Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HAMPIR tak ada kejutan berarti dalam perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II. Salah satu riak adalah terjungkalnya Fadel Muhammad dari kursinya di Kementerian Kelautan dan Perikanan pada menit-menit akhir. Bekas Gubernur Gorontalo itu digantikan rekannya di Partai Golkar, Sharif Cicip Sutardjo. Cicip, seperti Fadel, adalah wakil ketua umum di Partai Beringin.
Sebelumnya, Fadel tak terdeteksi sebagai menteri yang bakal dicopot. Kinerjanya, menurut Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, termasuk bagus dan mendapat rapor biru. Kementeriannya berhasil meningkatkan produksi ikan dan garam, yang tadinya sebagian mesti dipenuhi melalui impor. "Bikin garam mudah, kok. Presiden SBY juga mengakui," kata Fadel.
Persaingan antara Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono, yang menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, dan Ketua Umum Aburizal Bakrie diduga penyebab terjungkalnya Fadel. Pengusaha sekaligus politikus itu dinilai berisiko politik lebih kecil untuk dicopot ketimbang Agung, yang punya kaki lebih kuat di daerah. Fadel dinilai hanya memiliki pengaruh di wilayah timur Indonesia, yang penduduknya sedikit. "Mungkin benar juga. Saya tidak tahu itu," ujarnya.
Fadel lebih sering menjawab secara diplomatis bila ditanya tentang persaingan internal di tubuh Partai Beringin. "Itu masih misteri," ujarnya berulang kali. Ia kemudian menambahkan, "Buat saya, berada di dalam atau di luar pemerintahan itu tak jadi masalah."
Ditemui di kantornya di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pekan lalu, Fadel sedang menyiapkan yayasan untuk pemberdayaan petani garam. Dengan bersemangat, dia menjelaskan potensi gula, jagung, dan kentang, yang sekarang masih diimpor, padahal sebetulnya bisa diproduksi oleh petani Indonesia. "Yang penting perspektifnya prorakyat," kata Fadel.
Ketika menjadi Gubernur Gorontalo, provinsinya pernah mengalami surplus sapi dan diekspor ke Malaysia. Secangkir kopi susu instan menemaninya menjawab pertanyaan Yophiandi, Yogita Meher, Anton Septian, Dianing Sari, dan fotografer Dwiyanto dari Tempo. "Saya sedikit mengantuk," ujarnya.
Kapan Anda diberi tahu akan dicopot sebagai menteri?
Pukul setengah empat sore, Selasa lalu, Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi menyatakan saya tetap jadi Menteri Perikanan. Tapi, tak ada hujan, tak ada angin, menjelang pengumuman itu, sekitar pukul delapan malam, saya diberi tahu Sudi lagi, ada sesuatu hal, sebuah surat atau apa begitu, sehingga nama saya tidak disebutkan. Saya tanya alasannya apa. Ketika akan dijelaskan, telepon tiba-tiba terputus, Pak Sudi dipanggil Presiden.
Anda terlihat kecewa ketika mengikuti acara pelantikan menteri baru di Istana....
Buat saya, tak jadi masalah berada di dalam pemerintahan atau tidak. Saya tetap berbuat untuk ekonomi rakyat. (Dia membaca pesan pendek di telepon seluler berisi dukungan dari Adi Sasono dan Sri Edi Swasono). Ini SMS dari orang-orang yang mendukung ekonomi rakyat. Saya bersedia diwawancarai pun bukan berarti karena saya kecewa. Tidak.
Kabarnya ini berhubungan dengan persiapan Partai Golkar untuk Pemilu 2014?
Tidak. Golkar siap untuk pemilu dengan kondisi apa pun. Kami sudah membagi tugas. Untuk pemilu legislatif, tanggung jawab wilayah barat ada di Pak Cicip (Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan sekarang), dan saya wilayah timur Indonesia. Untuk pemilihan presiden, kami menggodok kader-kader terbaik. Semua DPD satu suara untuk memajukan Ketua Umum (Aburizal Bakrie) sebagai calon presiden. Tapi dia belum pernah bilang bersedia dicalonkan.
Dengan posisi sepenting itu, mewakili wilayah timur, Anda kecewa dicopot?
Saya tetap punya komitmen memenangkan pemilu legislatif. Saya tetap mendukung organisasi, dan saya tetap berkomitmen sebagai Wakil Ketua Umum Partai Golkar. Tak ada yang mengubah saya.
Apakah ada suara keberatan dari Partai Golkar tentang pencopotan Anda?
Ada. Ketua-ketua Partai Golkar daerah, terutama wilayah timur, sudah ada yang mempertanyakan ke DPP (Dewan Pimpinan Pusat). Karena dulu kan (saat penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu II) wakil Golkar ada tiga, dua dari barat, satu dari timur. Oke, kami terima, kata mereka. Tapi sekarang wakil dari timur keluar, diganti wakil barat juga, kami tidak terima. Bang Akbar (Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Akbar Tandjung) juga memprotes. Bang Akbar menelepon saya, "Sudah, Adinda diam saja. Ini urusan Golkar dan harga diri institusi."
Ketua Partai Golkar Aburizal Bakrie tidak mencegah sama sekali saat Presiden Yudhoyono akan mencopot Anda?
Tentunya, menurut Pak Ical, ia mencegah.
Apakah Aburizal menceritakan paparan Presiden ketika mengumpulkan ketua umum partai koalisi di Cikeas sebelum reshuffle?
Ya, dia cerita. Saat itu SBY memaparkan, pertimbangannya ada delapan poin. Poin ketiga dan keempat mungkin tentang saya, yaitu tentang konflik di kabinet. Tapi tak ada penggantian nama saat itu. Kalau ada, Pak Ical akan bicara lagi (dengan Presiden).
Kabarnya, pertimbangannya karena Agung punya kaki di daerah, sehingga lebih potensial menjadi vote getter. Jadi, penggeseran Anda tidak terlalu berpengaruh buat Partai Golkar dan SBY?
Mungkin benar juga. Mungkin Agung lebih hebat dukungannya dari daerah.
Ada persaingan antara Anda dan Agung Laksono?
Mungkin saja. Saya tak bisa bilang tidak. Rivalitas individu, bagaimanapun, selalu ada di mana-mana. Hanya, saya bersahabat baik dengan Pak Agung dan bekerja sama di berbagai bidang, sehingga tak ada indikasi itu. Dia selalu berbicara tentang hal yang umum, sehingga secara pribadi saya tak ada masalah.
Bagaimana dengan kabar persaingan Aburizal dengan Agung Laksono?
Itu kan kabar di koran-koran. Saya tidak tahu itu.
Anda merasa menjadi korban persaingan itu?
Tidak. Tapi kalau memang itu yang terjadi, ya tidak apa-apa. Kalau memang ini permainan politik, ya terserah saja.
Anda merasa berbuat kesalahan kepada SBY?
Saya tak merasa begitu. Pikiran saya, saya sudah melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Penyerapan anggaran saya bagus. Audit kementerian saya wajar tanpa pengecualian, padahal menteri sebelumnya disclaimer. Presiden senang dengan kerja saya. Dia menyebut saya beberapa kali dalam rapat kabinet. Saya merasa on the right track. Ya, mungkin ini jalan Allah SWT, makanya saya terima saja.
Mungkin karena target di kementerian Anda tidak tercapai?
Oh, malah lebih dari target. Setiap ada rencana target, realisasinya melebihi target. Anda bisa lihat laporan saya (Fadel memberikan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan 2010 dan 2011).
Atau Anda punya masalah dengan Golkar, dengan Aburizal?
Saya selalu berpikir positif tentang orang lain. Tak pernah negatif, si anu begini, saya begitu, enggak. Saya sudah mengalami hal-hal berat. Ketika memimpin Musyawarah Nasional Partai Golkar di Pekanbaru, saya berdebat hebat dengan Pak Jusuf Kalla. Saya ambil mikrofon dari Pak Kalla, dan direbut lagi sama orang lain, saya rebut kembali, dan saya berikan untuk Pak Ical. Tapi semua berakhir dengan baik. Saya juga berinisiatif memberikan laporan kinerja saya kepada Ketua Umum Partai Golkar, untuk pertanggungjawaban saya sebagai wakil Golkar. Semua laporan itu semasa saya menjadi menteri: tentang garam, minapolitan, pemberdayaan masyarakat nelayan miskin, dan membuat peta nelayan miskin.
Apa dugaan Anda tentang alasan pencopotan itu?
Tidak tahu. Ini masih misteri buat saya. Tak ada penjelasan. Pak Ical hanya menjelaskan, dia dipanggil SBY. SBY minta nama dari Golkar, kemudian diberikan nama Theo Sambuaga dan Cicip. Kedua nama ini, kalau diperlukan, untuk menggantikan saya dan Pak Agung
Beberapa kali Anda terlibat "pertengkaran" dengan menteri lain, yang terakhir berlawanan pandangan dengan Menteri Perdagangan (saat itu) Mari Pangestu?
Ya, ada beberapa kebijakan saya yang berlawanan dengan Ibu Mari, misalnya soal reekspor ikan dan impor garam. Ideologi saya ekonomi rakyat. Nelayan dan masyarakat ini kan mesti dibela. Kami ditengahi Pak Hatta Rajasa, garam jangan diimpor, harga garam dinaikkan dari Rp 325 ke Rp 750.
Bukankah kualitas produk garam kita masih kalah dibanding garam impor?
Siapa bilang? Malah produk petani garam kita lebih bagus daripada India dan negara mana pun yang kita mau impor itu. Kita punya daerah-daerah potensial penghasil garam. Saya buat peta garam, ada di mana-mana. Kita punya banyak tempat paling potensial untuk membuat garam, seperti di Cirebon, Indramayu, Sampang, Pamekasan, Sumenep. Itu saja sudah 1 juta ton. Lainnya bisa dari daerah lain. Nah, kebutuhan kita kan 1,4 juta ton per tahun. Sampai setengah tahun ini, sudah ada 535 ribu ton. Ini hasil pemberdayaan garam rakyat di pantai utara Jawa, belum Madura. Tak ada masalah dengan produksi garam. Makanya saya pikir tahun depan kita bisa ekspor garam.
Berapa total produksi garam yang bisa dicapai dengan program ini?
Sekitar 1,8 juta ton. Cukup buat Indonesia, sisanya diekspor. Kita bisa mengekspor karena, selain daerah-daerah potensial tadi, masih ada 40 daerah lain yang bisa membuat garam.
Pemerintah selama ini memang kurang memperhatikan masalah garam?
Memang selama ini tak pernah diperhatikan, dan tak ada anggaran dana negara. Di Kementerian Perindustrian tidak ada anggaran. Di Kementerian Perdagangan tak ada anggaran juga. Saya memanggil Direktur PT Garam, saya tanya apa kesulitan meningkatkan produksi garam rakyat. Duit dan teknologi, katanya. Saya bilang, oke saya usahakan dapat duit, akhirnya dapat dari Pertamina Rp 64 miliar. Sebelum reshuffle, saya bicara sama dia, dia bilang sudah terserap Rp 40 miliar dan produksi jauh meningkat. Saya punya pola pikir, bagaimana yang kurang ini bisa diusahakan dari peningkatan produksi rakyat, bukan impor. Kita jangan mau gampangnya saja. Rakyat mesti berproduksi, pemerintah mendukung dengan memberikan pupuk dan benih gratis. Itu yang mesti dilakukan. Itulah yang membuat saya berbeda dengan menteri-menteri lain.
Dengan menteri siapa lagi Anda pernah berlawanan?
Dulu dengan Sri Mulyani. Saya memikirkan pengusaha muda, yang kalau berusaha dan ingin meminjam duit di bank Rp 25 juta saja tidak bisa. Dia ingin meminjam, tapi tidak punya jaminan. Saya naikkan Askrindo. Ada uang Rp 100 miliar, kemudian saya kasih pinjam melalui itu kepada mereka. Sri Mulyani bilang tidak boleh seperti itu. Ketika di Bali, SBY mendengar saya juga berbeda pendapat dengan Sri Mulyani tentang upaya membantu nelayan miskin. Saya ingin mengalihkan dana kementerian saya untuk membantu mereka, dia melarang juga. Dia bilang, biar saja mereka tumbuh dan berkembang (tanpa bantuan).
Kalau Anda punya prestasi bagus, kok bisa tetap dicopot?
Jangan tanya saya. Saya kan sudah bilang tidak tahu. Jangan paksa saya menjawab. Saya tak tahu salah saya apa. Saya merasa pikiran saya sama dengan SBY, prorakyat.
Bagaimana hubungan pribadi Anda dengan SBY?
Baik. Saya laporkan kerja saya, dan kalau ada yang saya tidak sreg, saya diskusi dengan Pak SBY. Biasanya saat golf bareng, saya akan minta waktu sebentar untuk bicara. Dan dia welcome.
SBY sudah mengutus orang untuk berbicara dengan Anda?
Belum.
Anda pernah ditegur oleh SBY?
Waktu ribut wilayah dengan Malaysia. Saya ditegur: Saudara Fadel, jangan melewati domain diplomasi, itu bukan domain Kementerian Perikanan. Saya telepon Pak Marty (Menteri Luar Negeri), ini pendapat saya. Solusinya, apabila kapal-kapal kita melampaui perbatasan, dorong ke sini, begitu juga kalau kapal kecil nelayan Malaysia melewati perbatasan, saya akan dorong ke sana. Kalau kapal besar 100 gross ton, tahan. Dirjen Pengawasan Perikanan juga saya ganti dengan jenderal TNI bintang dua. Soal garam, teguran melalui Hatta Rajasa. Kan Pak SBY memang tidak suka konflik.
Bagaimana dengan tuduhan bahwa keluarga Anda kerap ikut campur dalam proyek di Kementerian?
Itu masalah terlalu kecil. Itu kan anggota DPR dari Demokrat, saya tahu itu. Sudah selesai urusannya, karena dia ingin masuk ke situ, dia berbisnis di sana, waktu pembangunan pelabuhan Sibolga itu.
Ada kabar tak sedap juga tentang proyek pengadaan seribu kapal nelayan….
Itu tidak ada masalah. Kan proyek itu saya serahkan ke daerah-daerah. Bagaimana bisa ada keluarga saya ikut? Tidak mungkin ada itu.
Bagaimana sekarang hubungan Anda dengan Jusuf Kalla?
Baik. Memang dulu saya berlawanan saat mau mencalonkan diri menjadi anggota DPR dari Gorontalo. Agung juga tidak mau saat itu. Ya, mungkin itu bisa dikatakan persaingan politik. Dia berkeras supaya saya tidak ikut. Dulu kan saya berpikir, yang populer bisa jadi vote getter. Lalu suara partai bisa naik. Suara untuk saya kan bisa untuk calon nomor yang berikutnya.
Fadel Muhammad Tempat dan tanggal lahir: Ternate, Maluku Utara, 20 Mei 1952 Pendidikan: Sarjana Teknik, Departemen Fisika Teknik, Institut Teknologi Bandung Pekerjaan: Pengusaha Karier: l Wakil Ketua Umum Partai Golkar l Menteri Kelautan dan Perikanan (2009-Oktober 2011) l Gubernur Gorontalo (2004-2009) l Direktur PT Bukaka Teknik Utama |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo