Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seraya bersumpah siap mengorbankan jiwa, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini akhirnya benar-benar "menutup" lokalisasi legendaris Gang Dolly dan Jarak. Pelacuran terbesar di Asia Tenggara ini terletak di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Penutupan dilakukan secara simbolis dengan deklarasi yang diparaf ratusan warga yang setuju. Adapun mereka yang menentang, melawan dengan cara unjuk rasa.
Risma mengaku, saat awal didesak para ulama menutup Dolly, dia menolak. Alasannya ketika itu dia belum sanggup "memberi makan" pekerja seks dan muncikari yang menggantungkan hidupnya dari bisnis seks. Tapi Risma sadar rantai pelacuran harus diputus. Terutama saat ia menemukan kasus trafÂficking anak di kawasan lokalisasi. Menyelamatkan anak-anak, menurut sang Wali Kota, menjadi alasan utama Dolly dan lokalisasi lain harus ditutup.
Sebelumnya, Risma membubarkan lokalisasi Sememi, Dupak Bangunsari, dan Kremil. "Mata rantai ini harus diputus," dia menegaskan. Tingginya tingkat kriminalitas menjadi pertimbangan tambahan. Maka bulatlah keputusannya menamatkan riwayat Dolly—dan mengupayakan transformasi sosial di kawasan itu.
Untuk anak-anak, misalnya, secara khusus ia mengecek seberapa parah "kerusakan" psikis mereka akibat pengaruh lingkungan—dengan bantuan sejumlah psikolog. Risma mengaku ingin mentransformasi mata pencarian para pekerja seks ke sektor-sektor produktif lain.
Penyerahan kompensasi kepada para pekerja seks dan muncikari akan dilakukan pada 19-23 Juni 2014. Kementerian Sosial menyantuni dana Rp 5,05 juta per orang bagi pekerja seks dan Rp 7 juta per kepala bagi muncikari.
Wisma-wisma diambil alih antara lain untuk dijadikan sentra-sentra perdagangan. Risma mengaku belajar dari pengalaman Jakarta, yang menutup lokalisasi Kramat Tunggak dan menggantinya dengan Islamic centre tapi tanpa disertai upaya transformasi. Walhasil, dampaknya, menurut Risma, tak cukup bagus.
Jumat petang pekan lalu, Risma menerima Agus Supriyanto, Endri Kurniawati, dan Agita Sukmalistyanti dari Tempo di kantornya. Selama dua jam Risma memberi wawancara dengan gaya blakblakan.
Tindakan Anda menutup lokalisasi pelacuran Gang Dolly dan Jarak dipuji tapi dipertanyakan payung hukumnya.
Saya enggak pernah membuka, enggak ada izin prostitusi, bagaimana saya mengeluarkan SK penutupan? Sudah saya pelajari itu. Penutupan itu sudah sesuai dengan peraturan daerah. Mereka semua melanggar perda. Tidak ada izin yang kami keluarkan. Sesuai dengan Perda Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Perda Pariwisata, mereka semua enggak punya izin. Baik aturan mengenai fungsi bangunan maupun perda terkait dengan pembukaan hiburan malam.
Apa langkah Pemerintah Kota Surabaya pascadeklarasi penutupan?
Kami kasih waktu lima hari bagi mereka untuk ambil kompensasi. Setelah ini Ramadan, jadi pasti akan tutup dan setelah Lebaran benar-benar tidak ada lagi lokalisasi. Kalau mereka masih nekat praktek, akan ada razia dari Satuan Polisi Pamong Praja dan kepolisian. Pelanggaran izin bangunan kami kenai sanksi sesuai dengan Perda IMB. Untuk prostitusi, kami pakai Undang-Undang Perdagangan Orang. Dulu pernah kami lakukan razia di eks lokalisasi Dupak Bangunsari. Yang masih nekat berprostitusi, kami tangkap dan tahan.
Banyak pekerja seks dan muncikari tak hadir dalam deklarasi penutupan. Alasannya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya menilai Pemerintah Kota tidak siap. Cetak biru kawasan Dolly setelah ini juga belum ada. Komentar Anda?
Sama saja, kan mereka enggak ada IMB dan, sesuai dengan Perda Pariwisata, enggak ada aturan Dolly untuk prostitusi. Kalau DPRD menolak Pemerintah Kota menutup praktek prostitusi, ya, cabut dulu perdanya. Kami hanya melaksanakan perda. Meski ada perda pun tak semudah itu menutup karena ini menyangkut manusia. Makanya bicara lokalisasi butuh transformasi bersama. Saya ngotot menutup karena secara moral saya bertanggung jawab kepada Tuhan dan masyarakat Surabaya. Akan saya pelototi terus proses ini.
Apa saja langkah mengantisipasi kemungkinan wisma prostitusi di Dolly dan Jarak buka lagi setelah penutupan?
Insya Allah, saya yakin mereka akan tutup semua. Akan saya beli semua wisma itu. Lokalisasi tak boleh ada lagi. Saya amankan karena mereka campur dengan perumahan warga. Itu berbahaya bagi mereka yang tinggal di sana. Kalau mendengar cerita kondisi sebenarnya, saya yakin kalian akan sakit. Saya seminggu sakit. Seminggu saya tidak bisa ngapa-ngapain melihat anak-anak di sana.
Seperti apa tekanan psikologis yang melanda anak-anak Dolly?
Aku pernah ke sekolah mereka dan mendengar keluhan mereka dengan didampingi psikolog. Para psikolog itu bisa cerita kejadian-kejadian yang berat. Menurut psikolog, sex addict (ketagihan seks) lebih berbahaya daripada ketagihan narkoba. Ada anak yang sudah tak perawan dan mengaku pacarnya banyak. Sekarang kami memantau untuk mengembalikan keceriaan anak-anak dan menghilangkan trauma mereka.
Mengapa jumlah pekerja seks dan muncikari yang ikut program pemulangan terus bertambah?
Saya gonta-ganti data penerima santunan ke Menteri Sosial sampai empat kali. Dalam prosesnya, dulu ada yang awalnya enggak mau, sekarang mau. Ada yang awalnya mau, lalu enggak mau, lalu mau lagi. Terakhir kami melaporkan ada 1.080 orang, sekarang tambah 300 orang menjadi 1.449 karena ada yang daftar lagi. Sekarang kami cari-cari terus mereka yang ada di tempat-tempat kos. Saya dua hari enggak tidur untuk (mengurusi proses pengambilan) uang. Untuk mereka yang sekarang belum terdaftar, nanti akan diurus oleh Dinas Sosial. Perlu waktu lagi, tapi agak susah karena 99,8 persen pekerja seks dan muncikari di sana itu orang dari luar Surabaya.
Bagaimana mekanisme penyaluran kompensasi?
Dia (pekerja seks dan muncikari) kan punya rekening. Kami buatkan rekening satu-satu. Pasti (penyalurannya) tepat karena ada rekening. Dananya kami transfer ke situ. Mereka yang sudah terdaftar tinggal mengambil.
Sudah berapa wisma yang siap diambil alih Pemerintah Kota?
Ada sepuluh wisma (dari 311 wisma) yang minta dibeli pemerintah. Mudah-mudahan minggu depan sudah bisa kami proses. Salah satu yang terbesar, Wisma Barbara II, juga minta dibeli Pemerintah Kota. Kami menganggarkan Rp 9 miliar untuk Barbara. Untuk pembebasan tanah, kami menambah Rp 20 miliar di PAK (program anggaran kerja). Semua rumah nanti bisa dipakai untuk usaha secara gratis.
Penyusunan PAK kan butuh persetujuan DPRD. Bagaimana kalau dihambat?
Ya, enggak apa-apa, kan ada Gusti Allah.
Ada kekhawatiran daerah-daerah di sekitar Surabaya bahwa pekerja seks eks Dolly akan menyerbu wilayah mereka.
Kami kirim surat berisi data lengkap para pekerja seks beserta foto-fotonya ke pemda masing-masing sampai ke kampung-kampungnya. Setelah itu, kami cek. Kami berikan juga data tersebut ke daerah-daerah yang ada lokalisasi. Daerah lain kalau bisa mencegah enggak perlu takut. Salah satu kabupaten di Papua kirim surat ke saya bahwa ada pekerja seks dari Surabaya datang ke tempatnya.
Respons Anda apa?
Langsung saya berangkatkan Kepala Dinas Sosial dan Kepala Bagian Kesra ke Papua untuk jemput kalau memang dia warga Surabaya. Ternyata, setelah dicek, dia bukan warga Surabaya, berangkatnya saja dari Surabaya. Kalau memang warga Surabaya, saya tanggung jawab. Dulu ada dua warga kami di Malaysia, ya, kami ambil. Saya tidak mau nasib warga kami disia-siakan di sana.
Mereka yang tertular HIV/AIDS menjadi tanggungan siapa?
Ini yang masih jadi masalah. Aku mau bicara dengan Pak Gubernur. Enggak mungkin kami merawat 200 orang lebih yang kena HIV/AIDS itu. Anggaran kesehatan satu tahun hanya Rp 10 miliar. Berat kalau semua dibebankan ke kami. Apalagi mereka semua bukan orang Surabaya.
Apakah ada organisasi yang membantu mendampingi mantan pekerja seks dan masyarakat yang terkena dampak selepas penutupan Dolly?
Banyak! Ada Al-Falah, Universitas Ciputra, Lazis Muhammadiyah, Al-Irsyad. Banyak yang mau membantu. Juga pihak swasta. Bahkan sudah ada yang beri training membuat kue. Ada yang sudah jual kue, telur asin, bawang goreng, batik. Nanti akan saya buatkan tempat di pojok sisi utara Taman Bungkul supaya mereka bisa jualan. Biar mereka cepat percaya. Dengan pesanan telur asin dan brambang (bawang merah) goreng itu saja mereka sudah kewalahan.
Kebanyakan masih berkutat di sektor informal?
Beberapa sudah ada yang kerja di Infokom, Linmas, Satpol PP.
Mereka itu siapa?
Warga yang terkena dampak. Mereka memang minta (pekerjaan) kepada kami. Kalau pekerja seks biasanya di sektor informal.
Mantan pekerja seks enggak minta pekerjaan di sektor formal?
Enggak ada. Warga yang terkena dampak sudah ada yang mau bekerja di pabrik sepatu. Kami latih mereka. Di bengkel juga ada.
Anda pernah bilang akan menjadikan Dolly sentra ekonomi baru. Seperti apa wujudnya?
Eks wisma itu kami beli, lalu kami jadikan sentra-sentra usaha. Mungkin akan kami jadikan laundry, bengkel, pedagang kaki lima. Mereka bisa berjualan handÂphone, bikin usaha sablon, atau travel.
Itu rencana untuk warga yang terkena dampak atau pekerja seks?
Ada untuk warga yang terkena dampak, ada untuk pekerja seks. Memang pekerja seks biasanya lambat karena terbiasa punya ketergantungan pada muncikarinya.
Apa yang Anda pelajari dari pengalaman Jakarta menutup lokalisasi Kramat Tunggak— yang sempat memunculkan praktek prostitusi liar?
Di Jakarta, saat penutupan Kramat Tunggak, tanahnya langsung digunakan untuk Islamic centre. Kami melakukan transformasi. Makanya, sewaktu kiai-kiai minta tutup pada 2010, aku menolak. Lalu, di perjalanan, mungkin Tuhan menunjukkan jalan dengan munculnya macam-macam kasus. Dan aku kemudian belajar bahwa di sana ada masalah. Teman-teman ikut memberi solusi komprehensif: pekerja seks ditandem ke sektor usaha. Ternyata bisa.
Mari kita pindah soal ke Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang belum beres. Mengapa izin konservasi tak kunjung dikeluarkan Kementerian Kehutanan?
Ya, izin konservasinya belum keluar. Kayaknya dia (maksudnya Tim Pengelola Sementara yang dibentuk Kementerian Kehutanan) ingin aku diomongi mau kongsian sama Chairul Tanjung (CT)? Lha, aku sama Pak CT enggak pernah ngomong, kok ini malah fitnah. KBS bisa seperti ini saja aku sudah senang. Sekarang, setelah diambil alih Pemerintah Kota, kondisinya sudah lebih baik.
Perkumpulan Kebun Binatang Se-Indonesia melaporkan Anda dengan tuduhan pencemaran nama. Apa tanggapan Anda?
Enggak apa-apa, biar saja. Itu untuk warga Surabaya. Aku sampai orang tuaku sudah ikhlas taruhannya nyawa memperjuangkan Surabaya.
Tak ada komunikasi lagi dengan Kementerian Kehutanan ihwal izin konservasi?
Sudah kami ingatkan lagi lewat surat ke Menteri Kehutanan, tapi tidak keluar juga izinnya. Kami kan enggak bisa memaksa. Kami juga tak bisa menuruti mereka membuat macam-macam KBS. Syarat penggunaan lahan itu amat rumit. Aku ngomong ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena dia berapa tahun enggak bayar pajak bumi dan bangunan. Itu ditagih oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dia enggak bayar sewa. Kami tagih, malah marah-marah. Aku enggak ada kepentingan apa-apa.
Ada permintaan dari mereka untuk ketemu?
Enggak mau aku, nanti aku dibalik-balik lagi. Sudah jelas dulu dia yang mau bikin hotel kok dibalik aku yang ingin bikin. Desain itu kami bikin pada 2011, enggak ada bagian di desain itu untuk membuat hotel. Malah mau kami pindahkan parkir dari situ biar Kebun Binatang Surabaya lebih luas.
Sekarang masa pemilihan presiden. Anda sudah siap berkampanye untuk Jokowi?
Aku belum tahu. Nanti lihat bagaimana. Sampai sekarang aku belum punya jadwal kampanye. Katanya nanti akan dihubungi. Dulu, waktu kampanye pemilu legislatif, untung izinnya bisa keluar satu hari.
Partai sudah memberikan perintah kepada Anda untuk jadi juru kampanye?
Dulu tiba-tiba ada surat dari Dewan Pimpinan Pusat. Ya, sudah, aku ajukan cuti ke Pak Gubernur dan izinnya sudah keluar.
Anda akan maju lagi dalam pemilihan Wali Kota Surabaya 2015?
Enggak tahu, itu nantilah. Pekerjaan rumah saya masih banyak.
Aku betul-betul capek. Rasanya enggak ada hari tanpa mikir, enggak ada menit tanpa mikir. Tidur harus ngeloni HT (handy Âtalky). Lama-lama terbiasa.
Sampai sekarang belum ada nama lain yang bisa menyaingi Anda sebagai kandidat wali kota. Ada komentar?
Pokoknya, aku berikan semuanya ke warga sesuai dengan sumpah. Aku sampai kena rangen (penyakit kulit). Mosok, ada wali kota rangen? Kan, lembap karena aku pakai sepatu bot. Aku takut ular, makanya pakai bot. Dulu di Bappeko (Badan Perencanaan Pembangunan Kota) masih sempat dandan, sekarang kadang sampai lupa enggak bawa jam. Pakai kerudung pun sambil lari.
Tri Rismaharini: Pendidikan:
Karier:
Tempat dan tanggal lahir: Kediri, Jawa Timur, 20 November 1961
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo