Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DUA bulan menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional, Anang Iskandar seperti duduk di kursi panas. Penggerebekan pesta narkoba di rumah pesohor Raffi Faridz Ahmad kembali memancing kritik lama terhadap BNN. Lembaga yang dipimpinnya dianggap lebih senang menangkap orang terkenal dengan temuan kecil ketimbang membongkar gembong mafia narkoba dengan barang bukti bejibun.
Di sisi lain, data menunjukkan jumlah pengguna narkoba terus bertambah. Korbannya bermunculan di setiap golongan masyarakat, dari para bocah hingga orang tua, dari politikus sampai pemuka agama, bahkan polisi dan tentara.
Walhasil, lulusan terbaik ketiga Akabri angkatan 1982 ini hanya bisa terdiam ketika BNN dianggap gagal. Dia mengakui BNN, yang baru berumur empat tahun, memiliki banyak kelemahan. Total pegawainya hanya 1.341 orang. Mereka harus menangani kasus narkoba di seluruh Nusantara. Jika disebar merata, satu kabupaten atau kota hanya kebagian 2-3 personel BNN. Itu tentu tak cukup untuk menangani pengguna narkoba yang mendekati empat juta jiwa. "Mereka mau diapakan? Lalu bagaimana menyelamatkan sekian ratus juta jiwa penduduk lainnya yang belum menjadi korban narkoba?" katanya kepada Tempo.
Jumat sore dua pekan lalu, wartawan Tempo Agoeng Wijaya dan Purwani Diyah Prabandari serta fotografer Dian Triyuli menemui Anang di ruang rapat yang hanya dipisahkan deretan kaca buram dari ruang kerjanya. Sehari-hari dia lebih sering duduk menghadap meja sepanjang empat meter yang penuh tumpukan berkas itu. Wawancara sempat berhenti 20 menit ketika bapak lima anak ini keluar dari ruangan untuk salat magrib. Kepala Bagian Humas BNN Sumirat Dwiyanto sesekali membantu Anang menjawab pertanyaan.
Mengapa hanya Raffi yang menjadi tersangka, sedangkan yang meracik dan sebagainya tidak ditahan?
Selain berperan sebagai pengguna, Raffi berperan memiliki. Kedua peran inilah yang menyebabkan Raffi ditahan. Tapi, ingat, tujuan kami adalah menyelamatkan semua pengguna narkoba, termasuk Raffi. Karena itu, kami bawa dia ke tempat rehabilitasi, meski dia menjalani proses pidana.
Bagaimana dengan si pemasok barang ke Raffi? Ada yang menyebut Kolonel T. Siapa dia? Apa perannya?
Sampai sekarang belum ada nama itu dari kami.
Jika methylone tak tercatat dalam daftar Undang-Undang Narkotika, bagaimana Anda akan memidanakan Raffi?
Undang-Undang Narkotika menyebutkan ratusan zat yang terdaftar sebagai narkotik, tapi itu zat pokoknya saja. Dalam kasus ini, yang terdaftar katinona. Methylone adalah turunan barunya.
Jadi ini seperti penemuan pertama kali pil ekstasi pada medio 1990-an?
Ya. Seperti amphetamine, di bawahnya ada methamphetamine, lalu turunannya ada lagi methylenedioxy methamphetamine (MDMA) atau ekstasi. Methylone sejajar dengan MDMA ini. Tapi daya rusaknya lebih berbahaya.
Wanda Hamidah (selebritas dan anggota DPRD DKI Jakarta) ikut dalam pesta di rumah Raffi. Mengapa sekarang malah dia akan dijadikan duta peduli korban narkoba?
Yang menjadikan dia sebagai duta itu siapa? Itu masih diajak. Roy Marten dianggap oleh masyarakat sebagai duta BNN. Bukan. Dia adalah orang yang memberikan testimoni. Sama dengan Wanda, yang akan kami ajak.
Kok, diajak?
Dia fungsinya mengajak agar jangan berada di tempat yang salah. Narkoba itu dampaknya bermacam-macam. Orang yang tidak tahu apa-apa pun, kalau salah tempat, bisa jadi masalah. Itu sebabnya jangan berada di tempat yang salah.
Ada selebritas lain yang terang-terangan mengaku sebagai pemakai tapi tak pernah ditangkap. Mengapa?
Malah bagus kalau ada yang mengaku sebagai pengguna. Artinya, ada niat baik untuk sembuh. Bahkan, kalau dia melapor ke instansi penerima wajib lapor, dia justru akan beruntung ganda. (Instansi penerima wajib lapor ini bisa berupa puskesmas, rumah sakit, serta lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk pemerintah.)
Apa keuntungannya?
Di lembaga itu dia akan mendapat obat dan detoksinasi gratis. Dia juga mendapat kartu sebagai tanda sudah melapor. Nah, ketika dia kambuh memakai narkoba dan tertangkap, polisi harus membawa dia ke tempat rehabilitasi. Orang tersebut tidak bisa dituntut pidana.
Wah, enak sekali, ya…?
Enak. Itu diberikan karena dia memiliki niat untuk sembuh.
Apakah selamanya dia akan bebas dari pidana?
Kalau dia kambuh, tertangkap, direhabilitasi. Kambuh lagi, tertangkap lagi, direhabilitasi. Kambuh lagi untuk ketiga kalinya, baru ditangkap kepolisian. Apa hukumannya? Direhabilitasi lagi. Memang misi penanganan terhadap pengguna itu adalah menyelamatkan mereka.
Bukankah sangat sedikit pengguna yang mau diselamatkan. Banyak pusat rehabilitasi swasta yang sekarang tutup karena pengguna enggan direhabilitasi.
Ya. Masalah narkotik ini memang perlu kesadaran dan dorongan keluarga agar pengguna mau berhenti. Kalau berharap pengguna itu mau sembuh sendiri, impossible.
Apakah fasilitas rehabilitasi yang kita miliki mencukupi?
Kami memiliki empat balai rehabilitasi di Lido (Bogor), Baddoka (Makassar), Samarinda, dan Batam. Adapun milik swasta sekitar 90 balai. Total bisa menampung 2.000 orang. Tahun lalu jumlah pengguna yang ikut rehabilitasi sebesar itu. Memang miris. Ada kesenjangan yang jauh antara kemampuan kita merehabilitasi dan jumlah pengguna.
Berapa banyak pengguna narkoba saat ini?
Sukar menghitung angka persisnya. Tapi yang jelas kami memperkirakan prevelansinya sekitar 2,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Artinya sekitar 3,8 juta jiwa. Gede banget!
Berapa banyak narkoba yang mereka konsumsi?
Bayangkan, satu pengguna yang kecanduan ringan itu minimal mengkonsumsi 0,2 gram narkotik. Maka sehari rata-rata ada kebutuhan 800 kilogram narkotik. Itu minimal. Anda mau ngomong apa?
Apakah angkanya terus meningkat?
Ya. Kami hanya bisa menjaga tren rasio pertumbuhannya agar tak terlalu tinggi. Dari semula kami perkirakan jumlah pengguna bakal mencapai 2,32 persen dari total penduduk, kami bisa jaga menjadi 2,2 persen. Tapi jumlahnya semakin banyak karena jumlah penduduk Indonesia bertambah.
Di mana pengguna narkoba terbesar di Indonesia?
Paling tinggi di Jakarta, lalu Medan, Yogyakarta, Surabaya, dan Ambon.
Pada usia berapa pengguna paling banyak ditemukan?
Paling banyak usia 19 tahun hingga 26 tahun. Kebanyakan karena mereka sudah menggunakannya sejak remaja. Paling banyak memulai ketika masih duduk di SMP karena pertemanan.
Menyedihkan….
Sangat. Karena banyak yang mengkonsumsi inilah harga narkotik di Indonesia paling mahal di dunia. Saya pergi ke Iran, salah satu jenis narkotik harganya hanya Rp 50 ribu per gram, di sini barang yang sama bisa Rp 2 juta. Bayangkan. Jadi, karena mahal ini, Indonesia menjadi pasar potensial.
Sudah sampai ke lapisan masyarakat apa saja narkotik sekarang beredar?
Bisa masuk ke mana-mana. Pilot sudah ada. Anggota DPR ada. Polisi dan tentara akeh (banyak). Kiai ada. Pegawai negeri ada. Apa lagi yang belum ada? Wartawan? Banyak.
BNN dianggap hanya suka menangkap orang kelas atas. Temuannya juga hanya beberapa ons sabu atau 1-2 linting ganja.
Kami menggerebek dan dapat segitu bukan karena kami senang begitu. Penangkapan ini semua berasal dari laporan masyarakat. Bandar besar harus ditangkap, tapi pengguna kecil-kecil juga ditangkap. Menyelamatkan pilot pengguna narkoba, misalnya, itu berarti menyelamatkan semua penumpang pesawat.
Tapi kami menunggu BNN menangkap mafianya.
Lho, kami pernah membongkar pabrik narkoba terbesar di Asia. Bandar dan sindikat besar kami tangkap. Tapi lalu apa terus pilot pengguna itu dibiarkan saja agar pesawatnya jatuh atau tersesat? Kami ingin menginspirasi masyarakat dengan penangkapan orang terkenal. Kasus Raffi ini kan supaya masyarakat luas, penggemarnya, tak melakukan hal serupa. Menangkap bandar besar memang bagus. Tapi apa yang terjadi? Masyarakat tidak teredukasi, maunya hanya menangkap, tidak ingin merehabilitasi dan mencegah narkotik hadir di lingkungannya.
Dari mana narkotik masuk?
Pabrik bahan bakunya paling besar di Belanda, Cina, dan India. Bahan baku ini sebagian merupakan bahan yang sama untuk membuat obat. Sebenarnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengawasi impor bahan baku itu untuk kebutuhan industri farmasi dan kecantikan. Tapi ada kebocoran dan diselewengkan untuk membuat narkoba. Pernah kami tangkap. Tapi yang seperti ini tak terlalu banyak.
Masuk lewat mana barang itu?
Bisa lewat mana-mana. Indonesia ini moblong-moblong (terbuka sekali). Sekarang ini banyak masuk lewat Malaysia. Sebelumnya, datang dari India, Jepang, Papua Nugini, dan Timor Leste. Operatornya kebanyakan dari Afrika.
Lalu bagaimana mencegahnya?
Hanya Tuhan yang bisa. Kalau kami berfokus pada pemberantasan barang itu, habis duit, masalah tidak selesai. Yang paling penting adalah mengubah masyarakat kita agar tak mengkonsumsinya. Satu-satunya cara agar barang itu tidak masuk ke Indonesia adalah dengan menutup permintaan dari republik ini. Kalau di Indonesia tidak ada yang mengkonsumsi, tak akan masuk barang itu.
Anda setuju hukuman mati untuk pengedar narkotika?
Ya. Di dunia ini hukuman mati kan sejak dahulu kala sudah ada. Tak usah dirisaukan. Biasa saja.
Tapi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengabulkan grasi terpidana mati dan bandar narkoba Meirika Franola alias Ola.
Soal grasi itu kan ada di pihak lain, bukan kami. Indonesia itu kan bukan milik BNN saja.
Anda sepertinya kecewa?
Biasa saja. Cuma, seandainya dimintai pendapat, saya tidak akan merekomendasikan pemberian grasi. Kepala BNN kok menyetujui grasi bandar narkotik, yang benar saja.
Anda tidak dimintai pendapat?
Saya sudah pernah dua kali menolak ketika dimintai pendapat rencana grasi dua terpidana narkotik. Untuk grasi Ola memang kami tidak dimintai pendapat.
Jangan-jangan benar tudingan mafia narkoba sudah masuk ke lingkungan Istana Negara….
Ha-ha-ha… Kami belum tahu. Nanti kalau ada pasti kami kabarkan. Orang di lingkungan narkotik itu kan tidak bisa ditutup-tutupi. Satu tertangkap, pasti merembet. Itu proses.
Jadi, ada berapa banyak jaringan narkoba yang masih beredar?
Lumayan banyak. Kami sudah banyak membongkarnya. Misalnya jaringan Nigeria, sindikat Afrika Barat, Cina, dan jaringan lokal. Itu juga sampai sekarang masih ada dan dalam pemantauan kami. Menangkap mereka tak mudah. Harus ada barang buktinya. Seorang bandar terkenal tak mungkin membawa barangnya sendiri. Jadi kami harus menunggu momennya.
Mereka meregenerasi jaringannya?
Betul, modelnya memang seperti bisnis.
Artinya, masih ada juga pabrik narkoba di Indonesia ini?
Sangat mungkin ada. Kami menerima informasi beberapa pabrik dari luar negeri akan masuk ke Indonesia.
Di mana lokasi yang paling potensial menjadi markas mereka?
Dari pengalaman selama ini, biasanya mencari tempat-tempat yang nyaman, jauh dari pantauan. Misalnya wilayah Banten. Bisa juga mereka memanfaatkan apartemen.
Bahkan di balik penjara pun masih ada terpidana yang bisa mengendalikan jaringannya di luar, seperti Ola dan Yadi Mulyadi alias Bule. Bagaimana itu bisa terjadi?
Agar hal tak terjadi, kalau mengungkap bandar narkotik, jerat juga dengan pasal pencucian uang. Duit hasil bisnis narkotik itu harus ditelusuri untuk apa saja, harus diberantas juga. Dengan tak punya uang, gerakan mereka akan berkurang. Kalau tidak, mereka masih punya aset sehingga bisa berjualan lagi. Dengan duit itu juga dia bisa mempengaruhi putusan penegakan hukum.
Beberapa kasus narkoba terbukti melibatkan penegak hukum. Sejauh ini apa peran mereka?
Saya tidak tahu persis. Tapi, yang jelas, orang yang berdekatan dengan lingkungan narkotik cenderung hanyut. Narkotik ini duitnya banyak, ini yang membuat orang lain tertarik. Saya tak memungkiri itu ada di kepolisian dan TNI. Umumnya menjadi pengguna. Jaringan narkotik itu senang sekali menggaet aparat untuk memperlancar bisnis.
Adakah yang pernah menggaet Anda?
Mereka enggak asal pilih. Saya ini merokok saja tidak pernah.
Apakah Anda ingin mengatakan bahwa Anda memang bersih?
Ketika saya berumur 12 tahun, bapak saya yang tukang cukur di Mojokerto bilang, ”Nang, dalam hidup ini, terutama ketika kamu bekerja nanti, pilihanmu hanya ada dua, mendapat jenang atau jeneng.” Jenang itu dodol, jeneng itu nama. Mau cuma dapat makan dan harta atau dapat reputasi.
Lalu dia bilang, ”Yang bisa menyebabkan kamu terpuruk itu kalau melanggar mo limo.” Pertama maling, jangan kamu ingin memiliki harta orang lain. Kedua main, berjudi. Ketiga mabuk, minum minuman keras. Keempat madon, main perempuan. Terakhir madat, mengkonsumsi narkoba. Sampai sekarang saya tak pernah melakukan semuanya.
Maaf, kok sulit sekali mempercayainya….
Terserah sampean. Yang jelas, itu saya tularkan ke anak-anak saya sejak mereka berumur enam tahun. Alhamdulillah, saya bahkan tidak pernah melihat mereka merokok. Anak saya yang kedua namanya Rambo. Dia mengusir mbahnya karena merokok di dalam rumah. Waduh, sepertinya saya kebablasan mengajar mereka.
Anang Iskandar
Tempat dan tanggal lahir: Pendidikan:
Karier terakhir di Kepolisian RI:
Mojokerto, Jawa Timur, 18 Mei 1958
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo