Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Saya Menghadapi Mesin Politik Besar

31 Maret 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nasi putih, gurami goreng, sayur bobor, tahu dan tempe bacem, serta sayur lodeh menjadi teman santap siang bersama Boediono pada Sabtu dua pekan lalu. Tampil santai dengan kemeja kotak-kotak merah, dia jauh dari kesan resmi seorang wakil presiden. Hanya, Boediono masih setia dengan sikapnya yang tak banyak bicara, lebih senang mendengarkan.

Tak mudah mengajak Wakil Presiden Boediono berbicara terbuka kepada media. Selama periode pemerintahan kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ia tidak pernah memberikan waktu wawancara khusus. Hanya sesekali dia meluangkan waktu untuk ngobrol secara off the record. Baru sekaranglah, enam bulan menjelang pemerintahan ini berakhir, ia mau membuka diri.

Selama ini, Boediono merasa tidak perlu melakukan komunikasi terbuka dengan awak media. "Tapi ternyata saya salah," katanya. Tak ada berita positif tentang perannya dalam pemerintahan selama lima tahun terakhir. Sebaliknya, opini dan tuduhan tentang peran dia sewaktu menjadi Gubernur Bank Indonesia dalam kasus penyelamatan Bank Century, yang kini menjadi Bank Mutiara, terus mengepung dan cenderung menyudutkan.

Tuduhan itu kini memasuki babak baru senyampang berlangsungnya pengadilan terhadap Budi Mulya. Bekas Deputi Gubernur Bank Indonesia itu dituntut karena menerima Rp 2 miliar dari Robert Tantular, bekas pemilik Bank Century. Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi juga mendakwa Budi Mulya bersama anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia lainnya merugikan negara Rp 6,7 triliun karena menalangi Bank Century.

Boediono menerima wartawan Tempo M. Taufiqurohman, Widiarsi Agustina, Anton Septian, dan Sorta Tobing serta fotografer Aditia Noviansyah di rumah dinas Wakil Presiden, Jalan Diponegoro Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat. Seperti biasa, dia berbicara pelan, cenderung singkat. Beberapa pertanyaan dia jawab secara tertulis agar lebih rinci.

Mengapa Anda bersikap pasif menghadapi tuduhan dalam kasus Bank Century?

Terus terang, saya menghadapi pilihan sulit. Saya sudah berusaha memberikan penjelasan kepada Dewan Perwakilan Rakyat serta Komisi Pemberantasan Korupsi dan melalui media mengenai apa yang terjadi. Tapi saya merasakan bahwa upaya itu ternyata tidak bergaung dan sia-sia.

Apa kendalanya?

Saya menghadapi mesin politik besar dengan segala kemampuan dana, panggung, dan media yang luar biasa. Sementara itu, saya harus menjalankan tugas sehari-hari sebagai wakil presiden. Saya lebih memilih menggunakan waktu saya untuk tugas saya sehari-hari, dengan harapan semuanya akan mereda dengan berjalannya waktu. Tapi ternyata harapan itu tidak terjadi.

Jaksa KPK menuduh talangan terhadap Bank Century merugikan negara Rp 6,7 triliun?

Kalau saya harus menjelaskan kasus Bank Century secara rinci, pasti panjang sekali. Tapi intinya kurang-lebih begini. Krisis keuangan dunia meledak sekitar September 2008. Tiga bank badan usaha milik negara mengalami kesulitan likuiditas dan mendapatkan injeksi Rp 15 triliun dari pemerintah. Tapi yang paling mengalami kesulitan adalah bank-bank kelas menengah dan kecil. Rumor beredar keras, sejumlah bank kesulitan. Kredit mandek dan kekhawatiran makin luas dan makin parah.

Apa pandangan Bank Indonesia ketika itu?

Jangan sampai ada bank yang jatuh, karena dampaknya akan sangat luas seperti pada 1997-1998. Pada November 1997, sejumlah bank kecil ditutup dan dampaknya fatal. Deposan berbondong-bondong menarik simpanannya dari bank yang belum ditutup. Keadaan seperti itu berlanjut sampai diterapkannya blanket guarantee pada April 1998. Pada 2008, usul blanket guarantee ditolak pemerintah.

Apa dasar perubahan fasilitas pendanaan jangka pendek untuk Bank Century?

Ketentuan itu bukan untuk kepentingan satu bank saja, tapi menjaga agar tidak ada bank yang jatuh. Dalam perkembangannya, memang fasilitas pendanaan jangka pendek tidak cukup. Upaya mencari investor tidak berhasil. Akhirnya, bank itu diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan.

Apa tanggapan Anda terhadap dakwaan untuk Budi Mulya yang menyebut nama Anda?

Proses peradilan sedang berjalan. Tidak pada tempatnya saya mengomentari ini di media. Apalagi saya bukan ahli hukum.

Apabila tahu bahwa penyelamatan Bank Century disusupi kepentingan individu, apakah Anda tetap setuju bank itu diselamatkan?

Saya tidak mengetahui ada kepentingan individu atau pihak mana pun yang menyusupi kebijakan itu. Saya berulang kali mengatakan siapa pun yang memanfaatkan kebijakan itu untuk melawan hukum, mengambil manfaat demi dirinya sendiri, atau untuk kepentingan pihak mana pun harus ditindak tegas.

Anda menyesal menjadi Gubernur BI?

Ha-ha-ha…. Saya baru bertugas beberapa bulan sewaktu krisis 2008 meledak. Bank Century punya sejarah pengelolaan yang buruk. Tapi penyelamatannya saat krisis tidak bisa dihindari. Saya mendukung seribu persen Lembaga Penjamin Simpanan dan negara mengejar siapa pun yang bertanggung jawab atas kerusakan Bank Century sampai ke ujung dunia.

Kabarnya, Anda menangis ketika mengambil keputusan atas nasib Bank Century?

Mungkin karena lelah saja jadi kelihatan seperti menangis. Itu memang keputusan yang berat. Sulit menggambarkan kembali drama dan stres yang terjadi pada waktu itu.

Anda jadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan sejak kasus Bank Century?

Enggak juga, sih. Paling rumit memang di bidang keuangan. Pengambilan keputusannya kompleks, kadang dengan waktu terbatas. Efek keputusan itu bisa panjang. Tapi, kalau ada landasan keyakinan dan dianggap benar, harus dilakukan.

Apa pesan untuk pemerintah mendatang dalam menghadapi krisis?

Suasana seperti ini jangan terjadi lagi. Keadaan krisis adalah darurat. Perkembangan di lapangan berjalan cepat, sementara informasi pendukung sering ketinggalan. Di sini peran keyakinan dan pengalaman penting untuk menjembatani kesenjangan informasi. Kalau tidak, keputusan tidak akan pernah diambil.

Bagaimana hubungan Anda dengan Sri Mulyani Indrawati (mantan Menteri Keuangan) setelah kasus ini diusut KPK?

Baik-baik saja. Saya jarang berkomunikasi dengan dia sekarang. Beberapa kali saja pertemuan di sini.

Kinerja Anda sebagai wakil presiden terganggu karena kasus ini?

Tak ada bulan madu sama sekali. Riuh-rendah masalah Bank Century praktis berlangsung lima tahun sepanjang masa tugas jadi wakil presiden. Tapi terbukti saya tetap bekerja membantu Presiden. Bohong kalau saya mengatakan keriuhan ini sama sekali tidak mengganggu. Namun saya sangat maklum bahwa ini adalah konsekuensi mengemban sebuah jabatan politik yang memang menjadi incaran para politikus. Latar belakang saya dosen dan tidak punya basis partai sehingga memang saya target empuk serangan politik.

Bagaimana hubungan Anda dengan Aburizal Bakrie (Ketua Umum Partai Golkar)?

Ha-ha-ha…. Selalu baik-baik saja.

Kabarnya, dia sudah mengajukan diri menggantikan Anda kalau Anda menjadi tersangka….

Saya tidak mau mengomentari itu.

Setelah lama berada di pemerintahan, bagaimana Anda menilai diri sendiri sampai jadi orang nomor dua di negeri ini?

Karier saya tidak saya tentukan sendiri. Lebih dari 50 persen adalah proses yang berjalan. Jadi tidak benar kalau manusia bisa mendesain rencananya. Saya tidak pernah bermimpi jadi wakil presiden. Seumur hidup saya hanya sekali melamar pekerjaan, sewaktu baru datang dari Australia, 1966-1967, tahun sulit. Saya melamar ke Bank of America. Setelah itu, banyak yang datang ke saya.

Seperti apa proses dilamar oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

Bukan dilamar, ya, diajak. Saya waktu itu masih Gubernur BI. Diajak ngomong-ngomong di Cikeas. Beliau menyinggung soal pasangan untuk jadi wakil presiden. Saya tidak merespons. Pada pertemuan kedua, baru saya definite ditawari. Saya minta waktu berpikir.

Berapa lama?

Dua minggu atau berapa, saya lupa. Saya ngomong dengan keluarga. Terus terang, satu anak saya tidak setuju. Sampai akhirnya kami putuskan okelah. Ini tugas dan amanah yang harus saya jalani.

Banyak yang menilai kesalahan utama Anda menerima tawaran itu. Sepertinya Anda dikunci menjadi pendamping SBY supaya jadi bagian dari politik praktis….

Saya rasa tidak. Saya dipilih berdasarkan survei oleh Saiful Mujani. Ada nama Ical (Aburizal Bakrie), Sri Mulyani, Kuntoro Mangkusubroto, dan saya. Dari survei itu, nama saya konsisten unggul. Saya rasa itu alasan beliau memilih saya. Kalau dikunci, saya rasa tidak karena waktu itu Bank Century bukan masalah besar. Saya tidak menyangka setahun kemudian jadi ramai.

Apa rasanya menjadi wakil presiden di tengah-tengah kabinet yang penuh politikus?

Saya lurus saja. Apa pun, saya tidak peduli dia mau punya partai politik. Peran dia dalam keputusan dan kebijakan harus dilaksanakan.

Seberapa besar perbedaan politik itu berpengaruh dalam rapat kabinet?

Mereka yang dari partai politik tidak pernah menyampaikan nuansa partainya. Saya tidak tahu dalam action-nya, ya. Memang kelihatan sekali mereka yang dari teknokrat lebih lugas komunikasinya.

Kalau dari segi kinerja, lebih bagus menteri dari partai politik atau teknokrat?

Janganlah, nanti saya dimusuhin.

Apa pegangan Anda dalam menilai para menteri?

Laporan dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan. Pak Kuntoro itu obyektif. Kalau ada kebijakan yang tidak selesai, laporan itu yang saya pegang dan saya tagih. Kalau sudah ditagih diam saja, ya, saya tidak bisa melakukan lebih dari itu kecuali tagih lagi. Jadi harus telaten.

Soliditas menteri menjelang kabinet berakhir semakin kuat atau seret?

Sekarang banyak yang turun kampanye. Mereka berhak melakukan itu untuk beberapa hari. Kalau saya undang rapat, harus tahu dulu jadwal kampanye mereka. Dulu lebih gampang.

Seperti apa seharusnya koalisi dalam kabinet?

Modusnya harus lebih kuat. Program yang disepakati harus jelas.

Seberapa besar pengaruh Anda terhadap kebijakan pemerintah?

Wakil presiden tidak memiliki otoritas eksekutif secara langsung. Saya banyak memberikan masukan kepada Presiden. Saya juga mengerjakan tugas dari beliau. Yang tahu peran saya bagaimana tentu saja atasan saya. Sebagai pembantunya, saya harus lebih sering berada di balik layar.

Karena itu, Anda cenderung tertutup?

Saya pikir tidak terlalu penting untuk tampil ke publik. Pikiran itu sudah ada sejak masuk ke pemerintahan. Tapi sekarang tampaknya jadi penting. Saya memang salah, kalau wakil presiden itu berbeda. Apa yang coba saya lakukan selama ini ada hasilnya, kok. Kalau ada proyek mandek, memang saya seharusnya lebih muncul. Tapi itu sudah lewat. Semoga wakil presiden berikutnya jangan terlalu seperti saya.

Tuntutan apa yang harus ada dalam pasangan presiden dan wakil presiden? Chemistry atau keahlian?

Kalau sudah di puncak, keahlian malah nomor dua. Yang penting memanfaatkan kabinetnya. Cari orang yang terbaik di bidang masing-masing. Tentu dengan kompromi koalisi. Level atas itu generalis saja. Tahu mengatur dan punya visi. Presiden dan wakilnya tidak harus sama karakter, tapi punya cara kerja yang sama dan kompromi.

Karakter dwitunggal harus saling melengkapi. Kalau pemimpinnya suka blusukan, wakilnya bagaimana?

Sudah menjurus ini, ya. Blusukan baik saja. Tapi, kalau sudah di puncak, porsi blusukan-nya harus strategis sekali.

Anda pernah bertengkar atau beda pendapat dengan SBY?

Tidak usah saya jawablah.

Seberapa sering Anda ke Cikeas?

Jarang. Kalau diundang saja.

Untuk silaturahmi dan kunjungan pribadi?

Satu-dua kali. Beliau kan sibuk.

Apa yang Anda lakukan jika ada perbedaan pendapat dengan SBY?

Kan, ada rapat. Kalau ada pendapat, saya sampaikan.

Rapat berdua saja?

Pernah. Kalau saya anggap penting, kami rapat berdua.

Tidak pernah bertengkar?

Enggaklah.

Apa karena sama-sama dari Jawa Timur?

In the end keputusan akhir di Presiden. Tidak bisa kita menyangkal itu. Ya sudah kalau memang lain (pendapat). Tapi ya harus saya sampaikan pandangan saya. Nanti pelaksanaannya terserah Presiden.

SBY mitra yang menyenangkan?

Beliau orang yang friendly.

Anda suka ikut bernyanyi bersama SBY? Anda berdua kan sama-sama jago main gitar….

Saya kadang-kadang nyanyi. Setahun sekali tapi.

Menyesal jadi wakil presiden?

Enggaklah. Apa yang telah saya lakukan tidak pernah saya sesali.

Boediono
Tempat dan tanggal lahir: Blitar, 25 Februari 1943 Pendidikan: Bachelor of Economics (Hons), University of Western Australia (1967); Master of Economics, Monash University, Australia (1972); PhD bidang ekonomi, Wharton Business School, University of Pennsylvania, Amerika Serikat (1979) Karier: Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (1998-1999), Menteri Keuangan (2001-2004), Menteri Koordinator Perekonomian (2005-2008), Gubernur Bank Indonesia (2008-2009), Wakil Presiden Republik Indonesia (2009-2014), Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus