aceh, Fajri, mengatakan tim polisi hutan yang ia pimpin sempat diancam oleh puluhan penambang saat akan menyita empat ekskavator, Ahad dua pekan lalu. Penghadangan itu terjadi di sekitar Alur Seulok, atau sekitar Jalan Geumpang-Meulaboh Kilometer 23.

"Kami terpaksa mundur karena diancam akan digorok," kata Fajri, kemarin.

Selain diancam, mereka diwawancarai dan difoto oleh penambang yang ia duga dibantu oleh petugas keamanan setempat. "Mereka tidak pakai seragam, tapi memaksa kami turun agar tidak terjadi keributan," katanya. Penyitaan pun dibatalkan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh, Muhammad Nur, mendesak Dinas Kehutanan dan KLHK bergerak cepat memberantas aktivitas tambang ilegal itu. Hasil investigasi Walhi menunjukkan, sebelum aktivitas penambangan liar masif terjadi, lebar Krueng Geupoh hanya 8-10 meter. Namun kini lebarnya mencapai 50-80 meter. Tumpukan pasir, batu, dan kerikil di sepanjang sungai mengganggu aliran air. "Sepanjang tahun, air keruh," katanya. INDRI MAULIDAR


Rumah Gajah Sumatera

Sejak awal tahun, tercatat ada puluhan kasus gajah yang menyerobot masuk kebun dan sawah warga Kabupaten Pidie, Aceh. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh, Muhammad Nur, mengatakan gajah-gajah itu bukan tanpa sebab merusak sawah warga. Habitat mereka di hutan lindung Geumpang, Pidie, lebih dulu diserobot penambang emas liar.

Pertengahan Maret lalu, misalnya, sawah warga Kecamatan Keumala yang akan dipanen diobrak-abrik kawanan gajah selama dua hari. Meski telah diusir dengan petasan, gajah seakan-akan kebal. Setidaknya empat kecamatan di Pidie memiliki masalah gajah yang turun gunung akibat aktivitas tambang ilegal, yaitu Mila, Keumala, Sakti, dan Padang Tiji.

Data hutan lindung Geumpang
Luas : 108.593 hektare

Habitat
-Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)
-Harimau Sumatera (Panther tigris sumatrae)
-Monyet kedih (Presbytis thomas)
-Beruang madu
-Burung rangkong
Tingkat keanekaragaman hayati : 3,03849 (tinggi)

INDRI MAULIDAR | Sumber: Dinas Kehutanan Aceh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus