Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Ada yang ingin saya mampus

17 November 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAHNYA tanpa make-up, lingkaran hitam di bawah matanya tercetak jelas. "Suara saya serak karena setiap hari berbicara sampai empat jam," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, sembari meraih gelas besar berisi jus stroberi yang terletak di sampingnya. Dengan jari, ia lalu merapikan beberapa helai rambut merahnya yang kusut.

Meski terlihat lelah, sesungguhnya Susi tampak lebih rapi. Saat kami jumpai di kantornya di lantai 7 gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta, Rabu pekan lalu, Susi memakai gaun biru tua. Kakinya menapak pada wedges warna-warni dengan hak 10 sentimeter. Setelah menjadi menteri, ia agak peduli pada penampilan. "Sekarang harus pakai rok panjang untuk menutupi tato di kaki gue," ujarnya terbahak.

Menjelang pengumuman kabinet di Istana, ia dihampiri Rosita Barack, istri Surya Paloh, yang kemudian berkata kepadanya. "Ibu Susi, I really like your tattoos, and I have tattoos too, ha-ha-ha…," kata Susi, menirukan ucapan Rosita. Di kaki kanan Susi terdapat gambar tato burung api yang dibuatnya ketika berusia 27 tahun.

Susi tak peduli pada orang-orang yang meributkan tatonya. Ia punya pekerjaan yang lebih berat, dari pencurian ikan (illegal fishing) oleh kapal asing sampai kesejahteraan nelayan menjelang dicabutnya subsidi bahan bakar minyak. Dengan campur aduk bahasa Inggris dan Indonesia, ia menerima wawancara Arif Zulkifli, Agustina Widiarsi, Heru Triyono, dan Pingit Aria serta fotografer Frannoto dari Tempo. "Anda mau kopi, teh, atau wine?" ucap Susi kepada kami.

Apa yang berubah setelah Anda menjadi menteri?

Penampilan saya berubah. Dulu acara yang menuntut saya berdandan tiga tahun sekali, sekarang sering ada acara. Sekarang pakai bedak setiap hari, ha-ha-ha….

Apa perbedaan penampilan sebagai CEO dan menteri?

Sekarang harus pakai rok panjang untuk menutupi tato di kaki itu.

Anda sepertinya terganggu oleh isu tato dan rokok.

Yes. Sedikit terganggu. Saya takut sama ibu-ibu yang SMS ke saya. Mereka SMS: "Please Ibu, putri saya ngefans Anda, saya takut dia ikut merokok." Sebenarnya ada sekitar 2.000 SMS per hari ke saya. Ada juga beberapa yang memberi semangat dan mendukung. Tapi saya khawatir akan SMS ibu-ibu tadi itu.

Ada kebebasan yang hilang setelah menjadi menteri?

Speed. Kebebasan untuk bergerak cepat.

Benarkah Anda ditakuti karena Susi Air banyak memotret hutan dan laut di Indonesia.

Kami disewa untuk pemetaan di Sulawesi, Papua, Laut Arafura, Kalimantan, dan lain-lain. Itu membuat saya melihat banyak hal.

Anda juga banyak tahu tentang illegal fishing (penangkapan ikan secara ilegal)?

Tentu saja tahu.

Anda dapat mengakses salinan dari rekaman kamera tersebut?

Saya punya rekamannya. Rekaman itu kan diambil di pesawat Susi Air. I have seen a lot than other people. Bukan hanya illegal fishing, saya lihat illegal logging (pembalakan liar) juga.

Siapa saja yang sering memakai jasa pemetaan kamera dari pesawat Anda?

Negara, pertambangan, dan bank—untuk verifikasi luas wilayah. Kamera ini bisa mencakup 2,5 juta kilometer persegi. Orang tidur di pasir pun kelihatan. Tidak ada yang bisa ditutupi.

Anda juga kerap dituduh pro-asing.

Memang ada surat terbuka yang ditulis Riza Damanik (aktivis hak-hak nelayan), yang mengatakan suami saya orang asing, kemudian pegawai saya juga banyak orang asing. Dari situ saya dikira antek asing. Well, jadi antek asing demi kebaikan negara saya pikir tidak mengapa. Mana yang lebih nasionalis: bule sebagai bos dan kulinya orang Indonesia atau bosnya orang Indonesia dan kulinya bule?

Apa sih yang dicari Presiden Joko Widodo dari figur seperti Anda?

Presiden bilang, "Ibu Susi, negeri ini perlu orang gila. Saya bilang ke dia, "Ya, Bapak mendapat orang gila."

Seberapa gila sebenarnya Anda?

I don't think I'm gila. Saya pikir saya lebih normal dari semua orang. Dunia ini yang gila.

Bukankah awalnya Anda diminta Istana mencari calon Menteri Kelautan dan Perikanan?

Istana saat itu kerepotan mencari Menteri Perikanan. Saya diminta bantu, dan bilang, "Oke, akan saya telepon Pak Sarwono Kusumaatmadja." Ternyata Sarwono menolak, katanya sudah tua. Eh, malah saya yang ditelepon Istana dan disuruh menghadap Presiden. Saya kemudian tanya ke Ibu, lalu dia jawab, "Wis mangkat wae (Sudah, berangkat saja)." Ya sudah, saya jalan.

Ibu yang Anda maksud ini siapa?

Ibu Megawati. Saya tanya beliau untuk datang atau enggak.

Bagaimana Anda bisa kenal Megawati?

Sudah lama. Saya kenal sebelum dia jadi presiden. Tapi saya tidak pernah ambil keuntungan dari pertemanan ini.

Mungkin dia yang mengambil keuntungan dari Anda?

Saya kira tidak. Dia hanya perempuan yang butuh teman. Kami punya ikatan, walau jarang bertemu. Dia itu orang bijak. Terkadang Ibu memang susah mengutarakan pendapatnya ke media. Tapi sebenarnya, jika Anda membawanya ke situasi nyaman, ia akan berbicara banyak, dengan sangat detail dan sangat ideologis.

Mengapa Anda menghubungi Megawati saat akan diangkat menjadi menteri?

Saya menghubunginya sebagai teman. Ibu Mega adalah tokoh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, begitu juga Pak Jokowi. Kalau nanti ada intervensi, saya sudah bilang ke mereka, saya akan berhenti.

Anda sudah mengira bahwa kedua orang ini akan mengintervensi?

No, just in case. Saya ini ambil pekerjaan besar. Saya ingin jaminan, paling tidak dari mereka. Kalau diintervensi, saya akan balik kanan, kapan pun itu.

Akan ada potensi gangguan dari dalam PDIP sehingga Anda meminta jaminan kepada dua tokoh itu?

Apa yang akan saya lakukan mempengaruhi uang yang sangat besar dari orang-orang besar. Satu kapal penangkap ikan itu pendapatannya bisa US$ 2,5 juta (sekitar Rp 30 miliar) per tahun. Itu minimal. Ada banyak uang di sana, ada banyak orang yang ingin saya mampus.

Anda sudah melepas jabatan di PT ASI Pudjiastuti Aviation (Susi Air) dan PT ASI Pudjiastuti Marine?

Sebagai pemilik, saya tidak lepas. Sebagai CEO, ya, saya sudah melepasnya. Sistem manajemen di sana benar-benar jalan, bisa tanpa saya.

Banyak yang khawatir posisi Anda sebagai menteri dan pemilik PT ASI Pudjiastuti Marine Product akan menimbulkan gesekan kepentingan.

Akan ada gesekan. Tentu saya akan "menjual" kisah sukses saya di Susi Air dan Susi Marine untuk mengatasi masalah pemasaran hasil laut dari pulau-pulau kecil. Memakai pesawat terbang—seperti yang selama ini dilakukan Susi Air—adalah cara termurah untuk memasarkan hasil nelayan di pulau terpencil. Membuat pelabuhan itu mahal, bisa Rp 200 miliar. Bikin bandara normal seperti di Papua hanya Rp 3 miliar.

Ide Anda ini sudah disosialisasi ke direktorat jenderal terkait?

Sudah, dan mereka sedang mempelajarinya untuk diimplementasikan. Seperti di Simeulue, Aceh, cara ini memberi pendapatan ke nelayan di sana hingga mencapai Rp 15-20 miliar per tahun. Membawa lobster dari Simeulue ke Medan itu cuma sejam pakai pesawat. Jika diangkut dengan feri, kemudian sambung naik mobil lagi selama sembilan jam, akan banyak lobster yang mati. Akibatnya, penerimaan nelayan dari menjual lobster tidak tinggi.

Budaya bisnis tentu berbeda dengan budaya birokrasi. Sudah menjumpai masalah birokrasi yang bikin mumet?

Saya pernah tanya ke orang-orang di Kementerian, "Ada berapa kasus yang perlu diselesaikan?" Salah seorang pegawai menjawab, "Seribu lima ratus kasus." Saya tanya lagi, "Di mana saja kasus itu terjadi?" Dia menjawab tidak tahu. Bayangkan coba bagaimana kepala saya tidak mau pecah.

Anda sendiri kan berhubungan dengan Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo, yang notabene birokrat tulen.

Dia akademikus. Tapi saya pikir dia tahu saya. Dia sedikit takut kalau saya akan lari terlalu kencang dan jauh.

Dia yang berfungsi sebagai rem untuk Anda?

Saya pikir dia tidak bisa, ha-ha-ha….

Apakah akan ada perombakan di kementerian yang Anda pimpin?

Saya melihat kemungkinan itu. Ya, sekitar dua minggu lagi saya ingin ajak orang profesional ke sini.

Bukankah tidak bisa sembarangan memilih orang dari luar birokrasi? Pejabat eselon I, misalnya, harus pegawai negeri.

Terlalu banyak eselon I saat ini. Organisasinya terlalu gemuk. Saya tidak bisa bekerja. Melihatnya saja pusing. Saya akan dengan senang hati berbagi pegawai dengan Pak Indro (Menteri Koordinator Kemaritiman).

Baru dua hari menjabat, Anda sudah mengumumkan moratorium pemberian izin untuk kapal penangkap ikan.

Itu memang yang saya minta dari awal. Berhenti dulu, untuk menata pengelolaan. Saya ingin memperbaiki data registrasi kapal. Kalau di penerbangan kan jelas, pesawat atas nama perusahaan apa, buatan mana, tahun berapa. Semua terbuka. Kenapa untuk kapal ikan kita tidak bisa memberlakukan hal yang sama? Itu pertanyaan pertama ketika saya datang ke sini.

Registrasi kapal di Indonesia tidak serius?

Tidak pernah, karena bohong-bohongan semua. Pemilik tidak ingin kehilangan kepemilikan atas kapal karena ingin tetap bisa menangkap ikan di perairan kita.

Ide awal untuk melakukan moratorium itu apa?

Illegal fishing. Ini masalah besar. Selain banyak kapal yang ilegal, ada kapal yang legal tapi abu-abu. Misalnya, kapal itu punya izin, tapi menangkap ikan dengan alat yang dilarang. Modus seperti ini terindikasi sebanyak 67 persen dari sekitar 5.000 kapal yang telah terdaftar.

Apakah Anda sudah berkoordinasi dengan pengusaha kapal sebelum moratorium dibuat?

Belum. Kalau pengusaha diajak diskusi, pasti tidak setuju, terutama pemilik kapal besar. Saya juga manfaatkan aji mumpung. Mumpung DPR lagi ribut, ha-ha-ha….

Setelah moratorium, apakah Anda akan menerapkan kuota untuk kapal penangkap ikan?

Akan ada kuota waktu penangkapan, juga volume. Hal itu diterapkan di semua negara. Indonesia adalah satu-satunya negara yang tidak melakukannya dan masih membolehkan kapal asing menangkap ikan di perairannya.

Sebenarnya siapa saja yang bermain di perairan Indonesia?

Kalau asal negara, ada tujuh-delapan negara. Kalau perusahaan, ya, banyak.

Ada sejumlah kapal asing yang diubah menjadi kapal berbendera Indonesia.

Itu permainan orang Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Mereka mengubah registrasi kapal asing menjadi Indonesia.

Berapa banyak yang melakukan modus tersebut?

Ada sekitar 1.200 yang tadinya berbendera asing menjadi Indonesia.

Benarkah pengusaha Tomy Winata ikut dalam bisnis "abu-abu" tersebut?

Kalau nama dia secara langsung, itu tidak ada.

Anda kenal Tomy Winata?

Kalau dengan TW, saya berteman sudah lama. Customer pertama Susi Air, ya, Tomy Winata. Dia carter Susi Air untuk ke Tanjung Belimbing, Lampung, dengan harga US$ 6.000. Dia punya aktivitas di wilayah taman nasional di Tanjung Belimbing (bagian dari kawasan Taman Nasional Bukit Barisan).

Anda memiliki bisnis dengan Tomy Winata?

No, saya tidak pernah punya. Saya tidak pernah berkongsi dengan orang lain, karena saya tidak bisa kerja sama dengan orang. Terlalu banyak kompromi. Bergabung dalam kabinet ini juga karena Pak Presiden berjanji bahwa saya bisa melakukan cara saya sendiri.

Anda menceritakan masalah kapal ilegal ini ke Presiden?

Yes. Dan dia bilang saya boleh lebih gila dan boleh lebih cepat. Kalau perlu, ancam langsung bahwa Susi akan ngebom. Perintah bagus.

Anda serius mau mengebom kapal ilegal?

Kalau Presiden kasih izin, gue akan memakai 50 pesawat Susi Air untuk ngebomin satu-satu kapal ilegal. Asalkan Presiden kasih perintah, saya lakukan itu dengan senang hati. Tidak perlu rapat pleno.

Bagaimana nasib nelayan dengan rencana pemangkasan subsidi bahan bakar?

Subsidi BBM itu sumber maksiat. Nelayan susah mendapat BBM, tidak bisa melaut, jatah jadi tipis. Semua itu karena bahan bakar diselundupkan. Nelayan harus menunggu 60 hari untuk mendapat bahan bakar bersubsidi. Kalau mencari ke pompa bensin akan ditangkap polisi karena membeli dalam jeriken.

Anda sendiri pernah ketahuan menyelundupkan solar 5 ton dari Sumatera Utara ke Simeulue, Aceh.

Itu untuk genset mesin es.

Buat kepentingan sendiri?

Bukan. Buat nelayan. Saya masuk DPO (daftar pencarian orang) tahun 2006. Waktu itu saya dimintai Rp 100 juta oleh polisi.

Rp 100 juta itu Anda bayar?

Tidak, karenanya sopir saya ditahan.

Anda berkeras subsidi bahan bakar dihapus. Punya rencana apa dengan dana dari subsidi?

Sekarang tinggal dibebaskan saja biaya sekolah siswa dari taman kanak-kanak sampai universitas. Saya pikir tidak akan menghabiskan Rp 5-10 triliun per tahun. Kalau diberi anggaran Rp 11 triliun, saya keliling bagi-bagi nelayan. Itu uang yang sangat banyak. Nelayan akan senang.

Pasti Jokowi akan menghitung aspek politik juga sebelum menghapus subsidi.

Politikus harus tutup mulut. Ini bukan soal mereka lagi, melainkan soal bangsa.

Itu kan cara berpikir Anda, orang di Senayan kan berbeda.

Saya berkata kepada Presiden, saya bersedia menjadi messenger iklan dia untuk kenaikan harga BBM ini. Nelayan tidak benar-benar merasakan subsidi, kok. Lebih baik dinaikkan, tapi Anda pasti mendapat solar.

Bagaimana pemerintah memastikan keberadaan solar itu?

Minta kepastian distribusinya. Atur distribusi pakai kartu, cash management bank. Sebetulnya sudah harus online untuk yang begini, agar transparan prosesnya. Bank BRI sudah bersedia nongkrongin di desa-desa nelayan. Jadi langsung bank yang turun tangan. Jangan sistem koperasi, jatuhnya banyak pengusaha besar bikin koperasi jadi-jadian.

Seberapa kaya sih seorang Susi Pudjiastuti?

Dalam duit? Saya tidak pernah cek akun personal saya. Saya hanya cek keseimbangan keuangan perusahaan. Ada rugi apa untung, that's it. Saya tidak tertarik pada materi.

Lalu bayar pajak bagaimana kalau tidak tahu?

Saya benar-benar enggak tahu. Saya pikir saya punya investasi banyak.

Kenapa Anda tidak menempati rumah dinas?

Terlalu repot. Saya butuh yang simpel saja. Ada kamar mandi, tempat tidur, dan ruang tamu sudah cukup. Sudah enam bulan lebih saya tinggal di Hyatt.

Susi pudjiastuti
Tempat dan Tanggal Lahir: Pangandaran, Jawa Barat, 15 Januari 1965 Pendidikan: Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Yogyakarta (tidak Lulus) (1979-1981), Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pangandaran (1976-1979), Sekolah Dasar Negeri 8 Pangandaran (1970-1976) Karier: Menteri Kelautan dan Perikanan (2014-...), Ketua Komite UKM Pengembangan Perdagangan dan Industri Kadin, Chief Executive Officer PT ASI Pudjiastuti Flying School (Susi Flying School), Chief Executive Officer PT ASI Geosurvey, Chief Executive Officer PT ASI Pudjiastuti Aviation (Susi Air) (2005), Chief Executive Officer PT ASI Pudjiastuti Marine Product (1996), Pengepul ikan di Pantai Pangandaran (1983)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus