Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IGNASIUS Jonan tidak lama menganggur. Setelah dicopot dari posisinya sebagai Menteri Perhubungan oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Juli lalu, Jonan hanya punya waktu dua setengah bulan untuk berleha-leha. Pada 14 Oktober lalu, ia kembali masuk Kabinet Kerja sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Jonan mengatakan Presiden Jokowi pertama kali memanggilnya pada 26 Agustus lalu. Dalam pertemuan itu, kata dia, Presiden mengatakan akan kembali memberinya tugas. Pada 14 Oktober pagi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menemui Jonan sebagai kelanjutan pembicaraannya dengan Presiden. Sekitar pukul 11.00, Pratikno menelepon, memintanya datang ke pelantikan pukul 13.30. Jonan didampingi Arcandra Tahar—Menteri ESDM sejak 27 Juli sampai 15 Agustus 2016—sebagai wakil menteri.
Segunung tugas menanti pria 53 tahun ini. Jonan harus menyelesaikan program penyatuan harga bahan bakar minyak sampai mengawal proyek listrik 35 ribu megawatt. Walhasil, dua pekan pertama masa tugasnya ia habiskan untuk menemui sederet direktorat di kementeriannya dan badan usaha milik negara di bidang energi. "Mereka memberi banyak bahan yang harus saya baca," kata Jonan, Sabtu dua pekan lalu.
Sepekan setelah pelantikannya itu, Jonan menerima wartawan Tempo Sapto Yunus, Ali Nur Yasin, Khairul Anam, Robby Irfany, Reza Maulana, dan fotografer Frannoto untuk wawancara khusus di Hotel The Dharmawangsa, Jakarta. Dalam wawancara sekitar 78 menit itu, ia bercerita tentang detik-detik kembalinya ke kabinet, isu energi dan sumber daya alam, hingga tuntutannya akan efisiensi di badan usaha milik negara dalam lingkup kementeriannya. "Badan usaha diberi penghasilan besar karena kemampuan operasional dalam mengelola ketidakpastian," ucap Jonan.
Tak pernah mengurus sektor energi, Anda ditunjuk menjadi Menteri ESDM. Anda siap?
Saya yakin akan kepemimpinan Bapak Presiden. Jadi, kalau ditugaskan, jawabannya siap, laksanakan. Senang sekali beliau mempercayai saya lagi.
Ada pesan khusus dari Presiden? Misalnya pembenahan pos-pos tertentu?
Ada, tapi pembicaraan berdua dengan Bapak Presiden tidak untuk konsumsi media.
Kapan Anda tahu Arcandra Tahar jadi wakil Anda?
Sewaktu ditelepon Pak Menteri Sekretaris Negara pukul 11 siang itu.
Apakah masalah kewarganegaraan Arcandra akan mengganggu kinerja?
Enggak. Kan, itu sudah selesai.
Seperti apa pembagian tugas dengan Arcandra?
Kami kerjakan bareng. Seperti pesawat terbang, ada dua setir. Satu dipegang pilot in command, satunya flight officer. Tanggung jawab keseluruhan di pilot in command. Ada pembagian tugas, tapi longgar saja. Wakil Menteri ESDM punya pengalaman teknis yang banyak. Jadi kami saling mendukung.
Di Kementerian Perhubungan, Anda menempatkan keselamatan sebagai fokus kerja. Sekarang apa?
Soal safety adalah cita-cita saya seumur hidup. Di energi, yang jadi fokus adalah mengikuti Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Itu juga arahan Bapak Presiden.
Tantangan pertama Anda sekarang adalah penyatuan harga BBM?
Bukan tantangan, itu cita-cita. Itu keputusan Presiden yang, menurut saya, luar biasa. Harus terlaksana.
Perhitungannya, butuh Rp 800 miliar per tahun untuk penyaluran di Papua. Itu jadi beban siapa?
Operator.
Kalau mereka rugi?
Yang bilang rugi siapa?
Bukankah biaya itu akan mengurangi keuntungan?
Yang penting badan usaha atau kesejahteraan rakyat? Pertamina punya untung Rp 30 triliun setahun.
Jadi Rp 800 miliar itu tidak berarti?
Bukan tidak ada artinya. Itu besar. Kalau Rp 800 miliar itu menjadi tambahan biaya, misalnya untuk PT Kereta Api, yang untungnya cuma Rp 1,3-1,4 triliun per tahun, ya signifikan. Tapi, bagi perusahaan yang punya untung Rp 30 triliun, Rp 800 miliar itu cuma kurang-lebih 2,5 persen.
Lalu apa peran pemerintah?
Kami akan bikin peraturan supaya cita-cita ini bisa berjalan. Kami akan menerapkan subsidi silang. Detailnya belum kami bahas. Misalnya, setiap pengusaha yang membuka dua atau tiga stasiun pengisian bahan bakar umum di Jawa dan Sumatera wajib membuka satu di Papua atau daerah terpencil lain. Prinsip Presiden mengenai satu harga kan bukan cuma Papua, tapi dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Pulau Rote.
Apa insentif bagi pengusaha yang mau membuka SPBU di lokasi terpencil?
Apa perlu pakai insentif? Kalau tidak buka di sana, tidak saya izinkan buka di Jawa dan Sumatera.
Apakah kebijakan seperti ini tidak akan mengganggu iklim bisnis?
Saya tanya, yang kita pentingkan itu bisnis atau kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan?
Jadi itu kewajiban operator?
Ya. Kan, semua sama. Industri telekomunikasi juga ada universal service obligation (pelayanan komunikasi di daerah terpencil).
Apakah perlu dukungan kementerian lain? Misalnya Kementerian Pekerjaan Umum dalam membangun jalan?
Prinsipnya, arahan Bapak Presiden, 1 Januari 2017, BBM sudah harus satu harga dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Titik. Semua harus usaha ke situ.
Jadi tugas itu bukan semata tanggungan Kementerian ESDM?
Kalau saya jadi badan usaha, saya tidak akan terlalu banyak menggantungkan kerja pada lembaga-lembaga lain. Ya, saya harus usaha, ndak tahu bagaimana caranya. Tidak ada alasan. Kalau sudah ditetapkan, harus dijalankan.
Aturan tentang penyatuan harga BBM ini akan merevisi peraturan menteri sebelumnya?
Iya. Peraturan ini akan diperiksa, cek di lapangan dari waktu ke waktu, dan seterusnya. Begini, harga yang diterima konsumen harus sama, terserah caranya.
Dalam sepekan ini, Anda sudah bertemu dengan siapa saja?
PLN dan Pertamina sudah. Mereka memberi bahan banyak yang harus saya baca. Saya tidak ingin nanti tanya hal yang sudah diulas. Tidak fair kalau menteri baru, kerja malah mundur. Mereka sudah sampai titik itu, saya yang harus mengejar. Saya keliling, SKK Migas (Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) sudah. Senin (pekan lalu) ke Sekretariat Jenderal, lalu ke Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, Minyak dan Gas Bumi, dan lainnya.
Ada arahan untuk menekan cost recovery di SKK Migas?
Saya tekankan bahwa ini adalah sektor industri yang harganya tidak bisa ditentukan semena-mena. Semua harga internasional. It's a global market. Mau minyak, gas, batu bara, tembaga, emas, atau apa pun, pasar yang menentukan. Karena harga pasar, game-nya adalah operasi yang efisien, termasuk cost recovery.
Dua tahun lalu Badan Pemeriksa Keuangan melaporkan ada Rp 4 triliun cost recovery yang tidak sesuai di SKK Migas, tahun lalu Rp 2,56 triliun. Apa yang akan Anda lakukan?
Harapan saya, pada tahun mendatang tidak ada temuan BPK yang sangat signifikan. Gampang saja. Perintahnya, hasil pemeriksaan harus wajar tanpa pengecualian. Terserah caranya apa. Mengganti pejabat itu hanya salah satu urusan, yang penting cara memperbaikinya.
Apa rencana Anda terhadap proyek yang sedang berjalan, seperti Blok Masela dan kontrak Freeport?
Masih saya pelajari dulu. Kalau mau, sebulan atau tiga bulan lagi baru wawancara.
Apa tidak kelewat lama?
Tidak. Kan, ini sudah dibahas bertahun-tahun.
Dari sekian program yang berjalan, mana yang jadi prioritas?
Semua urgen. Arahan Pak Presiden, semua harus dikerjakan, lebih cepat lebih baik. Pak Wapres juga bilang begitu. Makin ditunda, kemanfaatannya makin berkurang.
Subsidi listrik jadi dipangkas tahun depan?
Apa yang sudah diputuskan oleh DPR saya ikuti. Kalau toh saya mau revisi, itu nanti. Kalau sudah diputuskan, lalu saya sebagai menteri baru tidak mau, minta pembahasan lagi dan sebagainya, itu tidak fair. Ada tantangan tersendiri. Misalnya, dari sekian puluh juta pelanggan 900 VA, yang mendapat hak subsidi 14 juta. Jadi, di suatu kampung, ada yang dapat, ada yang tidak. Memang harus beda karena ada yang dianggap layak mendapat subsidi dan tidak. Soal subsidi, pembahasannya multisektor. Data kami dapatkan dari Kementerian Sosial.
Anda sukses menggaet pinjaman Jepang untuk pembangunan pelabuhan Patimban di Subang. Bagaimana dengan Inpex—yang juga dari Jepang—di Masela?
Saya mendapat laporan, penyusunan plan of development direncanakan empat tahun. Saya bilang kelamaan, kalau bisa dua tahun.
Kalau mereka tidak mampu?
Saya tidak suka pertanyaan hipotesis.
Sudah bertemu dengan kontraktor soal Masela?
Belum. Nanti akan dibicarakan. Tapi tim teknis terus memantau. Kami coba realistis, tapi tidak terlalu pelan.
Ada beberapa kebijakan ESDM yang belum jalan, misalnya pembelian listrik dari mikrohidro. Apa sudah dibicarakan?
Belum kami bicarakan detail dengan PLN. Yang penting adalah sebagai regulator tidak boleh mempersulit dan harus realistis. Operator harus dibantu supaya kerjanya jalan. Regulator kan mewakili masyarakat, bangsa, dan negara. Jadi tujuannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Saya bisa salah, tapi saya melihat per jenis pembangkit listrik memiliki harga jual berbeda-beda ke PLN. Baik batu bara, gas, mikrohidro, maupun lainnya. Untuk ini, kita mesti duduk sama-sama.
Apa kemajuan program listrik 35 ribu megawatt?
Progres berjalan. Tinggal usahakan 35 gigawatt (35 ribu megawatt) ini bisa beroperasi sesuai dengan target. Ada pembagiannya. Dari 35 gigawatt, yang sudah beroperasi secara komersial, 1 persen, dalam konstruksi 24 persen, proses kontrak 24 persen, proses pengadaan 29 persen, dan perencanaan 22 persen.
Program ini direncanakan selesai 2019. Apa akan tetap relevan melihat kondisi ekonomi yang stagnan sekarang karena ada kekhawatiran listrik tidak terserap oleh industri?
Pertumbuhan ekonomi kita kan masih kurang-lebih 5 persen. Membangun sekarang tidak harus semua dipakai sekarang. Kalau waktu butuh baru dibangun, telat.
Sebagian besar dari 35 ribu megawatt itu bersifat base load, yang harus aktif 24 jam dan bisa mubazir.
Menurut saya tidak melebihi. Saya mengerti maksud Anda. Sekarang kita punya kira-kira 43 gigawatt. Menghitung kebutuhan sampai 2019 atau 2020, mungkin kebutuhannya jadi 49-50 gigawatt, plus cadangan 30 persen, sehingga jadi sekitar 70 gigawatt. Selisihnya 27 gigawatt. Sekarang kita mau bangun 35 gigawatt, tapi kan kita membuat bukan hanya sampai 2019. Cadangan apa bisa diturunkan? Secara teknis, sangat riskan. Sebab, pembangkit merupakan buatan manusia yang harus ada perbaikan, pemadaman, pengalihan, dan sebagainya.
Tapi pemerintah menurunkan target pertumbuhan 2017.
Apa sekarang turun banyak? Tidak. Pada 2014, pertumbuhan 6,8. Sekarang 5,2. Jauh itu kalau 7 banding 1. Membangun infrastruktur itu tidak bisa melihat apa yang kelihatan di pelupuk mata. Harus rencana panjang. Saat beroperasi secara komersial memang harus mengeluarkan biaya. Ya, nanti dipikir oleh PLN, listrik dijual ke mana. Wong, namanya badan usaha, akalnya harus banyak. Kalau saya akalnya lebih banyak, gaji saya lebih besar. Badan usaha diberi penghasilan besar karena kemampuan operasional dalam mengelola ketidakpastian.
Bukankah perencanaan infrastruktur harus mengikuti pertumbuhan ekonomi?
Tidak ada orang yang bisa memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dengan tepat untuk 10-20 tahun ke depan. Maksud Anda, 35 gigawatt terlalu besar, kan? Menurut saya tidak.
Karena pembangkitnya base load, bukan peak load, yang hanya beroperasi saat beban puncak.
Betul. Sebenarnya sama dengan orang bikin bandara. Sorong, misalnya, berkapasitas 3-4 juta penumpang per tahun. Sekarang penumpang di sana cuma 1-1,5 juta orang per tahun. Apa sisanya tidak dirawat? Ya, dirawat. Membangun, dalam skala kemampuan, harus sekalian. Jangan nunggu, misalnya, saat kapasitas sudah padat sekali. Seharusnya disiapkan sebelum padat. Namanya badan usaha, digaji besar, akalnya harus banyak. Harus optimistis.
Produksi migas kita turun terus, cadangan juga tidak naik. Apa strategi Anda?
Pemahaman saya, perhitungan itu tergantung teknologi yang ada dan digunakan. Kalau teknologi berkembang, cadangan terbukti bisa naik. Maka ada secondary well, yang dianggap tidak ekonomis karena teknologinya belum mendukung. Kalau nanti ada teknologi baru, mungkin jadi ekonomis lagi.
Itu dilakukan oleh pemerintah?
BUMN itu bagian dari pemerintah. Yang tidak bisa dipaksa adalah badan usaha yang bukan milik negara, misalnya perusahaan minyak asing.
Misalnya Pertamina diminta mengolah lapangan bekas perusahaan asing, tapi menurut hitungan mereka rugi, apa bisa dipaksa?
Ndak sebegitunya. Tapi jangan sampai begini, ditawarkan ke Pertamina tidak mau, lalu ada swasta nasional yang mau. Makanya saya bilang, sektor industri ini dari nikel sampai minyak bumi, the game is on the cost management, it is not the game on the price. Coba lihat harga minyak. Pada 2012, harga minyak dunia masih US$ 120 per barel. Kita tidak pernah bayangkan minyak bisa jatuh di bawah US$ 50. Sekarang US$ 50. Ketika (harga) minyak turun, gas turun, batu bara turun.
Tapi harga gas sekarang tidak turun-turun?
Nanti kami lihat. Teman-teman sudah menyiapkan skema dan sedang dibahas. Yang penting, gas hulu berapa, sampai tangan konsumen berapa.
Berapa target harga dari pemerintah?
Nanti saya kasih tahu. Yang menjadi concern pemerintah adalah tidak boleh ada biaya tinggi.
Sampai akhir 2019, kontribusi migas bisa naik dari 15 persen?
Saya tidak berani menjawab karena hitungannya detail. Saya tidak mau berasumsi. Sebab, kalau mau proyeksi, harus ada basis.
Pendahulu Anda, Sudirman Said, mengatakan sering berseberangan dengan Kementerian BUMN. Anda juga pernah bersinggungan dengan Menteri BUMN Rini Soemarno saat mengurus kereta cepat. Bagaimana hubungan Anda dengan Rini?
Baik-baik saja. Belum bertemu, tapi sudah kontak lewat WhatsApp. Cuma mengucapkan selamat. Sedang cari waktu untuk bertemu.
Di sektor energi kan dikenal banyak mafia. Apa yang Anda lakukan?
Saya tidak kenal. Wong, saya baru masuk.
Mengapa pada 27 Juli lalu Anda dicopot dari jabatan Menteri Perhubungan?
Itu mesti ditanya kepada Bapak Presiden. Pembicaraan berdua tidak akan saya ceritakan.
Benarkah Anda dicopot karena dianggap membangkang dan sulit berkoordinasi?
Saya tidak pernah dengar. Itu kan rumor. Kalau menteri mikirin rumor, bisa stres.
Anda kecewa saat diberhentikan?
Tidak. Biasa saja. Saya tidak sakit hati, sebab yang mendapat mandat rakyat adalah Presiden dan Wakil Presiden. Saya cuma membantu. Terserah beliau butuh orang seperti apa, di sektor apa, di saat apa. Timing berubah cepat. Kondisi begini butuh pembantu begini, kondisi begitu seperti itu. Jadi, ya, wajar diganti.
Seusai reshuffle, Anda bilang akan liburan. Sempat ke mana saja?
Saya mengunjungi anak yang kuliah di Eropa, jalan-jalan, dan lainnya.
Anda sempat ke Vatikan beraudiensi dengan Paus Fransiskus. Apa yang Anda sampaikan ke Paus?
Yang hadir sampai 100 ribu orang, tapi saya termasuk sekitar 20 orang yang diberi kesempatan bersalaman. Saya mohon didoakan untuk kehidupan supaya menjadi lebih baik.
Doanya makbul, ya?
Ya, saya yakin doanya makbul.
Apa makna pertemuan itu bagi Anda?
Karena saya memeluk Katolik, ya, senang. Ini pemimpin Katolik di dunia. Tidak semua orang berkesempatan bersalaman.
IGNASIUS JONAN
Tempat dan tanggal lahir: Singapura, 21 Juni 1963
Pendidikan:
Karier:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo