Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penabuh drum grup musik Superman Is Dead (SID), I Gede Ari Astina, menjadi anomali di antara musikus Indonesia. Jerinxsapaan akrab Arimemilih minggir saat rekan-rekan seprofesinya mendekati poros kekuasaan. Pada Maret lalu, dia menolak permintaan Istana untuk menjadikan Jadilah Legenda-lagu yang dia ciptakan pada 2013-sebagai soundtrack program #JokowiMenjawab di YouTube. "Saya mengirim pesan bahwa masih ada musikus yang berseberangan dengan Presiden," kata Ari, 40 tahun.
Sikap ini bertolak belakang dengan dukungannya kepada Joko Widodo pada pemilihan presiden 2014. Momen yang menjadi titik balik adalah kematian Patmi, petani perempuan asal Kendeng, Jawa Tengah, sesaat setelah berunjuk rasa di depan Istana Negara menolak pembangunan pabrik semen di kampung halamannya. Patmi, 48 tahun, meninggal pada 21 Maret lalu, sehari sebelum tim media sosial Presiden mengontak Ari untuk meminta menggunakan lagu SID. "Kami tak ingin keberpihakan pada petani Kendeng terdistorsi oleh izin pemakaian lagu," ujar Ari.
Senin dua pekan lalu, Ari menerima wartawan Tempo Raymundus Rikang di Rumble Empire, gerai busananya, di Denpasar. Jejaknya sebagai aktivis terekam di poster "Bali Tolak Reklamasi" di sudut toko dua lantai itu.
Empat tahun terakhir, kampanye bersama Forum Masyarakat Bali Tolak Reklamasi (ForBali) tersebut membawanya berhadapan dengan PT Tirta Wahana Bali Internasional, pemegang hak reklamasi 700 hektare Teluk Benoa di tenggara Pulau Bali. Perusahaan itu merupakan anak usaha Artha Graha milik taipan Tomy Winata. Sejak itu pula, kata Ari, undangan manggung Superman Is Dead-trio punk rock asal Kuta yang beranggotakan Ari, I Made Putra Budi Sartika alias Bobby Kool, dan I Made Eka Arsana alias Eka Rock-anjlok.
Bagaimana ceritanya Anda menolak permintaan Istana yang hendak memakai lagu Jadilah Legenda?
Ada pesan WhatsApp dari tim media sosial Presiden pada 22 Maret dan minta jawaban paling lambat malam harinya. Saya langsung rapat dengan personel Superman Is Dead dan kawan-kawan aktivis lingkungan. Permintaan itu masuk saat kasus Kendeng sedang panas. Bu Patmi meninggal pada 21 Maret. Akhirnya SID, khususnya saya, yang menulis lirik lagu itu, memutuskan menolak permintaan Presiden.
Apa istimewanya lagu itu?
Lagu Jadilah Legenda merepresentasikan siapa pun yang hendak dikenal sebagai nasionalis sejati. Apalagi video clip-nya mengemas pesan kebinekaan dalam visual yang amat cantik. Ada kesan anak-anak muda yang sedikit bandel tapi jiwanya nasionalis. Mirip karakter Presiden Jokowi, kan? Ha-ha-ha….
Mengapa Anda menolak permintaan Istana?
Kami tak ingin keberpihakan pada petani Kendeng terdistorsi oleh izin pemakaian lagu. Sempat juga terpikir membarternya dengan pencabutan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 (landasan hukum reklamasi Teluk Benoa). Tapi rasanya tak adil dan tak manusiawi ketika nyawa seseorang dipertukarkan dengan logika tawar-menawar. Saya tak mengenal secara personal petani-petani yang menjadi aktivis itu, tapi saya mendapat informasi perjuangan mereka sudah lama. Ini yang membuat saya berpihak pada mereka.
Jadi Anda menampik karena kecewa pada sikap Presiden soal Kendeng?
Saya melihat tutur bahasa dan sikap beliau belum sinkron. Seharusnya Presiden bisa bersikap. Saat Bu Patmi meninggal, misalnya, setidaknya Presiden bisa mengatakan sesuatu yang membuat rakyat merasa nyaman dan terlindungi. Yang terjadi malah seperti main oper bola dan minta pengunjuk rasa berbicara dengan Gubernur Jawa Tengah. Sama dengan kasus reklamasi Teluk Benoa, di mana kami sudah berjuang selama empat tahun dan beliau hampir tiga tahun berkuasa tapi diam saja dan seolah-olah sengaja dibiarkan.
Apakah Presiden Jokowi pernah berjanji membatalkan reklamasi Teluk Benoa?
Saat berkampanye di Bali, beliau blakblakan mengatakan Bali selatan sudah terlalu padat dan turis datang ke Bali bukan untuk mencari mal, sesuatu yang sangat mirip dengan apa yang akan dibangun di pulau reklamasi itu. Semua orang menangkapnya sebagai sinyal menghentikan kelanjutan reklamasi.
Mengapa reklamasi Teluk Benoa harus dibatalkan?
Kemacetan di Bali selatan sudah mirip Jakarta. Jika pulau baru jadi, disebut bakal ada 200 ribu tenaga kerja baru yang membuat daerah itu semakin penuh sesak. Efek kerusakan lingkungan karena reklamasi juga mengerikan. Pulau Serangan di selatan Bali adalah contoh gagal. Di sana efek abrasi amat destruktif dan warganya belakangan menderita gangguan pernapasan karena menghirup udara yang mengandung kapur.
Bukankah pulau reklamasi bisa menjadi daya tarik wisata baru?
Arah pengembangan pariwisata Bali bukan membangun hotel, mal, dan fasilitas mewah lainnya, seperti yang akan didirikan di atas pulau reklamasi itu. Turis datang ke Bali untuk menikmati keramahan warga dan keindahan alam serta merasakan akulturasi budaya. Reklamasi tak lebih dari politik tanah murah. Ongkos membangun pulau baru lebih murah dibanding membeli tanah kosong di daratan Bali selatan. Tak ada satu pun megaproyek di Bali yang membawa manfaat untuk warga sekitar. Justru banyak yang ujungnya mangkrak, misalnya pembangunan patung Garuda Wisnu Kencana.
Anda tak khawatir sikap Anda bisa membuat SID dicap pembangkang?
Saya tidak bisa tutup mata atas keberhasilan Presiden membangun, tapi kami tak akan mendukung semua kebijakannya. Kami mengirim pesan ke Presiden bahwa ada musikus yang berseberangan dengan beliau dan bilang masih ada ketidakadilan di luar sana. Sebab, Presiden belakangan tampak nyaman karena hampir semua selebritas dan musikus mendukungnya.
Karena itukah Anda melontarkan komentar pedas "Sudah saatnya Presiden diingatkan" dan "Saya bukan musikus Istana"?
Saya tak mau mengajari Presiden. Tapi jangan melulu beralasan pembangunan dan investasi. Lihatlah dampak yang lebih besar. Ada warga yang sampai meninggal karena memperjuangkan lingkungan dan kampung halamannya.
Apa makna kelestarian lingkungan bagi Anda?
Saya bisa hidup tanpa uang, tapi tak bisa hidup tanpa alam. Kalau alam sudah hancur, kita akan kehilangan semuanya. Sebab, alam adalah tempat kita bersosialisasi, bekerja, dan berdoa. Selama lingkungan masih ramah dan lestari, manusia pasti tetap bisa survive.
Anda menyatakan SID akan mendapat banyak keuntungan kalau Jadilah Legenda digunakan Istana. Berapa nilai yang ditawarkan?
Belum ada diskusi tentang nominal. Saya yakin sekali ketika kami menyetujui penggunaan lagu itu dan mengajukan angka berapa pun sebagai royalti, tim Istana tak akan keberatan. Tawaran job lain pasti juga akan mengalir seiring dengan persekutuan kami dengan kekuasaan. Tapi itu bukan tujuan kami. Kami band beraliran punk rock yang menghidupkan makna perlawanan dan tak ingin disejajarkan dengan musikus yang sering diundang ke Istana lalu mendapat hadiah sepeda.
Sudah ada tim Istana yang menghubungi Anda lagi untuk berdialog?
Tak ada. Hanya, entah sengaja entah tidak, nama SID tiba-tiba lenyap sebagai band favorit yang disebut Presiden dalam program vlog #JokowiMenjawab episode pertama yang tayang tepat setelah kami menolak permintaan tim Istana. Padahal, dalam beberapa wawancara, Presiden menyebut kami salah satu band favoritnya.
Anda kecewa tak lagi menjadi band kesukaan Jokowi?
Tidak. Saya melihat ada gelagat aneh dari beliau yang sering menyebut nama-nama band dengan basis massa besar, seperti Slank, SID, dan Burgerkill, sebagai band favorit. Awalnya, saya mengira Presiden benar-benar suka pada lagu dan visi-misi kami, tapi hilangnya nama SID dari daftar band favorit itu mengungkap dugaan kesukaan Presiden pada band besar basisnya cuma angka, berapa total penggemar dan seberapa kuat mempengaruhi anak muda. Fanatisme itu adalah manuver politik belaka.
Apa buktinya?
Memang tak seratus persen manuver politik, tapi ada nilai politik ketika Presiden menyebut nama-nama band itu. Presiden adalah politikus yang punya kalkulasi politik tertentu. Strategi itu bekerja dan membuahkan hasil. Faktanya, banyak Outsider (julukan penggemar SID) menjadi pro-Jokowi karena pilihan politik kami pada pemilihan presiden 2014.
(Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan Presiden tak pernah berpikir seperti dugaan Ari. "Pak Jokowi menyukai beberapa band nasional itu karena kualitas mereka," katanya saat dihubungi Istman Musaharun dari Tempo, Kamis pekan lalu.)
Mengapa dulu Anda menyokong Jokowi?
Kami punya hitung-hitungan sendiri, kalau Jokowi menang, kecil kemungkinan kebebasan berekspresi dibungkam. Masyarakat sipil juga tidak akan dibenturkan dengan ormas-ormas radikal, karena kubu mereka (Jokowi) tak dekat dengan ormas radikal. Jadi kami sebenarnya memilih musuh yang lebih bisa dilawan.
Menyesal pernah mendukung Jokowi?
Tidak sama sekali. Saya justru punya hak menjadi oposisi dan mengkritiknya karena SID punya andil menjadikan Jokowi sebagai presiden. Bodoh sekali bila kita mendukung habis-habisan, sementara jagoan kita tak sesuai dengan harapan.
Kapan Anda mulai merasa berseberangan dengan Presiden?
Sejak kematian Bu Patmi. Beliau juga tak kunjung bersikap soal reklamasi Teluk Benoa. Apalagi yang beliau tunggu? Maka saya punya teori, Presiden mungkin menjadi tawanan kepentingan banyak pihak atau memang proreklamasi, sehingga menunggu masyarakat Bali lelah berjuang.
(Teten mengatakan Presiden sudah memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merehabilitasi kawasan Teluk Benoa. "Ini sikap Presiden yang harus dilihat secara positif sambil mencari solusi lebih baik." Soal pabrik semen di Rembang, kata Teten, Presiden mendengar aspirasi masyarakat Kendeng dengan memerintahkan Menteri LHK melakukan kajian lingkungan hidup strategis atas cekungan air tanah Watuputih, yang jadi lokasi tambang. Untuk sementara tak dilakukan penambangan sampai ada keputusan apakah cekungan Watuputih kawasan bentang alam karst atau bukan.)
Siapa yang "menawan" Jokowi?
Tomy Winata. Dia pernah berbicara gamblang di media massa bahwa penolakan reklamasi itu tak adil karena cuma proyeknya yang dipermasalahkan. Jika Tomy sudah bicara sekeras itu, berarti dia mengirim sinyal ke pejabat yang berurusan langsung dengan proyeknya.
(Direktur Utama PT Tirta Wahana Bali International Heru Budi Wasesa mengatakan Tomy Winata tak pernah mempermasalahkan bila proyeknya dibatalkan pemerintah karena itu bagian dari risiko bisnis. Perusahaan, kata dia, berusaha mematuhi peraturan dan berfokus menyelesaikan analisis mengenai dampak lingkungan pada proyek reklamasi.)
Anda tak takut berhadapan dengan Tomy?
Saya tak takut dalam konteks relasi antarmanusia. Saya hanya takut dengan cara-cara yang pernah dia lakukan. Ada kawan saya yang menolak reklamasi teluk kecil di Canggu, Kabupaten Badung, yang dikerjakan Tomy. Mereka berjuang sejak 1997 dan kerap mendapat teror. Lalu, ketika bom Bali meledak pada 2002, dia ditangkap dan diinterogasi polisi selama sebulan di hotel milik Tomy. Alasannya, satu mobil yang meledak dari rental milik kawan saya itu. Kebetulan yang sangat aneh.
(Heru mengatakan pihaknya yang justru merasa terintimidasi dengan demonstrasi menolak reklamasi. Menurut dia, unjuk rasa itu pengerahan massa yang didukung kepala adat.)
Pernah mendapat teror karena menolak reklamasi?
Ada percobaan penyiraman air keras pada 2013 di Malang, Jawa Timur. Tapi salah sasaran karena yang kena personel Saint Loco, Berry Manoch. Perawakan Berry memang mirip saya. Dulu tempat usaha saya juga sering didatangi aparat yang bertujuan mencari alamat rumah.
Mendapat ancaman nonfisik juga?
Saya sering mendapat fitnah. Dua tahun lalu, ada yang menyebarkan selebaran yang memuat gambar saya sedang mabuk dan main cewek. Ada juga yang mengesankan saya gay. Pembunuhan karakter dan fitnah dipakai setelah teror fisik tak mempan.
Benarkah konser Anda banyak dilarang sejak menolak reklamasi?
Betul. Biasanya bisa lima-enam kali konser dalam sebulan, kini cuma dua-tiga kali. Tapi kami melihatnya secara positif. Jadwal konser berkurang berarti diingatkan untuk membuat album dan lagu baru, ha-ha-ha….
Anda menemui Presiden Jokowi di Istana Negara pada 2015. Apa yang Anda bicarakan?
Saya menuntut segera membatalkan reklamasi Teluk Benoa. Beliau lalu bertanya siapa pemilik proyek itu. Ketika saya beri tahu namanya, Presiden tersenyum dan bilang sudah membatalkan dua proyek Tomy Winata. Di akhir diskusi, beliau minta datanya dikirim ke Abdee "Slank".
Presiden menjanjikan sesuatu?
Tidak, tapi dengan mengatakan ada dua proyek Tomy yang pernah dibatalkan, menunjukkan Presiden tak takut dengan pengusaha itu. Gestur beliau menunjukkan keberpihakan pada rakyat. Masih ada harapan, tapi kans kami mendapat dukungan tak lebih dari 50 persen.
Bila ada kesempatan kedua bertemu dengan Presiden, apa yang akan Anda katakan?
Saya cuma akan tanya: "Pak, kenapa lama sekali mencabut Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014? Bapak takut sama siapa?"
Anda juga melancarkan protes ke Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono, yang meneken peraturan itu?
Saya serang terus dia di Twitter, entah dibaca entah tidak. Setiap kali Pak SBY ke Bali, selalu kami sajikan poster yang menunjukkan dia adalah Bapak Reklamator Teluk Benoa.
Mengapa tak mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung?
Soal legal saya tanyakan ke Wayan Gendo Suardana (koordinator ForBali) dulu. Dia yang paham soal ini. (Ari kemudian menelepon Wayan Gendo Suardana.)
(Gendo: ForBali memilih strategi berbeda dengan petani Kendeng, yang menguji peraturan di MA. Sebab, kami menduga ada konspirasi saat menerbitkan aturan reklamasi Teluk Benoa. Luas daerah reklamasi yang tercantum di perpres kok bisa sama persis dengan yang diumumkan perusahaan sebelum aturan itu terbit.)
Bagaimana Anda merespons sebagian warga Bali yang mendukung reklamasi?
Yang penting aksi ForBali punya nilai politik karena dukungan desa adat yang rela menggelar sangkep (musyawarah desa) hanya untuk memasang baliho tolak reklamasi. Kelompok penolak pasti datang dari luar Bali.
Sampai kapan Anda akan berjuang?
Sampai reklamasi batal. Tapi firasat saya mengatakan perjuangan kami masih panjang dan berliku.
Mengapa Anda tak ikut menolak reklamasi Teluk Jakarta?
Tak ada figur sentral yang menjadi motor penggerak. Jika tokoh bereputasi baik seperti Iwan Fals dan Slank bergerak, kami ikut mendukung. Selama tokoh-tokoh itu masih diam, lalu kami bersuara, kesannya kami orang yang tak tahu masalah tapi mengkritik.
Bukankah SID bisa jadi inisiator?
Saya percaya tokoh lokal lebih memahami substansi masalahnya. Saya yakin mereka tak perlu dipecut SID. Jika masalahnya sudah genting, musikus dan seniman akan bersuara.
Lantas mengapa Anda menyindir Aksi Bela Islam di Jakarta?
Saya melihat aksi itu bukan menyangkut pilkada, tapi ada agenda politik yang lebih besar. Salah satunya pelengseran Presiden Jokowi. Saya bersuara karena bukan demi Jakarta saja, tapi persatuan Indonesia.
Persatuan di Bali justru terancam retak dengan menguatnya penolakan pada pendatang….
Biasanya friksi yang terjadi di Bali karena rebutan lahan. Itu murni urusan bisnis. Ada banyak kepentingan di sini.
Apakah calon non-Hindu punya peluang memimpin Bali pada pemilihan gubernur 2018?
Jika dia punya kompetensi, saya rasa itu fair. Sebab, kepala daerah itu memimpin pemerintahan dan pembangunan, bukan memimpin upacara keagamaan.
Alias: Jerinx | Tempat dan tanggal lahir: Kuta, Bali, 10 Februari 1977 | Pendidikan: Jurusan Sastra Inggris Universitas Pendidikan Nasional Denpasar Diskografi (bersama SID): l Kuta Rock City (2003) l The Hangover Decade (2004) l Black Market Love (2006) l Angels and the Outsiders (2009)l Sunset di Tanah Anarki (2013) | Penghargaan: l Grup Rock Terbaik Anugerah Musik Indonesia (2014) l Readers Choice Awards Rolling Stone Indonesia (2014)l Artis Pendatang Baru Terbaik Anugerah Musik Indonesia (2003) l Artis Pendatang Baru Favorit MTV Award (2003)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo