Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UJIAN bagi Satryo Soemantri Brodjonegoro datang kurang dari sepekan setelah pelantikannya menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Pada Jumat, 25 Oktober 2024, pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, membekukan badan eksekutif mahasiswa fakultas tersebut. Keputusan kampus itu merupakan buntut aksi mahasiswa yang membuat poster bertulisan Prabowo Subianto sebagai “Ketua Tim Mawar” dan Gibran Rakabuming Raka sebagai “Admin Fufufafa”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satryo, 68 tahun, bercerita, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menelepon dan mengklaim merasa tak enak terhadap kebijakan kampus itu karena pemerintah dituding otoriter. Satryo lalu mengontak Rektor Universitas Airlangga dan meminta pembekuan BEM FISIP Universitas Airlangga segera dicabut. “Saya bilang cabut saja spanduknya. Jadi yang dihilangkan barangnya, bukan membekukan organisasinya,” tuturnya pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satryo juga menghadapi persoalan organisasi. Memimpin Kementerian Pendidikan Tinggi, lulusan University of California, Berkeley, Amerika Serikat, itu tak membawahkan peran penelitian. Padahal pendidikan tinggi dan riset saling terkait. Peran riset selama ini dimainkan Badan Riset dan Inovasi Nasional—lembaga baru yang dibentuk presiden ketujuh RI Joko Widodo pada 2021.
Dalam kertas perencanaan Satryo, BRIN bisa menjalankan peran sebagai koordinator lembaga penelitian yang sudah berdiri. “Pusat penelitian yang ada diberi kemandirian sehingga perannya seperti dulu,” ujar mantan Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia tersebut.
Di kantor Kementerian Pendidikan Tinggi di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Satryo menerima wartawan Tempo, Sunudyantoro, Avit Hidayat, Ahmad Faiz, dan Defara Dhanya Paramitha. Ia menjelaskan rencana membereskan masalah obral gelar akademik dan menceritakan diskusi dengan Prabowo ketika diminta masuk Kabinet Merah Putih.
Setumpuk pekerjaan rumah langsung muncul di meja Anda, salah satunya memperjelas nasib Badan Riset dan Inovasi Nasional. Apa rencana Anda terhadap lembaga tersebut?
BRIN sebetulnya direncanakan menjadi bagian dari Kementerian Pendidikan Tinggi ketika pemerintahan baru merumuskan kabinet. Kalau kita lihat pendidikan secara keseluruhan, dari sekolah dasar sampai menengah atas, itu merupakan persekolahan. Sedangkan pendidikan tinggi berfokus pada pengembangan, pemanfaatan, dan penerapan ilmu pengetahuan.
Anda menghendaki Kementerian Pendidikan Tinggi membawahkan BRIN?
Perguruan tinggi tidak bisa berjalan tanpa riset. Namun urusan riset selama ini ada di BRIN. Jadi perumusannya Kementerian Pendidikan Tinggi dengan garis miring BRIN. Ada Menteri Pendidikan Tinggi/Kepala BRIN sehingga satu komando. BRIN dikepalai sekaligus oleh menteri.
Bagaimana pembagian tugasnya?
Riset dan inovasi di BRIN, sedangkan pendidikan tinggi di kementerian. Dengan begitu, ada sinergi karena pendidikan tinggi tak mungkin berjalan tanpa penelitian. Sebaliknya, inovasi tak muncul tanpa pendidikan tinggi yang berkualitas.
Mengapa konsep penyatuan lembaga pendidikan tinggi dan riset ini akhirnya tak terwujud?
Sampai waktu terakhir, BRIN belum berkenan untuk bersatu.
Faktor apa yang menghambat?
BRIN memang unik karena mereka punya Dewan Pengarah. Kalau di badan lain tidak ada. Yang penting kita jalan. Mau terpisah atau sendiri, tidak apa-apa.
Seberapa besar pengaruh relasi politik Presiden Prabowo Subianto dengan Ketua Dewan Pengarah BRIN Megawati Soekarnoputri terhadap kejelasan lembaga riset ini?
Saya ingin membicarakannya dengan Presiden Prabowo, tapi sampai hari ini belum bisa karena beliau masih sibuk.
Kami mendapat cerita bahwa Prabowo dan Megawati akan bertemu, antara lain untuk membicarakan nasib BRIN. Anda mendengar informasi itu juga?
Ya, mudah-mudahan. Dari saya pribadi, kalau memang kondisinya begitu, saya tetap jalan. Kami tidak ingin mengganggu BRIN.
Anda sudah berkomunikasi dengan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko?
Belum. Saya berkomunikasi dengan anggota Dewan Pengarah BRIN, Pak I Gede Wenten, secara informal. Komunikasi informal pun tidak mudah karena enggak ada garis koordinasi. BRIN berdiri sendiri. Namun beliau punya pengaruh di BRIN.
Apa isi pembicaraan Anda dengan petinggi BRIN itu?
Saya menyampaikan kepada BRIN apa yang bisa kami kerjakan. Apa yang sudah dikerjakan BRIN tidak akan kami kerjakan. Kami bekerja untuk Indonesia sehingga sebisa mungkin berkolaborasi dengan mereka. Kalau tidak, ya tak jadi masalah sepanjang tidak tumpang-tindih. Pak Wenten adalah junior saya di Institut Teknologi Bandung. Saya bermaksud baik dan tak mengganggu. Tujuannya, kami tak ingin boros dan tumpang-tindih.
Anda juga ingin mengembalikan otonomi riset ke lembaga sehingga BRIN sekadar menjadi koordinator. Seberapa besar peluang itu terwujud?
Saya pernah berdiskusi dengan Presiden soal posisi BRIN itu. Badan ini cukup mengkoordinasikan lembaga-lembaga yang sudah ada. Pusat penelitian yang ada diberi kemandirian sehingga perannya seperti dulu. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional membuat apa, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi bikin apa, dan seterusnya.
Senyampang kementerian dan BRIN terpisah, apa yang menjadi prioritas Anda?
Saya harus tetap melakukan kegiatan riset dan pengembangan. Indonesia tidak bisa survive ke depan kalau tidak punya riset dan pengembangan yang mampu membuat industri bernilai tambah. Ada pula target Indonesia Emas 2045 dan pertumbuhan ekonomi 8 persen. Karena itu, harus ada industri bernilai tambah tinggi, penghiliran, dan ketahanan pangan.
Apa pesan Prabowo ketika meminta Anda menjadi menteri?
Beliau mengatakan bagaimanapun negara ini harus punya teknologi cukup. Kita menggunakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Kita memerlukan banyak alat utama sistem persenjataan. Untuk skala orang banyak, beliau minta swasembada pangan. Alasannya, suatu negara kelak tidak mau memberikan hasil pangannya kepada Indonesia ketika proses produksinya terganggu dan tak baik-baik saja. Karena itu, swasembada pangan adalah kewajiban.
Bagaimana institusi pendidikan tinggi terlibat dalam program swasembada pangan?
Kementerian Pertanian meminta kampus terlibat. Ada bibit padi paling bagus dan tahan cuaca. Kampus perlu meriset dengan mengambil bibitnya. Lalu bibit itu ditanam di lahan yang sudah dikembangkan. Kampus dilibatkan dari urusan teknologi pertanian hingga aneka pendidikan. Ada 50 perguruan tinggi yang diundang pemerintah untuk menyukseskan program swasembada pangan. Peran perguruan tinggi adalah menemukan varietas baru, teknologi penanaman yang lebih canggih, serta pupuk baru yang lebih murah dan efisien.
Persoalan lain yang Anda hadapi adalah kampus yang makin represif. Pejabat Universitas Airlangga membekukan organisasi mahasiswa, meski kemudian membatalkannya. Fenomena apa ini?
Saya ditelepon Pak Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian Partai Gerindra. Beliau bilang Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP Universitas Airlangga dibekukan dan merasa enggak enak karena dituduh otoriter. Saya langsung mengirim pesan WhatsApp kepada Rektor Universitas Airlangga. Saya meminta pembekuan BEM itu dibatalkan.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro (kanan) bersama Wakil Menteri Stella Christie mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 6 November 2024/Antara/Dhemas Reviyanto
Apa respons Rektor?
Rektor menjawab siap dan terima kasih. Ia bilang takut dipermasalahkan kalau membiarkan hal yang dilakukan BEM. Saya bilang cabut saja spanduknya. Jadi yang dihilangkan barangnya, bukan membekukan organisasinya.
Ada kekhawatiran preseden di Surabaya itu memicu gelombang protes yang lebih besar?
Kami tak mau dikesankan otoriter.
Mungkinkah kampus takut kepada Prabowo yang berlatar belakang militer?
Kalau beliaunya enggak apa-apa, bagaimana? Beliau oke-oke saja dan Pak Dasco dipercaya untuk berkomunikasi sehingga saya bilang siap.
Pejabat kampus cenderung tak otonom karena pemerintah punya hak suara yang besar dalam pemilihan rektor. Anda akan mengubahnya?
Untuk kampus yang berstatus perguruan tinggi negeri berbadan hukum, menteri akan menjadi anggota majelis wali amanat. Menteri punya proporsi 35 persen suara dalam pemilihan rektor.
Apa terobosan Anda untuk membuat kampus menjadi lebih independen?
Saya ingin setiap kampus punya keunikan. Kalau enggak unik, orang enggak mencarinya. Misalnya, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa di Serang, Banten, ingin menjadi seperti Institut Teknologi Bandung. Saya bilang jangan. Mengapa harus meniru ITB? Kampus harus dibuat unik. Karena itu, saya berkeberatan terhadap pemeringkatan kampus. Mengapa membandingkan ITB dengan kampus lain? Misi, cara kerja, dan civitas academica berbeda. Ranking itu hanya berlaku untuk barang yang sama.
Persoalan di kampus adalah obral gelar akademik. Laporan investigasi Tempo menemukan keterlibatan asesor yang ditunjuk kementerian. Apa rencana Anda untuk mengatasinya?
Bukan kami yang sebenarnya menata, melainkan kampus sendiri. Mereka tahu itu salah, tapi dikerjakan juga. Rektor yang mesti membenahi dari dalam. Sekali kampus berbuat seperti itu, namanya akan tercemar.
Anda akan memperketat pemberian gelar guru besar, khususnya honoris causa?
Pemberian gelar kehormatan itu dari kampus. Kami masih memberikan tunjangan.
Aktor yang terlibat dalam skandal pemberian gelar akademik membentuk komplotan dan berjejaring. Anda yakin bisa mengurainya?
Kami mengakui masih ada yang kotor. Ada gelar profesor yang diberikan sebagai kehormatan. Kalau melakukan hal seperti itu, percayalah, universitas tersebut akan dicibir masyarakat. Masyarakat yang menghukum. Soal manipulasi seperti di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, memang ada permainan di kampusnya. Di tempat kami juga ada yang enggak benar menanganinya sehingga lolos. Seharusnya kami lebih ketat. Kalau lolos di bawah, semestinya di atas ada yang bisa mencegah.
Masalah gelar akademik juga melibatkan lobi dan intervensi politik pejabat negara….
Itu semua menjadi perhatian kami. Ketika saya menjadi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, saya meneken sendiri suratnya. Saya terpaksa membaca dengan cermat, atau dalam bahasa Jawa itu menthelengi, setiap dokumen permohonan pemberian gelar di meja saya. Perlu ada kehati-hatian dalam memutuskan. Saya akan menyampaikan kepada rektor bahwa mereka harus mengirim kandidat yang bersih sehingga saya tinggal menandatangani. Kalau ada apa-apa, rektor yang bertanggung jawab.
Kampus di Amerika Serikat memberikan gelar akademik karena penilaian oleh komunitas ilmuwan, bukan pemerintah. Apakah kita bisa meniru itu?
Pemberian gelar di Amerika Serikat memang melalui proses penilaian akademik di antara anggota komunitas ilmuwan. Contohnya, guru besar fisika akan dinilai pakar-pakar fisika. Saya mau seperti itu. Jadi yang menilai adalah komunitas sejawat.
Anda optimistis metode penilaian itu bisa mengurangi obral gelar akademik?
Biasanya pemberian gelar honoris causa terjadi menjelang pesta politik. Di Indonesia, orang masih terlalu mendambakan gelar ketimbang ilmu atau kompetensinya. Masak, dalam undangan kawinan sampai disebutkan gelar yang panjang itu? Undangan kawinan enggak ada urusannya dengan gelar.
Satryo Soemantri Brodjonegoro
Tempat dan tanggal lahir:
- Delft, Belanda, 5 Januari 1956
Pendidikan:
- Doktor teknik mesin University of California, Berkeley, Amerika Serikat
Jabatan publik:
- Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Oktober 2024-sekarang)
- Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (2018-2023)
- Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional (1999-2007)
Soal rekam jejak Anda, bagaimana Anda bisa masuk kabinet Prabowo?
Ceritanya memang dimulai setelah hitung cepat versi Komisi Pemilihan Umum menunjukkan Pak Prabowo menang. Beliau meminta kepada Pak Luhut Binsar Pandjaitan, waktu itu Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, agar saya membantu pemerintahan.
Seberapa dekat hubungan Anda dengan Luhut?
Saya menjadi penasihat khusus Pak Luhut di bidang daya saing industri dan inovasi. Pak Prabowo dekat dengan Pak Luhut. Saya tak punya riwayat kontak dengan Pak Prabowo. Komunikasi itu dimulai ketika Pak Prabowo mampir ke rumah Pak Luhut. Saya ditelepon dan Pak Luhut bilang Pak Prabowo meminta saya menjadi menteri. Saya menjawab siap.
Apa program prioritas Prabowo yang dititipkan kepada Anda?
Membuat sekolah menengah unggulan berasrama. Mungkin Sekolah Menengah Atas Taruna Nusantara plus.
Di mana plusnya?
Plusnya ada di kurikulum dan targetnya. Lulusan SMA ini diminta masuk ke perguruan tinggi kelas dunia. Kami ingin punya orang-orang pintar di Indonesia yang nanti bisa membangun ekonomi. Beliau sangat peduli pada pendidikan.
Kapan Anda akan mewujudkannya?
Sekarang rencana ini masih dalam pembicaraan. Program SMA unggulan ini tidak bisa ditempatkan di Kementerian Pendidikan Tinggi.
Bagaimana mengatasi tumpang-tindih kewenangan dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah?
Pak Prabowo ingin saya yang pegang. Tempatnya tetap di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, tapi konsepnya di kami.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo