Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ribuan pesan pendek memenuhi telepon seluler Djohar Arifin Husin begitu dia terpilih jadi Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia. Pesan itu sebagian besar berisi ucapan selamat. Ada pula dukungan dan harapan agar bekas Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia itu membawa perubahan positif di tubuh PSSI.
Pekerjaan rumah yang bertumpuk memang menanti Djohar. Dia harus membenahi sepak bola yang secara organisasi karut-marut dan miskin prestasi. Dari pengurus sebelumnya, dia menerima warisan berupa kas PSSI yang minus. Djohar menegaskan akan membenahi sistem organisasi, pembinaan, serta kompetisi. Dia berharap tim nasional Indonesia kelak akan ambil bagian dalam Piala Dunia.
Akhir pekan ini, tim nasional akan bertandang ke Turkmenistan dan menghadapi tim negara itu dalam penyisihan Piala Dunia 2014 di Brasil. Kemudian pertandingan di kandang sendiri berlangsung pada 28 Juli. Namun, hingga saat ini, tim nasional belum terlihat melakukan persiapan memadai. Para pemain bahkan belum memperoleh visa.
Persiapan pertandingan bertambah gawat karena, Rabu pekan lalu, Alfred Riedl mendadak didepak dari kursi pelatih tim nasional. Pelatih asal Austria itu digantikan pelatih asal Belanda, Wilhelmus "Wim" Gerardus Rijsbergen, yang sebelumnya menangani PSM Makassar.
Padahal sehari sebelum pemecatan Riedl, Djohar mengatakan masih akan mempertahankannya karena pertandingan penyisihan sudah sangat dekat. Mengapa Riedl akhirnya mendadak diganti? "Saya saja menjadi Ketua Umum PSSI secara mendadak," ujar Djohar, yang sering dipanggil dengan sebutan Prof oleh sejawatnya.
Rabu malam pekan lalu, Djohar menerima Yandi M. Rofiyandi, Sorta Tobing, dan fotografer Muhammad Fadli dari Tempo di Griya Jenggala, Jakarta Selatan. Griya Jenggala merupakan kediaman Arifin Panigoro sekaligus tempat berkumpul pengurus Liga Primer Indonesia. Djohar memang didukung Kelompok 78, yang awalnya mengusung George Toisutta dan Arifin untuk menjadi Ketua Umum PSSI.
Apa gebrakan yang akan Anda lakukan setelah terpilih menjadi Ketua Umum PSSI?
Masyarakat Indonesia sangat menyenangi sepak bola. Mereka merindukan tim Indonesia berprestasi. Keinginan masyarakat inilah yang kami utamakan. Jadi konsentrasi kami mengejar prestasi. Untuk itu, kami menyiapkan beberapa program.
Apa target dalam urusan prestasi itu?
Semua sudah tahu sepak bola kita tak punya fondasi kokoh. Kita tak punya sistem membangun sepak bola Indonesia. Itulah yang harus dikejar, sistem terbangun, sehingga siapa saja yang menjadi pengurus PSSI, sistemnya tetap jalan. Jadi tidak ada kegaduhan lagi ketika ada pengurus baru. Kalau program berjalan, saya berharap Indonesia bisa ambil bagian pada Piala Dunia 2022.
Bagaimana menghidupkan pembinaan pemain sejak usia dini, yang hingga sekarang masih mandek?
Indonesia akan kuat di masa depan kalau ada pembinaan usia dini yang benar dari sekarang. Karena itu, kami berkonsentrasi pada usia dini. Banyak sekali anak-anak Indonesia usia 8-15 tahun, mungkin lebih dari 30 juta. Dua atau empat persen saja dari mereka senang main bola, bisa dibayangkan, stok pemain Indonesia untuk tim nasional akan melimpah. Sekarang mereka terbengkalai. Tak ada yang membina secara teknis, sedangkan usianya bertambah terus. Jadi tidak tercungkil bakatnya.
Dulu PSSI memiliki proyek Primavera, Baretti, dan terakhir mengirimkan pemain muda ke Uruguay. Apakah proyek pengiriman pemain muda akan berlanjut?
Kami berkonsentrasi pada pembinaan berjenjang. Kami berharap mereka cukup berlatih di dalam negeri supaya tak mengganggu pendidikan dan sebagainya. Uji coba bisa saja ke luar, tapi program di dalam, karena biaya ke luar terlalu besar. Program pengiriman ke luar negeri juga hanya satu generasi. Selesai itu habis, tak ada lagi di bawahnya. Dulu memang banyak menghasilkan pemain bagus, tapi selesai. Kami ingin bagus tahun ini, tahun depan, dan seterusnya.
Bagaimana menyelaraskan pembinaan itu dengan pembentukan tim nasional yang andal?
Tim nasional adalah sasaran akhir. Pembentukan tim nasional tak boleh setengah-setengah. Tim nasional tak boleh terbentuk hanya sesaat sebelum turnamen. Ini program menyeluruh dan sepaket. Pembinaan tim nasional pada usia 15-21 tahun disiapkan pelatih kepala senior. Program harus ada dan berjalan. Kebutuhan tim senior bisa dipenuhi tim di bawahnya. Kita terus mendapat pasokan pemain. Model ini dinikmati Belanda dan Jepang, sehingga keduanya tetap elite di wilayah masing-masing. Kami berharap pembinaan juga berjalan di daerah.
Ada banyak lapangan sepak bola di Indonesia, tapi kondisinya tak memenuhi syarat. Bagaimana pembenahan infrastruktur ini?
Kami sudah memiliki program perbaikan infrastruktur. Indonesia memiliki banyak lapangan tapi sangat minim yang bisa memenuhi standar, seperti ukuran lapangan dan gawang serta kondisi rumput. Tak perlu megah dan mahal, cukup ukuran dan rumput. Jadi anak-anak bisa belajar bola dengan ukuran yang benar.
Pembinaan, regenerasi, dan infrastruktur membutuhkan dana besar, tapi kabarnya PSSI tak memiliki dana?
Saya masuk ke PSSI dengan kondisi kas minus. Bagian keuangan di PSSI bilang uang di dompetnya lebih banyak ketimbang di kas PSSI. Kami masih minta datanya. Kas kosong, tapi banyak hal yang harus dikejar. Pada 23 Juli ini, ada penyisihan Pra-Piala Dunia di Turkmenistan. Sampai sekarang tim belum berkumpul, visa belum ada, dan tiket belum booking. Kalau kas penuh, kan enak. Tapi kami sepakat tetap memberangkatkan tim nasional.
Bagaimana biayanya?
Wallahualam. Pokoknya berangkat dengan cara apa pun. Itu tanggung jawab Ketua dan Wakil Ketua Umum PSSI. Kami berharap 20 Juli berangkat ke Turkmenistan supaya bisa beristirahat dulu di sana.
Mengapa keputusan penggantian pelatih Alfred Riedl dengan Wim Rijsbergen terkesan mendadak?
Ya, tidak apa-apa kan. Saya juga masuk dan menjadi Ketua Umum PSSI mendadak.
Apakah berkaitan dengan kontrak Riedl yang hanya diteken Nirwan Bakrie?
Bukan soal itu. Kami menggantinya supaya ada penyegaran saja dan sedang mempersiapkan program jangka panjang. Jadi nanti Wim bisa menjadi pelatih kepala tim nasional senior dan junior dari segala usia kalau berhasil.
Riedl tetap memakai pemain dari Liga Primer Indonesia di tim nasional. Bagaimana dengan pelatih sekarang?
Liga Primer Indonesia sudah masuk rumah tangga PSSI. Kalau ada yang baik, mengapa tidak? Tim nasional tak boleh ada politik dan sekat. Kami menyerahkan pemilihan pemain kepada pelatih, dengan catatan tak ada diskriminasi. Silakan pilih yang terbaik karena tujuannya adalah Merah Putih.
Selama ini pelatih dan wasit lokal dianggap kalah kualitas dengan asing, bagaimana mengatasi persoalan ini?
Kami akan meng-upgrade pelatih dan wasit. Jadi pelatih tingkat nasional akan banyak muncul. Kami akan mendatangkan instruktur dan berkeliling ke seluruh Indonesia mendidik para pelatih di daerah agar mereka bisa menangani anak-anak dengan benar. Kalau ini terwujud, jutaan orang bisa bermain dengan benar. Indonesia akan melahirkan pemain bagus dan mengekspor pemain andal.
Apakah pemain Indonesia mampu bermain di level Eropa?
Kita tak perlu khawatir. Lihat saja Giovanni van Bronckhorst, kapten tim nasional Belanda sewaktu Piala Dunia. Dia berasal dari Maluku. Artinya, orang kita juga bisa sampai ke tingkat sana. Kemampuan dan teknik bisa diasah terus. Kalau tersedia banyak anak terbaik, seleksi tim nasional akan mudah. Bisa saja nanti tak perlu impor pemain asing.
Dalam final Piala AFF 2010 lalu, tim nasional loyo, sehingga banyak yang menduga pemain "masuk angin"?
Kami sepakat menyingkirkan ketidakpercayaan terhadap pertandingan. Selama ini ada anggapan negatif bahwa pertandingan diatur dan lain-lain. Tak mudah membalikkan pikiran masyarakat, tapi kita berusaha. Setiap pertandingan ada semangat fair play, bukan hanya simbolis bendera sebelum bertanding, tapi betul-betul dilaksanakan dengan kejujuran. Pemain bertanding serius, tak ada remote control. Begitu juga wasit dan pelatih. Kami mengharapkan sepak bola bersih, walaupun sulit dan banyak tantangan. Kalau tidak sekarang, sampai kapan sepak bola Indonesia maju?
Bagaimana memberantas praktek kotor dan mencapai sepak bola bersih?
Ada keinginan bersama dari pengurus, manajer, wasit, pelatih, dan pemain untuk bersih. Kita tak mungkin mengontrol mereka terus-menerus sehingga mengharapkan kesadaran. Kita belajar bagaimana Cina dan Korea memberantas permainan kotor. Kalau ketahuan dan ada bukti, kami serahkan ke ranah hukum. Kami tak main-main. Pemain kotor adalah musuh bangsa. Mereka tak layak ikut bermain sepak bola. Semua sepakat memusuhi suap dalam sepak bola.
Apakah gaji pemain, pelatih, dan wasit yang minim menjadi faktor maraknya sepak bola kotor?
Penghasilan tak bisa dijadikan alasan berbuat curang. Mereka menggantungkan hidupnya sebagai atlet, yang menjunjung tinggi kejujuran dan sportivitas. Ini sangat menyakitkan terjadi dalam sepak bola Indonesia. Kami mengajak semua orang tidak bermain kotor.
Bagaimana mengatasi ketimpangan penghasilan pemain lokal dan asing?
Terpulang pada kebijakan klub. Kalau kualitas pemain asing di bawah pemain Indonesia, mengapa harus dibayar mahal? Kami masih mengkaji untung-rugi keberadaan pemain asing di kompetisi Indonesia.
Pemerintah melarang penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk sepak bola, bagaimana klub di daerah bisa hidup?
Ini masalah, karena pada 2012 semua klub tak boleh memakai APBD. Padahal inilah tulang punggung utama bagi klub ikut kompetisi. Kami berharap APBD tak dihapus sepenuhnya. Dana itu bisa dipakai membangun infrastruktur dan pembinaan atau kursus. APBD memang seharusnya tak dipakai buat pertandingan, kontrak pemain, dan transportasi, seperti yang terjadi selama ini. Kompetisi harus tetap ada. Kami sedang menyiapkan model kompetisi yang bisa dilaksanakan tanpa membebani APBD.
Sekarang ada dua kompetisi yang berjalan, yakni Liga Super Indonesia (LSI) dan Liga Primer Indonesia (LPI), bagaimana konsep kompetisi nanti?
Kami berharap keduanya melebur, tapi masih dicari modelnya. Kompetisi sekarang tak bisa dipertahankan karena memerlukan anggaran besar. Kalau tetap menggunakan model kompetisi sekarang, semua klub tak akan mampu dan bangkrut. Sumber dana tak ada.
Bagaimana tim LPI bisa memiliki modal awal sehingga mandiri dari APBD?
Tim kami kesulitan keuangan karena tak ada bantuan APBD. Pengurus juga tak bisa mengeluarkan dana dari kantongnya karena tak sehat. Makanya kami minta klub mendekati sponsor. Kami akan memfasilitasi. PSSI tak ingin klub mati karena APBD-nya distop. Kalau kompetisi tak jalan, akan berbahaya bagi pembinaan. Pemain juga menggantungkan hidup anak-istrinya pada sepak bola. Mereka sudah mengorbankan masa remaja, waktu, dan pendidikan demi berkarier di sepak bola.
Kapan rancangan kompetisi untuk tahun depan itu selesai?
Saya berharap akhir Juli selesai. Jadi bulan puasa bisa bertemu dengan para pemilik klub dan mensosialisasi aturan. Kompetisi harus komprehensif, mampu menyentuh semua potensi di seluruh Indonesia. Kami sedang mencari model kompetisinya. Muara kompetisi adalah tim nasional. Ini yang belum dilakukan. Kompetisi dan tim nasional berjalan sendiri-sendiri.
Anda didukung George Toisutta dan Arifin Panigoro. Apakah benar akan ada posisi baru bagi keduanya di PSSI?
Lazimnya, ketua umum tak langsung ke bawah. Ada figur terhormat dan diharapkan membantu pikiran serta uang. Bisa pengusaha dan pemerintah. Kami akan meminta Pak George Toisutta dan Pak Arifin Panigoro sebagai penasihat, pelindung, atau apa pun, sehingga secara formal bisa berhubungan.
Bagaimana nasib pegawai PSSI?
Saya sudah bertemu dengan seluruh karyawan PSSI. Saya katakan, bekerjalah dan mengabdilah kepada PSSI, bukan oknum. Tak usah resah dan gundah karena masih bekerja di PSSI. Saya tahu mereka memiliki tanggungan. Kita berada dalam satu perahu menuju pulau idaman. Nah, untuk mencapai itu, jangan macam-macam sehingga perahu oleng dan karang. Insya Allah tak ada pemutusan hubungan kerja.
Posisi Ketua Umum PSSI begitu diperebutkan, berapa sebenarnya penghasilannya?
Ha-ha-ha…. Tidak tahu. Saya tak pernah dijanjikan. Malah bisa jadi keluar duit karena tak ada kas sama sekali.
Profesor Dr Ir Djohar Arifin Husin Tempat dan tanggal lahir: Langkat, Sumatera Utara, 13 September 1950 Pendidikan: l Doktor Bidang Perencanaan Kota dan Wilayah Universiti Malaya l Akta Mengajar Universitas Terbuka, Indonesia l Sarjana Pertanian Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan l Sarjana Muda Bidang Perkebunan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan Karier: l Pemain PSMS Medan, 1973-1976 l Wasit nasional dan internasional, 1976-1987 l Pelatih sepak bola bersertifikat S-3 l Manajer Tim Nasional PSSI Junior, 1994 l Manajer Tim Nasional PSSI dalam uji coba ke Myanmar, 2003 l Ketua Komisi Wasit PSSI Sumatera Utara, 1981-1984 l Ketua PSSI Sumatera Utara, 2000-2004 l Ketua Harian Komite Olahraga Nasional Indonesia Sumatera Utara, 2003 l Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat, 2003-2005 l Ketua Umum PSSI, 2011-2015 |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo