Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengadilan membebaskan pendiri Koperasi Simpan Pinjam Indosurya dari tuntutan pidana.
Banyak koperasi yang beroperasi layaknya bank.
Teten Masduki menilai Undang-Undang Perkoperasian perlu direvisi.
MAJELIS hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat membebaskan Henry Surya, pemilik dan pendiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, dari segala tuntutan dalam sidang pada Selasa, 24 Januari lalu. Jaksa mendakwa Henry melakukan penipuan dan penggelapan dana koperasi senilai Rp 106 triliun. Hakim membebaskannya karena urusan duit anggota koperasi itu masuk ranah perdata, bukan pidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah kecewa berat atas putusan tersebut. Dalam konferensi pers pada Jumat, 27 Januari lalu, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. menyatakan pemerintah akan mengajukan permohonan kasasi. “Saya mengusulkan ada upaya hukum lain karena yang paling penting memenuhi kewajiban kepada anggota (KSP Indosurya),” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki kepada wartawan Tempo, Abdul Manan dan Riky Ferdianto, di kantornya pada Jumat, 3 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gagal bayar Indosurya adalah tipikal koperasi yang membesar. Dari 123 ribu koperasi di Indonesia, koperasi simpan-pinjam semacam Indosurya ada sekitar 18 ribu. Dari jumlah itu, delapan koperasi mengalami gagal bayar sejak 2020. Indosurya baru beroperasi delapan tahun dengan jumlah anggota sebanyak 23 ribu.
Menurut Teten, kasus gagal bayar KSP Indosurya menunjukkan kelemahan ekosistem koperasi yang tanpa pengawas eksternal. Akibatnya, koperasi seperti Indosurya hanya menjadi kedok kejahatan keuangan. Untuk mencegahnya, pemerintah akan mengajukan revisi Undang-Undang Perkoperasian. Kelak, ucap Teten, pengawasan koperasi mirip di perbankan yang memiliki Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan untuk dana nasabah kecil.
Bagaimana awal kasus koperasi simpan pinjam (KSP) bermasalah seperti Indosurya ini?
Waktu pandemi Covid-19 pada 2020 itu ada delapan koperasi simpan-pinjam yang gagal bayar, yakni Sejahtera Bersama, Intidana, Praciko, Praciko Inti Utama, Indosurya, Timur Pratama Indonesia, Lima Garuda, dan Jasa Berkah Wahana Sentosa. KSP atau koperasi secara keseluruhan berbeda dengan bank. Bank, sejak 1998, kan sudah rapi. Pengawasnya Otoritas Jasa Keuangan. Kalau ada bank gagal bayar, OJK yang menentukan dampaknya sistemik atau tidak sistemik. Kalau sistemik harus bailout (diberi dana talangan). Untuk penyimpan kecil sudah ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sedangkan koperasi ada sekitar 123 ribu. Koperasi yang besar itu seperti KSP Kospin Jasa dengan aset Rp 11 triliun, KSP Syariah Pesantren Sidogiri Rp 4,7 triliun, Lantang Tibo di atas Rp 4 triliun, dan Keling Kumang di atas Rp 2,5 triliun. Ekosistem kelembagaan di koperasi ini tidak sebagus perbankan. Kalau berdasarkan undang-undang, koperasi mengatur diri sendiri, mengawasi sendiri. Dalam Undang-Undang Perkoperasian, Kementerian Koperasi tidak punya wewenang pengawasan.
Lalu apa kewenangannya?
Pendaftaran koperasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Izin usaha simpan-pinjam di Kementerian Koperasi. Kami lebih ke pembinaan karena fungsi (pengawasan) tidak ada. Pokoknya koperasi mengawasi diri sendiri. Rapat anggota tahunan forum tertinggi, yang memilih pengurus dan pengawas. Nah, dalam praktiknya, ini enggak jalan. Tapi ini tidak semua (koperasi), ya. Yang delapan itu memang latar belakangnya bukan dari gerakan koperasi. Hanya ada satu yang memang asalnya koperasi simpan-pinjam murni, yaitu KSP Sejahtera Bersama di Bogor, Jawa Barat. Yang lain didirikan pengusaha. Saya khawatir betul karena dalam Undang-Undang Perkoperasian ekosistemnya sangat lemah, termasuk pengawasannya. Babi hutan dari perbankan, penjahat-penjahat di bank itu, masuk ke koperasi. Seperti Indosurya. Itu persis praktik perbankan pada 1998. Mereka mengumpulkan dana masyarakat dan dipakai di grup sendiri. Di koperasi enggak ada batas minimum pemberian kredit, enggak ada aturan rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR).
Kenapa Indosurya bisa dapat izin sebagai koperasi simpan-pinjam?
KSP Indosurya mendapat izin Kementerian Koperasi pada 2012. Pada 2018 pernah ditegur divisi pengawasan karena menjalankan fungsi tidak murni koperasi simpan-pinjam. KSP itu seharusnya closed loop, hanya boleh dari anggota ke anggota. Tapi ada koperasi yang juga open loop (memberi pinjaman ke bukan anggota), koperasi jasa keuangan. Koperasi mendirikan bank perkreditan rakyat. Di koperasi, jasa keuangan itu dibagi dua. Closed loop di Kementerian Koperasi. Koperasi open loop seharusnya di OJK. KSP seharusnya kategori closed loop. Itu celah di Undang-Undang Perkoperasian. Menurut saya, KSP Indosurya praktiknya jasa keuangan. Orang yang memasukkan duit ke KSP Indosurya sebenarnya berinvestasi di perusahaan sekuritas Indosurya, lalu dibukukan di koperasi. Itu caranya menghindar dari pengawasan OJK karena ia tahu pemerintah enggak punya kewenangan mengawasi KSP.
Apakah syarat sebagai koperasi dipenuhi Indosurya?
Di awal mungkin memenuhi. Menurut saya, dia tidak memenuhi syarat. Dia bukan koperasi simpan-pinjam karena menjalankan open loop. Ini kan munculnya pada 2020, sewaktu pandemi Covid-19. Mereka mengumpulkan dana dari masyarakat. Seperti KSP Sejahtera Bersama. Tadinya ia koperasi simpan-pinjam murni, tapi salah bisnis. Ia membuat produk investasi bagi orang di luar anggota dengan bunga tinggi, dananya diinvestasikan di sektor yang sangat berisiko, seperti hotel dan properti. Saat Covid-19 merebak, hotel enggak laku. Itu persis situasi 1998.
Setelah ada teguran dari Kementerian, apakah Indosurya berbenah?
Ada kelemahan di undang-undang. Di awal ada simpang-siur dengan OJK, yang merasa bahwa kontrol pengawasan koperasi simpan-pinjam ada di Kementerian Koperasi. Indosurya sebenarnya melakukan praktik shadow banking. Nah, itu wewenangnya di OJK. Mereka bilang, karena badan hukumnya koperasi, pengawasan ada di Kementerian Koperasi, meski ia menjalankan praktik shadow banking. Di situ undang-undang tidak tegas, misalnya tidak ada ketentuan bahwa KSP yang menjalankan praktik shadow banking bisa dipidana.
Apa yang bisa dilakukan Kementerian?
Bisa saja dibubarkan. Namun, karena koperasi, pembubarannya oleh anggota, melalui rapat anggota tahunan, enggak bisa oleh Kementerian. Paling kami mencabut izin usaha simpan-pinjamnya. Kalau dibubarkan pemerintah, setahu saya enggak bisa, karena koperasi sebuah entitas yang otonom.
Apakah mekanisme pengawasan internal di koperasi seperti Indosurya itu berjalan?
Di koperasi bisa jadi ada oligarki. Banyak orang yang menganggap koperasi isinya orang bersih semua. Faktanya, pengurusnya dan pengawasnya bisa direkayasa. Makanya ketua koperasi bisa seumur hidup. Mekanisme demokrasinya tidak jalan.
Apa yang memicu pemerintah membentuk Tim Satuan Tugas Penanganan Koperasi Bermasalah?
Begitu ada kasus ini, kami duduk bersama, kemudian bikin satuan tugas. Kalau koperasi semestinya ada mekanisme internal untuk mencari solusi bersama supaya enggak gagal bayar, supaya bisa pulih. Tapi ini investor yang masuk ke koperasi. Begitu gagal bayar, mereka ingin menarik uangnya. Jadi saya berani mengatakan ini sebenarnya bukan koperasi. Pemerintah juga tidak ada mekanisme bailout seperti di bank. Tidak ada LPS dan segala macamnya. Jadi ini memang kelemahan kelembagaan ekosistem koperasi yang sudah lama tidak dibereskan sehingga perlakuan terhadap koperasi bermasalah dan bank bermasalah berbeda.
Kami coba dorong koperasi lain yang bisa menyuntikkan pembiayaan, memberi pinjaman, atau investor yang mau masuk. Enggak ada yang mau. Akhirnya pada Desember 2021 mereka ke pengadilan niaga dan lewat penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Kemudian kami bikin satuan tugas untuk mengawasi pelaksanaan PKPU pada Januari 2022. Anggota satuan dari Kementerian Koperasi, Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta OJK. Tapi realisasi putusan PKPU ini rendah. Ada PKPU yang berakhir pada 2024, ada yang sampai 2025.
Berapa realisasi PKPU?
Realisasi KSP Sejahtera Bersama, yang anggotanya 186 ribu orang, baru 3 persen. Indosurya, yang anggotanya 23 ribu orang, 15,6 persen. Rendah. Karena memang sulit menjalankan putusan PKPU. Ketika memutus PKPU, hakim pengadilan niaga tidak menunjuk manajemen baru atau pemerintah untuk menggantikan pengurus koperasi, tapi mengembalikannya ke pengurus lama, yang sudah gagal. Dulu, dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, ditunjuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Di undang-undang kepailitan, kalau tidak memenuhi PKPU, tidak ada sanksi pidana. Waktu itu saya, Menkopolhukam Pak Mahfud, dan Pak Agus Santoso (Ketua Tim Satuan Tugas Penanganan Koperasi Bermasalah) ke Mahkamah Agung. Kami sampaikan, "Hati-hati. PKPU dan kepailitan ini ada mafianya." Dengan PKPU itu, sebenarnya yang dirugikan anggota.
Bagaimana hasil kerja satgas tentang hal ini?
Lumayan. Sejak ada satgas, kepailitan dan PKPU bisa jadi alat merampok uang anggota oleh pengurus koperasi. Akhirnya Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2022. Isinya kepailitan dan PKPU koperasi simpan-pinjam itu harus diajukan oleh Kementerian Koperasi. Sama seperti kepailitan bank dan asuransi oleh Menteri Keuangan.
Dalam kasus Indosurya, apa yang bisa dilakukan pemerintah?
Saya enggak punya solusi jangka pendek sehingga yang saya bereskan ini jangka panjangnya. Revisi Undang-Undang Perkoperasian. Sudah ada Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang tegas memisahkan mana KSP di wilayah Kementerian Koperasi dan di OJK. Kami punya waktu dua tahun transisi untuk melaksanakannnya. Kami akan melakukan self-assessment, memeriksa KSP. Kalau mereka menjalankan open loop, kami minta mereka pindah ke OJK atau kembali murni sebagai koperasi simpan-pinjam closed loop. Saya bikin perubahan dalam pengawasannya. Kami bagi koperasi itu ke dalam empat BUKU seperti di bank. BUKU I dan II boleh masuk pembinaan. BUKU III dan IV ini yang paling berisiko, yaitu KSP yang sudah menengah dan besar.
Dalam kasus Indosurya, apakah asetnya masih ada?
Asetnya sudah dialihkan. Bukan lagi aset koperasi. Kan, seharusnya begitu putusan PKPU, tunjuk (manajemen baru), asetnya disita, diambil alih oleh manajemen baru. Dari situ baru dilakukan penjualan.
Kementerian pernah memanggil pengurus Indosurya?
Pernah. Yang datang pengurus dan bilang, "Saya enggak tahu-menahu, Pak." Banyak pengurus boneka. Henry Surya tidak mau datang. Kami tidak punya alat paksa.
Pemerintah bisa membubarkannya?
Bisa saja. Tapi kalau dibubarkan sekarang itu yang mereka mau untuk menghindar dari kewajiban kepada anggota. Sama seperti kenapa mereka mengajukan permohonan pailit, supaya bebas dari itu. Saya tidak mau terjebak. Jadi tidak kami bubarkan bukan untuk melindungi mereka. Kami masih berpikir ada peluang dengan putusan PKPU ini, yakni penegakan hukum yang benar. Memang tidak akan balik semua duit anggota. Homologasinya (pengesahan rencana perdamaian) sampai 2025.
Menkopolhukam mengatakan ada delapan langkah soal Indosurya. Apa saja?
Ada banyak peluang. Saya berkoordinasi dengan Pak Mahfud. Kami sudah beberapa kali bertemu. Terakhir waktu Henry Surya bebas, kami rapat koordinasi lagi (dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan PPATK). Disepakati (agar) jaksa meminta kasasi. Saya mengusulkan ada upaya hukum lain. Yang paling penting koperasi memenuhi kewajiban kepada anggota. Aset-aset, yang menurut laporan PPATK sudah sangat jelas, itu tinggal disita, dijual. Tapi aset yang disita polisi dari Indosurya baru Rp 2,1 triliun, padahal uang anggota Rp 13,8 triliun. Kami ingin berfokus mengembalikan uang anggota koperasi yang bermasalah dengan cara menyita dan menelusuri aset, digelapkan di mana, ditarik lagi, lalu dijual. Kami juga minta ke Mahkamah Agung, enggak tahu apa bisa (putusan PKPU) direvisi, supaya menunjuk manajemen baru.
Berapa banyak KSP yang bermasalah?
Delapan itu yang gagal bayar dari total 18 ribu KSP. Sekarang sudah saya bekukan pendirian koperasi yang motifnya bisnis atau keuangan karena sudah saya lihat bahayanya. Bahaya karena Undang-Undang Perkoperasian lemah pengawasannya. Jika babi hutan perbankan pindah ke kebun koperasi, jadi hama. Indikasi paling jelas adalah pinjaman online. Pinjol ini badan hukumnya koperasi karena tidak diawasi OJK.
Bagaimana pengawasan koperasi setelah UU Perkoperasian diubah?
Koperasi mengawasi diri sendiri itu koperasi yang dibayangkan Bung Hatta, yaitu koperasi yang kecil-kecil. Kalau sudah besar, enggak bisa. Karena itu, Amerika Serikat dan Jepang sekarang memakai otoritas pengawas koperasi sebagai pengawas eksternal. Kami sedang mengusulkan pembentukan otoritas pengawas koperasi, semacam OJK di koperasi. Juga lembaga semacam LPS untuk koperasi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo