Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DEWAN Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akhirnya mengeluarkan resolusi nomor 1860, Jumat pekan lalu. Resolusi itu menyeru kedua pihak yang berperang di Jalur Gaza melakukan gencatan senjata. Seruan itu mestinya mengikat semua pihak, tapi di lapangan kenyataannya jauh berbeda.
Israel tetap melantingkan peluru kendali dan bom dari udara dan darat. Sedikitnya 12 warga Palestina tewas. Tank-tank Israel juga terus merangsek di kawasan Beit Lahiyah. ”Israel telah, sedang, dan akan terus bertindak berdasarkan perhitungan kami sendiri,” kata Menteri Luar Negeri Tzipi Livni dengan nada pongah.
Di Indonesia, sejak Israel menyerang Jalur Gaza, 27 Desember lalu, Duta Besar Fariz Nafi’ Atieh Mehdawi menjadi rujukan berbagai kalangan dan kelompok yang bersimpati pada perjuangan Palestina. Dari diplomat, tokoh organisasi massa, sampai wartawan silih berganti menemuinya. ”Kami melihat situasi Gaza sebagai ekspresi kemarahan warga Palestina yang terpenjara,” kata Mehdawi.
Wilayah seluas 365 kilometer persegi itu—separuh luas Jakarta—terpisah dari wilayah Palestina di Tepi Barat. Kendati sudah diserahkan tiga tahun lalu, wilayah itu praktis dipagari kekuatan militer Israel. ”Mereka tak bisa ke mana-mana. Hidupnya bahkan tergantung pasokan Israel,” ujar Mehdawi. Hidup terpenjara memancing Hamas melakukan serangan roket.
Apa yang mesti dilakukan untuk menolong Palestina? ”Beri kami kesempatan untuk bersatu,” kata ayah dua anak itu. ”Setelah itu, biarkan kami menentukan jalan kami sendiri.” Jumat pekan lalu, Mehdawi menerima Nugroho Dewanto, Arif A. Kuswardono, dan Gabriel Wahyu Titiyoga dari Tempo di kantornya di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Konflik tampaknya melebar setelah ada roket yang diluncurkan dari Libanon Selatan ke Israel Utara….
Memang ada dua-tiga roket yang ditembakkan dari wilayah Libanon. Tapi tidak ada kerusakan serius di pihak militer Israel, dan tidak ada pihak yang mengklaim menembakkan roket itu. Ada pemain di luar pemerintah, kelompok yang mengambil tindakan sendiri, untuk menunjukkan solidaritasnya. Konflik Gaza ini bukanlah konflik terbatas yang bisa dikontrol. Ini konflik yang bisa menyebar. Saya pikir cukup baik bahwa Dewan Keamanan berperan serta mengendalikan keadaan. Kejahatan Israel tidak bisa disembunyikan lagi. Itulah yang menimbulkan reaksi publik di seluruh dunia. Seseorang tidak bisa dibiarkan melakukan perbuatan semaunya tanpa batas dan peringatan.
Di Amerika dan Eropa pun bermunculan demonstrasi mengecam serangan Israel ke Gaza….
Dukungan dari rakyat di negara Barat atau Eropa tidak hanya dalam bentuk dukungan politik. Mungkin mereka tidak mendukung Hamas atau tidak menyukai Palestina. Tapi mereka tidak bisa membiarkan pembantaian yang direkam kamera, lalu tetap diam. Publik di Eropa pun merasa turut bertanggung jawab sehingga pemerintahnya tidak bisa mengabaikan, seperti Prancis dan lainnya. Padahal negara-negara ini bisa dikatakan tidak begitu bersahabat dengan kami.
Bisakah Otoritas Palestina mengontrol kekuatan militer Hamas dengan efektif?
Itu pertanyaan bagus. Sebagian orang berpikir kami bisa melakukan apa pun yang kami suka melalui militer atau polisi di Palestina. Kami adalah orang yang masih berusaha membangun negara. Wilayah kami, baik Jalur Gaza maupun Tepi Barat, masih berada dalam pendudukan militer Israel. Kami berjuang bersama untuk meraih kemerdekaan. Jadi, ini bukan saatnya menggunakan kekerasan satu sama lain. Sebelumnya, walaupun ada sedikit kekerasan, Presiden Palestina Mahmud Abbas memerintahkan polisi tidak menggunakan kekuatannya. Itu sebabnya Hamas bisa mengontrol Jalur Gaza, bukan karena merebut kekuasaan. Presiden Palestina yang memerintahkan untuk tidak menembak (tentara) Hamas. Jadi, dia menarik otoritasnya dari Gaza dan membiarkan Hamas mengendalikan kawasan itu. Dia melakukannya untuk mengelakkan perang saudara, karena sekarang wilayah kami masih dalam pendudukan.
Fatah dan Hamas bisa tetap bersatu menghadapi Israel?
Tantangan utama kami sekarang adalah Israel. Jika sudah bisa membentuk pemerintahan yang solid, baru kami bisa menerapkan hukum. Tapi saat ini kami tidak bisa melaksanakan hukum jika masih berada dalam pendudukan. Itu sama saja seperti seseorang yang terpenjara dan mau menjalankan hukum di dalam penjara itu. Anda tidak bisa menerapkan hukum di dalam penjara, di antara sesama tahanan. Jika mau melakukannya, Anda harus keluar.
Bagaimana dialog antarkelompok Palestina akan dilakukan?
Apa pun masalah di antara kami, akan menjadi nomor dua jika dibandingkan dengan masalah kami dengan Israel. Sebab, Israel akan mendapat keuntungan dari perbedaan kami. Dan kami akan semakin lemah di tengah situasi pendudukan ini. Kami tidak mau membuat perbedaan menjadi hal yang utama. Otoritas Palestina ingin menggunakan kekuatan untuk menyatukan, dan melakukan dialog untuk memecahkan masalah. Kami punya tradisi lama, dan itu harus dipelihara.
Bagaimana dengan kekuatan eksternal yang punya pengaruh terhadap berbagai kelompok Palestina?
Harus dimengerti bahwa Palestina bukan sekadar masalah internal kami. Ada pihak-pihak yang bermain di area kami. Kondisi seperti itulah yang mempengaruhi situasi. Pengaruhnya bukan dari permasalahan warga Palestina, tapi dari permasalahan Arab, atau masalah Islam yang dimainkan di wilayah kami. Banyak polarisasi di dalam wilayah regional ini. Kami mencoba—sepanjang sejarah Palestina—membangun relasi dengan saudara-saudara kami di negara Arab dan di kawasan. Palestina tidak untuk kepentingan presiden atau negara mana pun. Sebab, siapa pun mengklaim Palestina penting untuk mereka.
Mereka membantu atau justru memanfaatkan Palestina?
Ada keadaan ketika negara atau grup memanfaatkan Palestina dalam perspektif mereka sendiri. Jadi, Anda tidak tahu apakah mereka membantu atau justru memanfaatkan Palestina. Padahal kami lebih memilih menentukan aturan sendiri dengan bebas. Kami tidak bisa membiarkan diri kami dimanfaatkan atau menjadi bagian dari agenda pihak lain.
Jadi, Otoritas Palestina menginginkan negara-negara Arab mengurangi intervensinya dalam soal Palestina?
Jika saudara-saudara di negara Arab, kaum muslim, atau lainnya ingin memberikan dukungan, boleh saja. Tapi tidak untuk keuntungan mereka sendiri. Kami sudah melihat ada pihak yang senang jika Palestina terpecah dan mereka memanfaatkannya demi tujuan mereka. Itu tidak membantu kami menyelesaikan masalah. Saya ingin menyampaikan kepada saudara-saudara saya, tolong jangan campuri urusan kami. Jika ingin membantu, dukunglah persatuan negara Palestina. Jangan mendukung faksi atau grup tertentu di antara kami. Justru Israel yang akan mengambil keuntungan dari terpecahnya Palestina. Israel juga yang mengambil keuntungan dari perpecahan di negara-negara Arab dan perpecahan umat muslim.
Seberapa besar sesungguhnya pengaruh Iran terhadap Hamas?
Saya tidak suka menjawab pertanyaan ini. Sekali lagi, bantu saja Palestina secara tulus. Jangan mendukung faksi atau grup tertentu di antara kami! Itu kebohongan besar. Bila Israel menyerang Gaza karena punya masalah dengan Hamas dan misil-misil mereka, lalu apa masalah Israel dengan Tepi Barat? Kenapa setiap hari mereka menginvasi Nablus, Jenin, dan lainnya? Kenapa mereka menangkap dan menahan lebih dari 11 ribu warga Palestina di penjara? Apa masalah mereka? Apakah warga Palestina menembakkan roket ke Israel? Tidak! Tidak ada roket di Tepi Barat. Mereka menghancurkan semuanya, meski tidak ada Hamas di sana. Israel itu sangat cerdas. Mereka mampu mengubah perhatian dunia dan mencari pembenarannya.
Seberapa efektif roket-roket Hamas itu?
Bukan hanya Hamas, semua militan di Gaza punya akses untuk mendapatkan roket, bahkan beberapa membuatnya dari bahan lokal yang bisa dibilang tak efektif dan tak signifikan. Berapa banyak tentara Israel yang terbunuh oleh serangan roket semacam itu sepanjang tahun lalu? Hampir tidak ada. Dalam masa enam bulan gencatan senjata, Hamas dan kelompok militan lain tidak menembakkan roket, tapi Israel terus memblokade Gaza. Itu sama saja artinya dengan saya mengatakan tidak akan menembak bahkan melempar batu ke Anda, tapi saya mengunci Anda di rumah Anda sendiri, tidak mengizinkan Anda keluar, mendapatkan bahan bakar, listrik, segalanya.
Jadi, Israel memang punya rencana menyerang?
Akar masalahnya adalah okupasi militer. Israel sengaja menciptakan situasi seperti itu di Gaza. Bukan untuk membuat lemah, melainkan mencari pembenaran menyerang. Ketika saya mengunci Anda di rumah, menghentikan suplai listrik, bahan bakar, segalanya, Anda akan marah, lalu mulai melempar batu. Nah, saya punya pembenaran menyerang Anda. Jangan lupa, warga Gaza berada di bawah blokade Israel. Suplai makanan, air, bahan bakar, dan listrik diputus. Haruskah kami tetap diam dalam penderitaan? Roket-roket itu hanya penggambaran kemarahan dan untuk menyatakan bahwa warga tidak lagi bisa diam. Israel mengontrol udara, laut, dan perbatasan Gaza. Itu sama artinya dengan okupasi dari luar, occupation by remote control. Dengan begitu, mereka menghemat biaya karena tidak perlu menempatkan pasukannya langsung. Tapi, dari luar, mereka bisa menggunakan angkatan udara dan artileri yang tidak dimiliki tentara Palestina. Di Gaza, kami hanya punya senapan dan pistol polisi. Dengan itu kami melawan pasukan Israel, salah satu pasukan terkuat di dunia.
Jadi, motif sebenarnya adalah ambisi teritorial?
Israel tetap membuat Gaza terpisah, tapi tujuan mereka adalah Tepi Barat. Bagaimana caranya mereka bisa mencaplok Tepi Barat, mengambil lebih banyak lahan, membuat permukiman, mengambil Yerusalem. Buat Israel, Gaza itu tak berarti. Itu sebabnya mereka mundur dari sana secara sepihak. Yang terpenting bagi Israel adalah membuat Gaza tetap terpisah dari Tepi Barat, sehingga tidak ada negara Palestina merdeka. Bagi kami, di negara Palestina merdeka harus ada Jalur Gaza dan Tepi Barat. Israel melakukan taktik yang sangat baik. Sayangnya, kami juga melakukan kesalahan dengan memberikan kemudahan kepada mereka. Palestina terbagi dua, karena siapa yang bisa mengontrol Hamas? Kalau Anda bertanya, apa bisa Otoritas Palestina mengontrol Hamas, tentu bisa jika kami punya kesepakatan (dengan Hamas).
Lalu bagaimana prospek perundingan damai dengan Israel?
Kita semua ingat, setelah pertemuan Annapolis, Amerika Serikat, tahun lalu (November 2007—Red.), komunitas internasional menunggu tindakan Israel untuk menyelesaikan konflik, sekaligus merealisasi kemerdekaan Palestina. Tapi itu tidak mereka lakukan. Pembicaraan perdamaian Timur Tengah itu seperti dua orang membicarakan buah melon, sementara yang seorang terus makan buah melonnya. Ketika pembicaraan selesai, buah melonnya sudah tak ada lagi.
Banyak kelompok di Indonesia yang bersemangat mengirim relawan jihad ke Jalur Gaza. Apakah bantuan seperti itu memang Anda butuhkan?
Relawan untuk apa? Berperang? Kami justru ingin menghentikan perang. Tapi kami menghargai solidaritas warga Indonesia kepada Palestina sebagai sesama muslim. Kemarahan dan emosi mereka merupakan dukungan berharga.
FARIZ NAFI’ ATIEH MEHDAWI
Tempat dan tanggal lahir: Tulkarem, 19 Oktober 1951
Pendidikan
- Universitas Beirut, Libanon, 1973
- Universitas Sind Hyderabad, Pakistan, 1980
- Magister Kimia Fisik, Universitas Sind Hyderabad, Pakistan, 1980
Karier
- Anggota Dewan Administrasi General Union of Palestine Student, 1978-1983
- Wakil Presiden General Union of Palestine Student, 1984-1990
- Anggota Parlemen Palestina, 1984-1990
- Duta Besar Palestina untuk Tanzania, Seychelles, Mauritius, dan Komoro, 1990-2006
- Duta Besar Palestina untuk Indonesia, 2006-sekarang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo