Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satinah binti Jumadi Ahmad akhirnya lolos dari hukuman pancung. Tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi yang membunuh majikannya itu bebas setelah pemerintah Indonesia membayar diyat (uang darah) sebesar Rp 21 miliar kepada keluarga korban. Tapi muncul pro dan kontra terhadap pembayaran diyat dalam jumlah besar ini.
Pembayaran kepada keluarga korban dinilai sebagai kekalahan pemerintah Indonesia dalam berdiplomasi dengan pemerintah Saudi. Nilai diyat yang terlalu tinggi juga dianggap pemerasan dari mafia diyat. Namun Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur menampik anggapan itu. "Saya kurang percaya adanya mafia," katanya.
Kini masih ada 102 TKI yang terancam hukuman mati di berbagai negara. Haruskah pemerintah menyelamatkan mereka dengan membayar diyat atau denda seperti diberlakukan kepada Satinah? Pemerintah, menurut Gatot, tidak wajib membayar diyat. Tidak pada tempatnya, dia melanjutkan, pemerintah mengambil alih kesalahan seseorang.
Gatot punya pengalaman panjang di Arab Saudi. Selama delapan tahun, dia pernah menjadi konsulat jenderal dan kemudian duta besar. Selama itu dia menemukan banyak masalah mengenai TKI, terutama kualitas TKI, pemalsuan dokumen, dan perdagangan manusia. "Ada penderita AIDS yang lolos jadi TKI ke sana. Ini bagaimana," ujarnya. Lantaran berbagai kasus itu, lebih dari 25 ribu TKI per tahun dipulangkan dari Saudi. Sampai kini pun pemerintah masih memberlakukan moratorium penempatan TKI ke sana.
Senin pagi pekan lalu, Gatot menerima Heru Triyono dan fotografer Wisnu Agung Prasetyo dari Tempo di kantornya di Jalan M.T. Haryono, Jakarta. Dia mengakui ada kelemahan di badan yang kini ia pimpin. Dalam 100 hari pertama masa kerja, Gatot berjanji akan melakukan pembenahan, di antaranya membuat pelayanan satu atap untuk TKI dan pengawasan terhadap TKI yang baru kembali di bandar udara. "Saya ingin menciptakan sistem yang aman, sehingga tidak bocor," kata Gatot, yang pagi itu mengenakan batik ungu lengan panjang.
Pemerintah dinilai lamban dalam kasus Satinah….
Dari awal sudah kami dampingi. Tapi jarak dari KBRI di Riyadh ke pengadilan di Buraidah dan Al-Rass sekitar 600 kilometer. Masalah lain adalah komunikasi. Jadi, misalnya ada sidang pukul 10 pagi, pihak pengadilan baru menyampaikan pukul 9. Itu jadi hambatan, tapi instruksi tetap ada dan dilaksanakan dengan baik.
Apa yang dilakukan pemerintah untuk membela Satinah?
Awalnya pengadilan memutus hukuman mati Satinah secara had qatlul ghilah (pembunuhan berencana), yang tak bisa dimaafkan melalui mekanisme pembayaran uang darah (diyat). Kami ke Mahkamah Agung di sana dan meminta agar kasus ini diturunkan menjadi hukuman mati (kisas), yang masih bisa dibayar dengan diyat. Ditolak dua kali, tapi akhirnya bisa turun menjadi kisas karena bukti yang kami paparkan.
Apa bukti yang disampaikan?
Kami sampaikan fakta hubungan Satinah dan majikannya baik. Pembunuhan hanya kejadian sesaat. Membunuh tidak dengan alat membunuh. Ini pakai kayu adonan kue, bukan pisau atau pistol. Dalil kami dibenarkan. Maka Satinah bisa ditolong dengan mekanisme diyat.
Kapan diyat sebesar 7 juta riyal akan diserahkan?
Uang itu sudah dideposit di Baitul Maal Pengadilan Umum Buraidah, Arab Saudi.
Jadi kini Satinah sudah bisa bebas dari tahanan?
Keluarga Nura (korban pembunuhan) meminta waktu satu-dua bulan untuk membicarakan pembagian uang 7 juta riyal itu. Jadi Satinah masih ditahan sampai keputusan keluarga final.
Apakah ancaman pancung Satinah jadi isu besar di Arab Saudi?
Dimuat di beberapa koran di sana, yang mengutip media di sini. Ancaman hukuman pancung di sana normal—orang membunuh lalu dimaafkan dan diminta diyat itu bukan hal baru.
Pemberitaan di Indonesia dinilai berat sebelah?
Saya tidak menyalahkan pers. Tapi pemberitaan terlihat memihak Satinah, yang dinilai membunuh karena disiksa majikan. Keluarga korban sakit membacanya. Mereka sempat tidak mau diyat, maunya kisas saja. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus mengirim surat dua kali dalam seminggu ke Raja untuk meyakinkan keluarga.
Mengapa tren tuntutan diyat terus naik? Satinah mencapai 7 juta riyal (sekitar Rp 21,7 miliar), sebelumnya Darsem 2 juta riyal (setara dengan Rp 6,2 miliar), tertinggi di antara diyat TKI lain sebelumnya....
Uang diyat memang bisa naik, bisa juga turun. Negosiasi tergantung suasana hati keluarga korban.
Pembayaran diyat kepada keluarga korban dinilai sebagai kekalahan pemerintah Indonesia dalam berdiplomasi dengan pemerintah Arab Saudi, nilai diyat juga begitu tinggi. Benarkah ada unsur pemerasan dari mafia diyat?
Permintaan awal 15 juta riyal, turun jadi 7 juta riyal. Itu signifikan. Dan, ingat, sistem hukum syariah Saudi tidak memungkinkan campur tangan kekuasaan dalam memberi pengampunan. Semua keputusan diserahkan kepada keluarga korban sebagai pihak penderita. Jadi pemerintah hanya bisa mendengar dan tidak bisa ikut campur. Karena diyat itu antarkeluarga dan personal.
Selama menjadi duta besar di Arab Saudi, Anda tidak mengetahui ada praktek mafia diyat?
Tidak. Karena kami selalu berhubungan dengan keluarga, tidak pakai perantara. Delapan tahun di Saudi, saya belum pernah menemukan mafia diyat.
Dalam mekanisme diyat, keluarga korban bisa meminta uang berapa saja terhadap pelaku?
Di Saudi, ada limit minimal. Kalau lelaki nominalnya 400 ribu riyal, tapi batasan atasnya tidak ada.
Adakah anggaran pemerintah untuk membayar diyat?
Tidak ada. Pemerintah tidak wajib membayar diyat. Tidak pada tempatnya pemerintah ambil alih kesalahan seseorang dan membebaskannya. Itu membuat asas keadilan hilang. Pemerintah Saudi kecewa, juga negara lain. Filipina tegas menyatakan tidak akan membayar diyat bagi warga negaranya yang melakukan tindak kriminal.
Bukankah membayar diyat itu bagian dari perlindungan tenaga kerja Indonesia?
Dana perlindungan ada, tapi bukan untuk diyat. Misalnya untuk memulangkan TKI dan bayar pengacara untuk dampingi TKI bermasalah. Badan TKI setiap hari memulangkan TKI dari berbagai negara. Di Saudi, kita punya anggaran Rp 6 miliar tahun ini untuk perlindungan 1,2 juta orang.
Dari mana dana 7 juta riyal untuk menebus Satinah?
Dari APBN sebesar 3 juta riyal, kemudian 4 juta riyal dari penggalangan dana masyarakat serta sumbangan pengusaha Indonesia dan Saudi.
Sebenarnya TKI menghadapi sistem pengadilan seperti apa di Saudi?
Intinya setiap tindak kriminal akan menghadapi dua masalah hukum. Ada hukum khusus dan hukum umum. Pelanggaran hukum khusus seperti pembunuhan yang dilakukan Satinah—masuk kategori hukuman kisas yang bisa dikonversi dengan denda (diyat) kalau dimaafkan keluarga korban. Raja tidak bisa mengintervensi. Hukum khusus yang lain adalah ghilah, yang tidak bisa dimaafkan dan merupakan hukuman mati mutlak. Misalnya merampok dan merencanakan pembunuhan. Raja tidak bisa memaafkan dan keluarga juga tidak akan memaafkan. Kalau sudah berkekuatan hukum tetap, tidak ada yang bisa menghentikan.
Apa yang termasuk hukum umum?
Ini adalah hukuman karena melanggar ketertiban umum, seperti narkotik, makar, terorisme, perampokan, dan pemerkosaan. Di hukum umum, raja bisa intervensi. Presiden kita bisa kirim surat kepada Raja Saudi untuk memohon pemaafan.
Bagaimana perlindungan hukum yang diterima TKI di Saudi?
Kami punya empat pengacara. Ada yang tahunan dan dibayar per kasus. Pengacara ini membela TKI dari gaji tidak dibayarkan, masalah diyat, hingga masalah ketenagakerjaan yang lain. Anggarannya sekitar Rp 9 miliar.
Kenapa banyak sekali masalah TKI di Saudi?
Harus diakui banyak TKI tidak kompeten. Sebanyak 70 persen hanya lulus sekolah dasar dan tidak tamat, juga buta huruf. Bisa bahasa Arab juga pas ditempatkan di sana. Tapi yang bermasalah cuma 7.000-an, sisanya satu jutaan TKI lain baik-baik saja. Khusus TKI yang bekerja di rumah, oleh Saudi mereka dinilai tidak tergantikan. Mereka patuh, rajin, dan bersih.
Berapa jumlah TKI yang terancam hukuman mati di berbagai negara penempatan?
Ada 286 orang. Yang sudah kita bebaskan 184 orang.
Apa perlindungan yang diberikan pemerintah kepada mereka?
Mendampingi proses persidangan mereka dan mengusahakan serta berkoordinasi dengan lembaga pemaafan Lajnah Ishlah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf). Dari 184 orang itu, 48 orang adalah TKI di Saudi.
Apakah moratorium penempatan tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi masih berlaku?
Masih. Selain Saudi, kami stop sementara penempatan TKI ke Kuwait, Yordania, Suriah, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Negara-negara itu dinilai banyak masalah. Ini PR kita untuk menata.
Kapan moratorium penempatan tenaga kerja ini dibuka?
Moratorium bisa dibuka kalau negara penempatan memiliki Undang-Undang Perlindungan Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Untuk sektor formal, rata-rata semua sudah ada undang-undangnya. Jadi yang di pabrik tidak ada masalah. Di Saudi, Undang-Undang PLRT sudah ada Oktober tahun lalu. Tapi masih ada MOU yang belum diselesaikan dan akan dievaluasi.
Siapa yang menentukan dibukanya moratorium?
Kementerian Tenaga Kerja. Kami hanya mengusulkan jangan buru-buru. Kejelasan status kerja sama antarnegara dan kepastian perlindungan hukum di negara tujuan adalah hal penting yang harus dilakukan .
Negara mana yang paling bagus penerimaannya terhadap TKI?
Asia-Pasifik, seperti Korea Selatan, Hong Kong, dan Taiwan. Gaji bagus, masyarakatnya bagus. Di sana juga ada kebebasan. Ada one day off, kalau di Hong Kong para TKI kumpul di Victoria Park. Di Saudi, wanita tidak boleh ke luar rumah. Kalau keluar pun harus dengan mahram.
Di antara negara penempatan TKI, mana remitensi atau jumlah kiriman uang ke Tanah Air yang paling tinggi?
Tetap Saudi. Dari data Bank BNI tercatat sekitar Rp 60 triliun, dari Rp 90 triliun total remitensi dari berbagai negara. TKI di Saudi memang dikenal rajin menabung. Beda dengan yang di Taiwan yang konsumtif. Banyak juga TKI di Hong Kong yang bangkrut karena judi.
Selama sebulan menjadi Kepala BNP2TKI, apa yang Anda prioritaskan?
Saya mengkoordinasi semua lembaga. Mei-Juni megaprogram baru akan saya susun.
Program apa?
Saya ingin buat sistem satu atap. Begitu orang terdaftar, ia sudah memiliki izin, sudah tes kesehatan, tes uji kompetensi, dan tes psikologi serta mendapat pembekalan akhir, sertifikasi, dan KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri). Saat ini kan semua itu terpisah, sehingga berpotensi "masuk angin". Satu atap ini akan saya terapkan dulu di Ciracas, sebagai pilot project.
Bukankah banyak TKI meminta Anda menghapuskan KTKLN?
Karena KTKLN bisa diperjualbelikan, padahal gratis. Sudah diumumkan di seluruh dunia bahwa ini gratis. Tapi, karena TKI itu tidak mau antre, tidak mau susah isi formulir, maunya dicalokan. KTKLN jadi tumbal.
Mengapa angka jumlah TKI di BNP2TKI dan Kementerian Luar Negeri sering berbeda?
Di BNP2TKI tercatat ada 5,5 juta TKI di luar negeri. Tapi di Kemenlu bisa 3 juta orang. Kenapa? Karena yang tercatat di BNP2TKI adalah yang berangkat, sementara ketika di sana (KBRI), yang tercatat adalah yang terdaftar.
Bukankah perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) wajib mendaftarkan TKI ke perwakilan RI di luar negeri?
Itu amanah undang-undang memang. Siapa yang diberangkatkan harus lapor di KBRI. Harus isi formulir AN05. PJTKI ke Timur Tengah itu sekitar 500 perusahaan. Dari pengalaman saya, yang selalu lapor ke KBRI tidak sampai 20 perusahaan. Jadi TKI datang tidak mendaftar, pulang tidak bilang-bilang. Bilang-bilangnya kalau sudah ada masalah saja.
Kenapa BNP2TKI tidak mencabut izin PJTKI yang terbukti melanggar?
Itu bukan wewenang kami. Itu Kementerian Tenaga Kerja. Kami hanya bisa mengusulkan ke mereka untuk mencabut izin PJTKI yang bandel. Makanya koordinasi harus kuat dan betul-betul dikontrol.
Sudah berapa PJTKI yang dicabut izinnya?
Terakhir ada 231 PJTKI yang dicabut izinnya oleh Kemenaker.
Banyak ditemukan pemalsuan dokumen TKI yang dilakukan oleh PJTKI. Bukankah itu melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang?
PJTKI selalu ngeles. Makanya kami lebih mengawasi daerah karena pemalsuan dokumen banyak terjadi di sana.
Bagaimana Anda mengatasi agen penyalur TKI ilegal?
Sekarang PRCTKI (petugas rekrut calon TKI) kami bina dan latih. Ada 6.300 PRCTKI yang terdaftar. Mereka itu punya identitas, dan ada aturannya jika ingin memasukkan TKI ke PJTKI.
Mengapa pungutan liar terhadap TKI di bandara masih terus terjadi?
Itu harus kita selidiki dan hapuskan. Sebenarnya pungutan liar itu terjadi di antara pos TKI di Selapajang, Tangerang, sampai ke Magelang dan Sukabumi. Bukan di bandara. Seharusnya tiap pos diisi pengawas. Kami akan koordinasi dengan polisi. Petugas kami tidak akan bisa menindak. Saya ingin menciptakan sistem yang aman, sehingga tidak bocor.
TKI cenderung membawa uang tunai saat kembali ke Indonesia sehingga rawan diperas….
Itu juga yang jadi masalah. Seharusnya duit sudah ditransfer langsung. Kalau di Saudi, saya selalu usahakan uang TKI dititipkan ke kami. Saat tiba di Indonesia, TKI itu saya suruh buka akun di bank atas namanya sendiri, dan langsung kami kirim. Maka tidak bawa uang tunai dalam ransel, hanya bawa buku tabungan. Itu lebih aman.
Gatot Abdullah Mansyur,
Tempat dan Tanggal Lahir: Pendidikan:
Karier:
Sinargalih, Tasikmalaya, 2 Juli 1956
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo