Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bola ternyata bisa menggelindingkan pemain dari lapangan ke meja hijau. Nasib itu dialami Hasan bin Muhammad, pemain klub Nur Syabab. Ia sempat diseret jaksa Mayun Komaruddin dengan Pasal 351 ayat 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ke Pengadilan Negeri Purwakarta, Jawa Barat, lebih dari empat windu lalu.
Terdakwa dituduh sang jaksa telah menganiaya Makmur bin Ukus dari perkumpulan Tunas Mekar. Dalam berkas perkara disebutnya terdakwa telah memukul pengadu sebanyak lima kali.
Hasan tak menolak tuduhan itu. "Cuma saya tak mengira kalau ini akan sampai ke pengadilan," katanya. Makmur dipukulnya dalam kompetisi bond Persipo di Stadion Purnawarman, Purwakarta. Tapi permintaan maaf pernah disampaikannya seusai pertandingan yang digelar pada 2 Desember itu. Menurut Hasan, "Soal pukul-memukul di antara pemain di lapangan kan biasa."
Bagi Makmur, ternyata hal itu di luar kewajaran. Ia, kendati sudah berjabat tangan dengan Hasan, merasa masih perlu memberi pelajaran. "Biar lain kali orang tak ringan tangan di lapangan," kata Makmur, mengungkapkan alasan pengaduannya. Ia mengatakan tak masuk kantor dua hari akibat pemukulan itu.
Mengapa Hasan memukul? Ceritanya ini bermula ketika pada menit ke-37 Hasan, yang tengah menggiring bola, dihadang oleh Makmur. Ia terjatuh. Tapi wasit Didi (C II) tak meniup sempritannya. "Siapa yang tak kesal," kata Hasan. "Kita sudah ditekel, tapi wasit tak meniup peluit dan menghukum Makmur." Wasit tak melihat pelanggaran itu.
Bagi jaksa Mayun, ini bukan sekadar urusan permainan sepak bola. "Saya melihat segi penganiayaannya. Dan itu sudah cukup buat diajukan ke pengadilan," katanya. Ia, sama seperti Makmur, berharap dengan kasus ini orang akan takut melepaskan bogem mentah sekalipun di lapangan bola.
Betulkah pemain akan jera berkelahi? "Belum tentu," jawab hakim Pengadilan Negeri Purwakarta, Titin Kantifah. Ia menilai kasus ini sampai ke pengadilan karena Persipo tak mampu menyelesaikan urusan rumah tangga sendiri.
Uteh Riza Yahya, Kepala Humas Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, juga menganjurkan masalah seperti itu dibatasi di lapangan saja. Ia mengaku pernah dipukul orang ketika menjadi manajer tim PSSI pada 1960-an. Tapi, "Saya tak mengajukannya ke pengadilan karena ini soal bola," katanya.
Hakim Ruslim Rasyad, yang juga dari Pengadilan Negeri Purwakarta, tampak berpendapat demikian pula. Baku pukul di lapangan hijau dianggapnya perkara biasa. Mungkin mirip pungutan di kantor kelurahan, yang tetap dilakukan meski sudah ada imbauan bahwa segala layanan di sana adalah gratis. "Jika sudah sekali, besok lusa kami bisa terus-terusan mengurus perkara bola," ujarnya merasa khawatir.
Apa putusan pengadilan terhadap Hasan? Hingga sepekan menjelang artikel ini diterbitkan, sidang itu ternyata belum sampai pada vonis. Tapi, menurut pasal yang dituduhkan, ia bisa dijatuhi hukuman penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo