Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=verdana size=1><b>Mallam Nuhu Ribadu</b></font><br /> Tidak Sulit Menangani Kasus Soeharto

10 September 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRIA bertubuh kurus dengan wajah ramah itu menjadi bin tang dalam Seminar Regional Asia Pasifik bertajuk Antikorupsi di Denpasar, Bali, pekan lalu. Hasil karya nya—membawa pulang harta jarahan para koruptor asal Ni geria senilai miliaran dolar Amerika dalam tempo empat tahun—menjadi referensi bagi peserta seminar dari 32 ne gara.

Mallam Nuhu Ribadu memilih jalan hidup berbeda saat korupsi menjadi suatu kewajaran di negaranya. Waktu itu, ia menjadi polisi yang dikenal lurus. ”Masyarakat kami tak pernah mempermasalahkan korupsi hingga EFCC berdiri,” ujar Ketua Eksekutif Economic and Financial Crimes Commission (EFCC) itu.

Bersama 1.500 anggota stafnya di EFCC, penggemar pizza ini lantas bekerja keras memburu koruptor. Me reka mengirim sejumlah gubernur, bekas menteri, dan kepala polisi ke balik terali besi. Mereka menelusuri alir an uang hasil korupsi sampai ke luar ne geri dan membawanya kembali ke Nigeria. Berkat ketekunan Ribadu, korupsi, yang tadinya bak kanker ganas di Nigeria, perlahan mulai terkikis. Negara penghasil minyak terbesar di Be nua Afrika itu kini berhasil membayar hampir semua utangnya.

Kepada Maria Hasugian dan Rofiqi Hasan dari Tempo, Ribadu memaparkan upayanya membawa Nigeria keluar dari keterpurukan. Ia tak habis pikir me ngapa pemerintah Indonesia tak kunjung mampu membawa pulang hasil jarahan para koruptornya. Berikut ini nukilan wawancara yang sesekali diselingi tawa karena humor-humor segar Ribadu.

Anda dipuji dalam menangani kasus mantan presiden Jenderal Sani Abacha yang melarikan uang hasil jarahannya ke beberapa negara. Bagaimana cara nya?

Saya tidak terlibat langsung dalam penanganan kasus Abacha, yang dimulai pada 1999. Sebab, saya baru diangkat jadi Kepala Eksekutif EFCC pada 2003. Tapi, sewaktu jadi polisi, saya juga menangani kasus itu. Abacha dan keluarganya mencuri uang negara hingga US$ 6 miliar (sekitar Rp 54 triliun). Kami berhasil membawa pulang US$ 1 miliar. Lalu kami menyusun satu cara untuk melawan korupsi. Ketika Abacha meninggal pada 1998 dan Obasanjo naik jadi presiden, kami menyuarakan ke mana-mana soal perlawanan kami ter hadap korupsi. Tidak adil negara-ne gara kaya mencuri uang negara miskin dan membiarkan korupsi terjadi.

Ke mana saja Anda pergi?

Kami ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, negara-negara penting di dunia, G-8, dan negara-negara kaya lainnya. Kami mengatakan, ”Anda tidak boleh meng ambil uang kami lalu menyimpannya di bank Anda.” Dari sini terjadi perubahan. Sebelumnya, tidak ada yang mereka lakukan.

Apa reaksi negara-negara yang Anda teriaki itu?

Swiss menanggapi suara-suara kami. Mereka jadi sangat malu. Swiss meng ubah aturan mainnya tentang kerahasiaan Bank. Kami lalu menelusuri uang itu ke bank-bank di Swiss. Kami bisa mendapatkan kembali uang hasil jarahan Abacha. Bertepatan dengan itu, PBB mulai berbicara soal antikorupsi yang sekarang jadi konvensi PBB.

Apakah semua negara itu langsung membantu Anda?

Inggris semula kurang membantu Nigeria. Namun kami melakukan pressure yang kuat. Sekarang Inggris malah membantu Nigeria lebih dari negara-negara lain. Tidak hanya untuk kasus Abacha, tapi juga kasus korupsi orang Nigeria lainnya. Kepolisian Metropolitan London saat ini tengah menangani lebih dari 10 kasus korupsi.

Berapa banyak uang yang akhirnya dapat Anda bawa pulang dari rekening Abacha di Inggris?

Mencapai US$ 2 miliar (sekitar Rp 18 triliun). Dan kami terus mengikuti dan menginvestigasi ke mana saja uang itu dialirkan Abacha. Juga sejumlah politikus yang mencuri uang dari Nigeria selama 22 tahun.

Apa instrumen yang Anda pakai untuk menelusuri uang itu?

Kami bekerja keras membuat sistem untuk mampu menelusuri ke mana saja uang jarahan itu disembunyikan. Sistem itu mampu melakukan audit forensik terhadap rekening pemerintah serta mengecek keberadaan uang yang disimpan dan dikelola di departemen-departemen atau di bank sentral. Semua kami buat secara detail.

Apakah Anda juga bekerja sama de ngan kalangan intelijen?

Kami membentuk unit intelijen finansial sendiri. Ini sangat penting untuk memberantas korupsi. Makanya sekarang setiap sen uang yang ber edar di Nigeria kami pantau. Kami punya undang-undang antipencucian uang. Semua lembaga keuangan harus mela porkan aktivitasnya ke EFCC untuk setiap transaksi di atas US$ 5.000. Undang-undang EFCC mewajibkan setiap orang membuktikan asal uang yang dimiliki. Kami juga melatih aparat pene gak hukum, bea-cukai, dan pasar modal dengan bantuan FBI Amerika dan kolega dari Inggris. Kami bekerja sama.

Menurut Anda, apa yang membuat EFCC bisa bekerja efektif padahal usianya baru empat tahun?

Kuncinya kemauan politik dan dukungan kepada badan antikorupsi seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) supaya benar-benar independen. Jangan sampai bisa dikontrol misalnya oleh parlemen dan politikus. Berikutnya, Anda perlu memiliki undang-undang yang bagus seperti undang-undang antipencucian uang. Anda perlu mengadopsi konvensi PBB tentang antikorupsi yang sangat baik itu, me nguatkan aturan-aturan lokal yang antikorupsi, dan harus profesional.

Ada pandangan yang menyatakan Anda bisa melakukan semua upaya ini karena Abacha sudah meninggal. Apa tanggapan Anda?

Mereka yang masih hidup sekarang pun kami tuntut ke pengadilan. Mereka politikus kaya, kepala polisi, dan beberapa gubernur. Tentu saja kami tidak menunggu sampai mereka mati.

Apa pendapat Anda tentang pengusutan harta mantan presiden Soeharto yang disembunyikan di luar negeri?

Saya tidak melihat ada hal yang sulit dalam menangani kasus Soeharto. Masalahnya hanya soal kemauan politik. Juga perlu orang yang berani untuk menangani kasus ini. Kasus Soeharto mirip dengan Abacha. Kita punya masalah sama: kita cenderung memberi hormat kepada orang yang justru tidak layak dihormati. Kamu melecehkan diri mu, kamu melecehkan kebijakanmu. Kamu punya kesempatan yang baik, tapi kamu membuat para pencuri itu tetap jadi pencuri karena kecenderungan itu. Ini masalah tentang manusia, jadi jangan ada toleransi bagi para koruptor itu. Bawa mereka ke depan hukum. Di Nigeria, kami menangkap para koruptor kakap dan ini membuat trickle down effect.

Banyak yang mengeluh sulitnya pengusutan korupsi karena sistem hukum yang korup.

Korupsi di Indonesia tidak seburuk di Nigeria. Kami sudah melakukannya. Jadi, Anda pun harus mampu melakukannya. Upaya ini tidak berjalan karena kebanyakan penyebabnya adalah konspirasi politik dan tidak ada standardisasi. Memang sulit mendapatkan keadil an. Padahal semua orang tahu tentang harta miliknya. Di Nigeria, orang dengan mudah mengetahui apakah Abacha memang pemilik kekayaan seba nyak itu. Soalnya, Abacha tidak pernah menjadi pengusaha, tidak pernah punya perusahaan atau berdagang. Jadi, bagaimana Abacha mendapatkan uang sebanyak itu? Jawabannya, harta itu milik masyarakat.

Selain itu, masalah kesehatan Soeharto membuat proses hukum tidak berjalan. Bagaimana Anda menilai situasi seperti ini?

Bukankah dia punya harta yang bisa dibuktikan secara hukum bahwa itu hasil korupsi? Jika ya, Anda tinggal meng ambilnya. Begitu ketemu harta itu, ambil. Begitu ketemu lagi, ambil.

Maksud Anda, lewat pengadilan?

Ya. Sebagai contoh, harta itu atas nama Soeharto atau Abacha? Jika Abacha, saya akan ke pengadilan membuat tuntutan agar harta itu dikembalikan kepada negara. Cara lain dengan membuat pembuktian terbalik atas kepemilikan harta kekayaan. Sepertinya Indonesia sudah memiliki semua instrumen itu, tapi kenapa tidak bisa jalan, ya? Saya pikir ada perbedaan antara masyarakat di sini dan di Nigeria. Di sana, masyarakat sudah pada tahap social anger. Toleransi masyarakat terhadap korupsi sudah pada tahap nol.

Apa agenda Anda berikutnya? Apa kah masih mengejar uang yang disembunyikan Abacha, keluarganya, dan koruptor lain?

Kami masih mengejarnya, baik di luar maupun di Nigeria. Kami tidak tidur. Kami pasti melanjutkan pengejaran. Berapa pun yang mereka sembunyikan, pasti kami lacak, apakah itu US$ 10 atau US$ 10 miliar. Ini bagus sebagai pesan kepada para koruptor bahwa ”kamu tidak akan pernah bisa mencuri uang kami”.

Bagaimana EFCC menjaga integritas stafnya dari penyuapan?

Kami punya code of conduct. Setiap hari masing-masing anggota staf berhak mengecek rekening rekan kerja nya, harta kekayaan mereka. Kami saling cek, terbuka untuk seluruh staf. Sistem pengawasan EFCC sangat ketat untuk 1.500 anggota staf. Sejauh ini, tidak ada yang melanggar code of conduct.

Bagaimana ceritanya Anda ditunjuk Presiden Nigeria Olusegun Obasanjo menjadi Ketua Eksekutif EFCC?

Undang-undang EFCC mengatur seorang pemimpin EFCC harus punya latar belakang penegak hukum. Saya sekarang pengacara. Sebelumnya, selama 22 tahun saya menjadi penyidik. Kemudian saya diangkat menjadi Kepala Departemen Hukum dan Penyidikan di Kepolisian Nigeria selama enam tahun. Setelah itu, saya diangkat menjadi Ke tua Eksekutif EFCC.

Adakah penolakan dari masyarakat karena Anda berasal dari institusi kepolisian yang korup?

Selama saya berkarier sebagai penyidik atau pengacara, saya menolak impunitas terhadap pelaku korupsi. Sepanjang hidup saya berusaha hidup bersih.

Bagaimana Anda bertahan dari godaan korupsi?

Di negeri saya, masih ada kok orang bersih. Menurut saya, se kalipun sistem rusak, hal ini bergantung pada diri sendiri. Toh, orang-orang secara naluriah tahu yang mereka lakukan benar atau tidak. Ada yang tetap tegar dalam pilihannya melakukan hal-hal benar untuk dirinya, masyarakatnya, dan negaranya.

Apakah keluarga mendukung Anda?

Dukungan keluarga amat membantu. Lingkungan sekeli ling memang mempengaruhi. Anda harus kebal dari sistem yang sangat buruk. Anda harus tetap bersih. Memang Anda jadi minoritas. Ini sangat sulit dalam lingkungan yang secara total korup, sementara tuntutan hidup juga berat. Tapi mungkin saya termasuk beruntung juga. Saya berasal dari ke luarga yang punya latar belakang baik. Ayah saya seorang politikus terkenal. Ia pernah menjadi menteri ekonomi, pernah menjadi duta besar. Saya punya pe luang untuk memberantas korupsi, meski orang-orang melihat saya aneh. Saya melawan petinggi-petinggi militer yang mengambil keuntungan dari jabatannya dengan mengubah aset negara menjadi aset pribadi. Saya tidak setuju dengan mereka.

Bagaimana Anda melawan para pe tinggi militer, sementara sistem hukum di negeri Anda saat itu sangat korup?

Saya melawan mereka lewat jalur hukum. Anda harus tetap mengoreksi sistem yang korup. Dengan begitu, perjuangan individu akan membuat perbedaan, bisa mengubah sistem yang korup. Anda hanya membutuhkan optimisme dan menyadari keberadaan diri. Saya percaya di Indonesia ada gerakan individu untuk mengubah sistem yang korup. Di Afrika Selatan, misalnya, ada Nelson Mandela. Kendati sendirian, Mandela menjadi agen perubahan untuk menentang apartheid. Afrika Selatan waktu itu sangat berkuasa dan sangat kaya, dengan militer yang kuat. Kalau dilihat Mandela berasal dari warga kulit hitam, dia nothing! Tapi dia punya keberanian kuat untuk berjuang dan dia menang. Di negara saya, dengan korupsi yang sa ngat parah, hanya beberapa orang yang berani mendebat dan melawan sistem hukum yang korup.

Mallam Nuhu Ribadu

Lahir: 11 November 1960

Pendidikan: Bachelor of Laws dan Master of Laws dari Ahmadu Bello University, Zaria, Nigeria.

Pekerjaan: Executive Chairman of Nigeria’s Economic and Financial Crimes Commission (EFCC), 2002—Sekarang

Penghargaan:

  • Police Award tahun 1997, 1998, dan 2000.
  • Man of The Year tahun 2004 dan 2005 oleh surat kabar berpengaruh di Nigeria yakni Thisday, The Sun, Leadership, Nigerian Tribune, New Age.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus