Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INDONESIA punya tugas mahaberat di Asian Games XVIII di Jakarta dan Palembang, Agustus mendatang. Pemerintah menggelontorkan sekitar Rp 25 triliun untuk penyelenggaraan, pembangunan infrastruktur dan peningkatan prestasi di kejuaraan empat tahunan itu. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi kebagian tugas menggenjot prestasi atlet. Imam diberi target membawa kontingen tuan rumah masuk sepuluh besar perolehan medali dari 45 negara peserta.
Banyak pihak menilai target itu kelewat tinggi. Indonesia terakhir kali masuk sepuluh besar pada Asian Games 1990 di Beijing. Kala itu, tim Merah Putih menempati posisi ketujuh dengan perolehan 3 medali emas, 6 perak, 21 perunggu. Pada perhelatan empat tahun lalu di Incheon, Korea Selatan, Indonesia nangkring di posisi ke-17 dengan 4 emas, 5 perak, dan 11 perunggu. Bahkan di level lebih rendah, SEA Games Kuala Lumpur tahun lalu, kontingen kita babak-belur dan gagal memenuhi target empat besar.
Imam tetap optimistis target di Asian Games kali ini bakal tercapai. Alasannya, sebagai tuan rumah, Indonesia mendapat privilese mengajukan cabang olahraga non-Olimpiade andalannya. Para atlet pun bakal lebih bersemangat tampil di depan publik sendiri. "Belum lagi ada bonus yang besar," ujar Imam, 44 tahun. Sebelumnya, Imam menjanjikan bonus Rp 1,5 miliar untuk setiap keping emas yang direbut atlet.
Meski beberapa gelanggang belum siap, Imam yakin Asian Games bakal berjalan mulus. Menurut dia, kekurangannya ada di promosi. "Bahkan, saat kami sosialisasi di car-free day di Jakarta, banyak yang belum mengerti perbedaan antara Asian Games dan SEA Games," katanya.
Rabu sore pekan lalu, Imam bertandang ke kantor Tempo di Palmerah, Jakarta. Didampingi Sekretaris Kementerian Gatot Dewa Broto dan tiga deputinya, Imam menjabarkan antara lain cabang olahraga yang berpotensi mendulang medali, masalah sepak bola nasional, naturalisasi, hingga branding atlet. Wawancara ditulis oleh wartawan Tempo Reza Maulana dan Angelina Anjar.
Apa yang membuat Indonesia dapat masuk sepuluh besar Asian Games?
Pertama, dari hasil kejuaraan yang para atlet ikuti. Kedua, dari test event ataupun single event masing-masing cabang olahraga. Ketiga, dari rekam jejak perjalanan mereka sepanjang 2017. Keempat, dari peluang cabang olahraga yang di-endorse tuan rumah. Semua cabang olahraga pun optimistis bisa menyumbang medali.Tahun lalu Anda bilang target kita delapan besar?
Itu permintaan DPR. Saya sudah mengatakan kepada DPR bahwa saya baru akan mengumumkannya secara resmi pada Juni mendatang, saat masing-masing nomor sudah mendapat nama-nama atlet yang akan bertanding. Siapa tahu memang bisa berubah menjadi delapan besar, ha-ha-ha.... Banyak yang menilai impian sepuluh besar kelewat muluk. Saya kira pesimisme muncul karena membandingkan dengan hasil SEA Games 2017 di Kuala Lumpur. SEA Games dan Asian Games berbeda. SEA Games memberi ruang yang lebih luas bagi tuan rumah terkait dengan cabang olahraga yang dipertandingkan. Seperti halnya saat Indonesia menjadi tuan rumah SEA Games 2011. Kita mempertandingkan banyak cabang olahraga yang negara lain tidak punya. Selain itu, SEA Games tidak ada batasan peserta.Bagaimana cara mengejar target itu?
Kami betul-betul mempersiapkan cabang olahraga yang berpotensi mendapat medali, seperti bridge, pencak silat, paralayang, panjat tebing, dan jet ski. Sayangnya, yang kita andalkan itu adalah olahraga non-Olimpiade. Tapi, karena kita punya peluang dan Dewan Olimpiade Asia (OCA) mengizinkan, ya sudah. Lagi pula optimisme atlet juga meningkat karena status kita sebagai tuan rumah. Belum lagi ada bonus yang besar.Berapa besar bonusnya?
Bonus bagi peraih medali emas akan meningkat 250 persen dari Asian Games 2014. Saat itu, peraih medali emas mendapat bonus kurang-lebih Rp 400 juta. Tapi bonus untuk peraih medali perak dan perunggu tidak berubah, Rp 200 juta dan Rp 60 juta. Tujuannya agar semua atlet terobsesi meraih emas. Selain itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyiapkan rumah bagi peraih medali emas dan perak. Untuk peraih medali perunggu masih dibicarakan. Peraih medali pun, baik emas, perak, maupun perunggu, akan dijadikan pegawai negeri sipil.Cabang olahraga apa saja yang berpotensi meraih emas?
Saya baru bisa memaparkan detailnya pada bulan Juni, setelah masing-masing nomor sudah memiliki nama atlet yang akan bertanding sehingga tahu kekuatan lawan. Saya harus berhati-hati menyampaikan hal ini karena negara-negara tetangga sedang mengintip kita. Sampai sekarang, saya belum mendengar, misalnya, target medali yang hendak dikejar Malaysia.Akhir Januari lalu, banyak pengurus induk cabang olahraga mengeluhkan anggaran belum cair. Apa penyebabnya?
Dulu memang ada masalah keterlambatan. Tapi sekarang sudah terpenuhi semuanya, dari akomodasi, uang saku, peralatan, tryout, hingga training camp. Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga Mulyana: Dalam memorandum of understanding dengan pengurus cabang olahraga, ada yang kurang ini-itu. Harus diverifikasi. Lalu ada surat perintah pembayaran sebelum dibayarkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Jadi, yang mencairkan dana bukan kami. Sekarang 96 persen anggaran sudah beres. Anggaran paling besar untuk bulu tangkis, Rp 18,5 miliar. Pencairannya 21 Februari lalu. Buktinya sekarang tidak ada lagi komplain.Cabang apa yang belum mendapat dana?
Mulyana: Hoki, sambo, dan triatlon. Sedang proses pencairan. Hoki tertunda karena ada dualisme kepengurusan. Di dalam petunjuk teknis, bantuan kepada cabang olahraga bisa diberikan dengan syarat tidak ada dualisme. Begitu pula sambo dan triatlon. Di dalam petunjuk teknis, cabang olahraga yang menerima bantuan harus memiliki akta pendirian. Sambo dan triatlon belum punya akta pendirian. Tapi mereka tetap berlatih meski anggaran belum turun.Setelah Satuan Pelaksana Prima dibubarkan, anggaran dikelola langsung pengurus cabang olahraga. Bagaimana pengawasannya?
Di satu sisi, cabang olahraga senang karena dana bisa dikelola sendiri. Tapi, di sisi lain, cabang olahraga senep karena mereka harus benar-benar mengikuti tata kelola keuangan yang benar. Kami tahu pengurus cabang olahraga tidak banyak yang mengerti akuntansi. Karena itu, kami tidak akan membiarkan cabang olahraga berjalan sendiri. Kami mendampingi lewat inspektorat kami yang dibantu Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Kejaksaan Agung. Mulyana: Ada isu uang itu sudah dibagi-bagi ke pengurus. Ini bahaya. Kalau membiarkan, kami juga kena. Karena itu, kami akan mengawal cabang olahraga dari pintu ke pintu sehingga setelah Asian Games selesai tidak ada masalah.Bentuk pengawasannya seperti apa?
Kami membuat petunjuk teknis. Apa saja kaidah yang harus diikuti dan apa saja hal yang tidak boleh ditabrak. Kami juga mendampingi masing-masing pengurus cabang.Apa jaminan anggaran bisa dikelola dengan baik sementara BPK memberikan opini disclaimer atas laporan keuangan Kementerian Pemuda dan Olahraga pada 2015 dan 2016?
Opini disclaimer dari BPK memang beban berat bagi kami. Saat ini kami tidak pernah berhenti mendampingi pihak ketiga yang memakai anggaran kami, seperti Indonesia Asian Games Organizing Committee (Inasgoc), Indonesia Asian Para Games Organizing Committee (Inapgoc), Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Komite Olimpiade Indonesia (KOI), cabang olahraga, dan sebagainya. Saya meminta Pak Sekretaris Menpora untuk cerewet. Jika ada yang tidak kooperatif, panggil.Poin apa saja yang menyebabkan Kemenpora mendapatkan opini disclaimer?
Mayoritas soal aset dan kelengkapan pertanggungjawaban. Sejak 2004 sampai 2017, aset kurang-lebih Rp 2,5 triliun. Ada yang belum dikembalikan, belum diserahterimakan, tapi tercatat sebagai milik Kemenpora. Semua temuan BPK sedang kami tindaklanjuti, baik secara hukum maupun pengembalian kerugian.Termasuk aset yang disebut belum dikembalikan Roy Suryo, Menpora 2013-2014?
Gatot Dewa Broto: Kami sudah melapor ke BPK bahwa sudah ada upaya pengembalian dari sana, tapi belum signifikan. Yang penting Kemenpora terus menagih. Imam: Intinya, kami terus berusaha. Dua kali mendapatkan opini disclaimer cukup. Jangan sampai hat-trick. (Dalam wawancara dengan Tempo, Juni 2016, Roy Suryo mengatakan telah mengembalikan barang-barang tersebut ke Kepala Rumah Tangga Kemenpora saat masa jabatannya habis pada Oktober 2014.)Mengapa anggaran olahraga kita cuma 0,08 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara? Itu pun masih dibagi dua dengan anggaran kepemudaan?
Waduh, susah ini pertanyaannya, ha-ha-ha.... Kami menerimanya sudah seperti itu dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional serta Kementerian Keuangan.Anda tidak mengajukan tambahan?
Lumayan, sejak 2015, anggaran meningkat. Apalagi ada momentum Asian Games. Bagi kami, terbatasnya anggaran adalah tantangan untuk mencari opsi pendanaan lain, seperti dari swasta dan badan usaha milik negara. Faktanya, kecuali bulu tangkis, olahraga sulit mencari pendanaan. Banyak faktor yang mempengaruhi. Salah satunya ketidakpercayaan. Tapi Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada semua cabang olahraga agar sebisa mungkin mempunyai bapak asuh. Saat ini kami sedang membuat daftar.Seperti apa gambarannya?
Bulu tangkis oleh Djarum, tenis meja oleh Gudang Garam, sepak bola oleh Bank Mandiri, dan sebagainya. Apa sih susahnya membangun 5-10 lapangan, asrama, dan sekolah terpadu di daerah? Dibanding penghasilan satu BUMN, itu terlalu kecil.Rencana ini sudah dibahas dengan Kementerian BUMN?
Saya sudah berdiskusi berulang kali dengan Bu Rini (Soemarno, Menteri BUMN).Apa reaksi Menteri BUMN?
Di depan, positif. Tapi, untuk implementasinya, saya kira beliau mempertimbangkan banyak hal. Sebenarnya BUMN banyak menjadi sponsor berbagai kegiatan olahraga. Tapi kami ingin lebih. Kalau perlu, pimpinan cabang olahraga dipegang oleh satu perusahaan sehingga tidak perlu ada musyawarah nasional dan sebagainya. Mayoritas, anggaran cabang olahraga habis untuk organisasi, seperti melaksanakan musyawarah nasional. Pengurusnya lebih banyak berkutat di soal organisasi ketimbang di pembinaan atlet. Secara bisnis, perusahaan sulit mendanai cabang yang belum berprestasi.... Ya, kita harus cari cara agar menguntungkan. Misalnya, dengan memprofilkan atlet. Lifter Eko Yuli Irawan dan Triyatno pernah dikontrak untuk iklan produk sosis. Atau atlet soft tennis, meski belum punya prestasi internasional, figurnya cantik-cantik dan ganteng-ganteng, bisa dipoles. Sprinter kita, Emilia Nova, juga cantik sekali. Kalau kita bisa memprofilkan mereka, laku kok. Toh, harga bisa dinego. Saya ingin atlet mendapat kesejahteraan baru selain dari bantuan yang diberikan pemerintah.Selain bulu tangkis, Anda melihat ada masalah di pembibitan atlet?
Itu juga menjadi kerisauan kami. Karena itu, kami mengubah format Pekan Olahraga Nasional. Ada tiga batasan. Umur maksimal 22 tahun, pembatasan perpindahan atlet antardaerah, dan larangan bagi atlet yang sudah malang-melintang di level internasional tampil di PON. PON 2020 di Papua menjadi PON terakhir yang empat tahunan. Berikutnya jadi dua tahunan di dua provinsi.Atlet senior tidak keberatan?
Memang ada keluhan. Di antaranya, Maria Londa (pelompat jauh dan jangkit, peraih emas dua SEA Games dan Asian Games 2014). Bagi cabang yang sponsornya sedikit seperti atletik, harus terus berlaga di tingkat domestik, bahkan pekan olahraga daerah, agar mendapat honor. Tapi pembatasan harus kita lakukan agar pembinaan lebih bagus.Percepatan PON dua tahun sekali itu sudah resmi?
Masih ada aturan yang menyebutkan pelaksanaannya di satu provinsi per empat tahun. Kami sedang melakukan perubahan aturan itu. DPR sudah setuju. Apalagi KONI, lebih setuju. Makin banyak event, mereka makin senang.Bagaimana Anda menilai Liga 1, yang sekarang memasuki musim kedua?
Sebisa mungkin klub harus lebih banyak menggunakan striker asli Indonesia. Sekarang ini, dari 18 klub, hampir semuanya pakai ujung tombak asing. Kita hanya punya Bambang Pamungkas, 37 tahun, itu pun cadangan di Persija Jakarta. Efeknya ke tim nasional. Selain itu, jangan ada lagi perubahan aturan di tengah jalan.Timnas sepak bola mengandalkan striker naturalisasi. Mengapa Anda malah membatasi usia maksimal pemain naturalisasi menjadi 20 tahun?
Kalau semakin bergantung pada pemain naturalisasi, artinya kita gagal dalam pembinaan. Karena itu, di Kemenpora, pengajuan naturalisasi pemain harus selektif. Tapi, persoalannya, pengajuan itu bisa melewati pintu lain, yakni daerah. Seharusnya kita percaya kepada anak-anak kita. Kita punya banyak talenta muda, terutama di Papua dan Maluku. Sementara itu, Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) berniat mencari bibit muda di Afrika untuk dinaturalisasi.... Janganlah. Kalau yang dikhawatirkan soal tinggi badan, coba datang ke kampung-kampung. Anak-anak Papua tinggi-tinggi. Kemarin, saya bertemu dengan Pak Danny Kosasih (Ketua Umum Perbasi). Beliau menunjukkan banyak pebasket muda kita yang tinggi badannya sudah mencapai dua meter. Nah, itu saja yang dipoles, baik teknik, fisik, maupun mentalnya, dan dikirim ke luar negeri.Apa yang Anda sampaikan kepada Ketua Perbasi?
Manfaatkan anak-anak kita.Ada pembicaraan soal naturalisasi pebasket muda Afrika?
Belum sampai ke sana.Anda keberatan terhadap perekrutan tersebut?
Itu hak mereka. Tapi, kalau dinaturalisasi, saya harus bertanya kepada Perbasi, apakah kita benar-benar tidak punya pemain muda?Bagaimana Anda menilai tim basket kita?
Sektor putri bagus. Kalau sektor putra harus memperbanyak jam terbang. Saya ingin pemain-pemain junior dikirim ke luar negeri. Mereka diikutkan kejuaraan-kejuaraan internasional agar punya pengalaman dan mental bertanding dengan pemain asing yang posturnya lebih tinggi. Kita juga bisa mendatangkan pelatih asing untuk mereka.Apa pentingnya pelatih asing untuk pemain junior?
Transfer pengetahuan. Pemain junior bisa menerima banyak ilmu dari pelatih asing yang mungkin tidak dimiliki pelatih lokal. Pelatih asing juga bisa menghubungkan pemain junior dengan pemain luar negeri sebagai teman bertanding.
Imam Nahrawi
Tempat dan tanggal lahir: Bangkalan, Jawa Timur, 8 Juli 1973
Pendidikan: Master Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran (2017), Sarjana Pendidikan Bahasa Arab Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (1998), Madrasah Aliyah Negeri Bangkalan (1991)
Karier: Menteri Pemuda dan Olahraga (2014-sekarang), Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (2004-2014)
Afiliasi: Partai Kebangkitan Bangsa
Organisasi: Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat PKB (2008-2014), Ketua Umum Dewan Koordinasi Nasional Garda Bangsa (2004-2008), Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Koordinator Cabang Jawa Timur (1997-1998)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo