Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Korban Koperasi Indosurya mencapai 8.756 orang.
Banyak korban yang jatuh miskin.
Indosurya juga menyasar masyarakat kelas atas.
IMAN Santoso, 55 tahun, sesenggukan. Ia tak bisa menahan emosinya saat menceritakan pengalaman nahasnya pada 2019. Pada saat itu guru matematika di salah satu sekolah menengah atas swasta di Jakarta Pusat ini getol mengajak kakak dan adiknya menginvestasikan uang warisan keluarga ke Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iman berupaya meyakinkan keluarganya bahwa fulus yang akan disimpan dalam bilyet deposito berjangka Indosurya bakal mendapatkan keuntungan besar. Di bank swasta tempat Iman dan keluarga biasa menyimpan uang, mereka hanya menerima bunga maksimal 6 persen. “Di Indosurya diiming-imingi mendapat bunga 8,5 persen per tahun,” ujarnya pada Kamis, 9 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia sempat menikmati bunga dari Indosurya sejak menginvestasikan uangnya pada Januari 2019. Hal ini semakin membuatnya yakin Indosurya akan menepati janji. Iman pertama kali bekenalan dengan Indosurya lewat seorang tenaga pemasaran bank yang sudah dikenal selama tujuh tahun. Sang pemasar itu yang merayu Iman melabuhkan uangnya ke Indosurya.
Awalnya Iman menginvestasikan Rp 750 juta. Ia menerima bunga Rp 16 juta yang dikucurkan pada tiga bulan berikutnya. Tergiur dengan cerita Iman, keluarga akhirnya menyetujui uang warisan sebesar Rp 1,5 miliar ditaruh di koperasi. Rencananya uang bunga itu ditujukan untuk membiayai adik Iman yang menyandang tunarungu.
BACA: Tipu-Tipu Koperasi Indosurya
Hingga akhir tahun, Iman rutin menerima bunga per tiga bulan. Totalnya mencapai Rp 64 juta dalam empat kali pencairan. Bilyet dari duit warisan keluarga pun sempat menerima bunga sebanyak tiga kali, masing-masing bernilai Rp 100 juta.
Petaka terjadi pada Februari 2020. Saat itu koperasi dinyatakan gagal bayar. Iman tak bisa mengambil uang miliknya dan keluarga. Keluarga akhirnya menyalahkan Iman karena uang warisan raib. “Saya, istri, dan keluarga jadi sering berantem,” tuturnya.
Pada Juli 2020, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan perkara gagal bayar Indosurya diselesaikan dengan mekanisme penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Hakim memerintahkan perdamaian antara koperasi dan para pemilik uang dilakukan dengan skema pengembalian uang 20 persen dalam satu tahun. Tapi nasabah menganggap cara ini tak efektif. Iman, misalnya, hanya menerima uang pengganti Rp 100 ribu per bulan.
Iman memutuskan menjual rumahnya senilai Rp 1,4 miliar di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Ia tak mau ribut berkepanjangan dengan keluarga. Uang itu digunakan untuk menutupi kerugian sanak-famili.
Ia jatuh miskin. Bersama keluarganya, Iman mengontrak rumah yang hanya berisi satu kamar. Istri dan putrinya tidur di kamar. Ia bersama putranya menempati ruang tamu. “Hancur sudah semua cita-cita keluarga saya, termasuk menyekolahkan anak ke luar negeri,” ucapnya.
Susanto, seorang pengusaha alat kesehatan di Medan, Sumatera Utara, turut menjadi korban. Ia memiliki dua bilyet dengan nilai masing-masing Rp 5 miliar dan Rp 2 miliar di Indosurya. Ayah Susanto, Wariman, juga mempunyai satu bilyet sebesar Rp 3 miliar.
Semua bilyet itu itu diteken oleh bos Indosurya, Henry Surya, pada 2018. Susanto sempat menerima bunga dari koperasi itu.
Ayah dan anak itu tergiur berinvestasi karena mendengar cerita dari kolega bahwa Indosurya merupakan perusahaan bonafide dan memiliki portofolio bagus. “Tawaran bunganya lebih tinggi daripada bank dan saat itu tidak ada yang tahu Indosurya merupakan koperasi,” kata Susanto.
Menjelang akhir 2019, Susanto berencana menarik dana miliknya. Tapi gagal. Duitnya tak bisa dikembalikan hingga saat ini. Ia pun mencari berbagai cara agar uangnya bisa dikembalikan.
Ia bahkan nyaris tertipu lagi. Di masa gagal bayar itu, Indosurya sempat menawarkan skema pemilikan rumah di kawasan Jakarta Barat senilai Rp 4 miliar. Syaratnya, Susanto membayar separuh harga rumah ke koperasi.
Susanto menolaknya. Sebelum memutuskan, ia meminta koleganya mengecek rumah itu. Rupanya harga rumah itu pun sudah didongkrak 100 persen dari harga asli, yakni Rp 2 miliar. “Lokasinya juga sulit untuk dijual,” ucapnya.
Rendy, 51 tahun, hidupnya berantakan karena Koperasi Indosurya. Ia ikut berinvestasi lewat lima bilyet senilai Rp 4,5 miliar selama November-Desember 2019 di KSP Indosurya cabang Surabaya, Jawa Timur. Semua bilyet itu tercatat atas nama ibunya. Rencananya duit itu akan digunakan untuk biaya operasi ibunya di Singapura.
Seharusnya Rendy menikmati bunga Rp 27 juta per bulan untuk satu bilyet. Tapi ia tak pernah menerima kucuran bunga. Saat masuk tanggal pencairan pertama, pihak pemasaran Indosurya mengabarkan Rendy bahwa uang bunga tidak bisa dicairkan. Mencium aroma yang tidak beres, Rendy mencoba menarik semua uangnya. “Ternyata sudah tidak bisa,” katanya pada Kamis, 9 Februari lalu.
Meski sudah ada putusan PKPU, Rendy baru menerima uang pengganti Rp 1 juta. Ia menyimpan masalah ini sendiri. Ibunya tak tahu Rendy mengalami rugi besar. Agar ibunya tak curiga, Rendy menalangi bunga dari koceknya sendiri untuk dikirim ke rekening ibunya. “Ibu sudah berusia lanjut, takut terjadi apa-apa,” tuturnya.
Untuk menutupi kerugian, Rendy menjual aset usahanya yang bergerak di bidang distributor peralatan listrik. Demi membiayai hidup, Rendy banting setir menjadi pengamen daring yang mengharapkan tip pengunjung di akun TikTok miliknya.
Rendy, Susanto, dan Iman sama-sama tergabung dalam Aliansi 896 Korban Koperasi Simpan Pinjam Indosurya. Ketua Aliansi 896 Wan Teddy bercerita, saat ini jumlah korban yang bergabung ke kelompoknya terus bertambah. Saat ini ada 1.694 korban dengan total kerugian Rp 2,2 triliun yang masuk ke aliansi.
Semua korban Indosurya diperkirakan mencapai 8.756 orang. Nilai totalnya sekitar Rp 15,9 triliun. Tak hanya masyarakat umum, banyak pejabat dan pegawai menengah di industri perbankan yang juga menjadi korban Koperasi Indosurya.
Keluarga mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Ito Sumardi, juga menjadi salah satu korban Indosurya. “Keluarga saya, sekitar Rp 190 miliar,” tulis Ito melalui pesan WhatsApp pada Jumat, 10 Februari lalu. Ia enggan menceritakan detail yang dialami keluarganya itu.
Kuasa hukum pemilik Koperasi Indosurya, Henry Surya, Soesilo Aribowo, berjanji kliennya akan memenuhi janji sesuai dengan aturan yang ditetapkan. “Henry Surya menaruh tanggung jawab untuk menyelesaikan ini,” katanya. Ia mengklaim, selama pembayaran hingga 2019, koperasi selalu membayar bunga tepat waktu.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Brigadir Jenderal Whisnu Hermawan Februanto mewanti-wanti masyarakat agar lebih berhati-hati dalam berinvestasi. Khusus untuk koperasi, masyarakat harus meneliti kelayakan dan kesahihan koperasi.
Ada sekitar 1.200 koperasi di Tanah Air. Tak semuanya menjalankan fungsi seperti koperasi yang pernah dicita-citakan mantan Wakil Presiden pertama RI, Mohammad Hatta. Banyak investasi abal-abal menggunakan kedok koperasi seperti KSP Indosurya. “Saat ini kami menangani enam kasus koperasi, dan tiga di antaranya sudah di persidangan,” ujar Whisnu.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo