Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bareskrim menyiapkan amunisi baru untuk menjerat kembali KSP Indosurya.
Polisi menuding ada niat jahat di balik pendirian KSP Indosurya.
Seluruh aset akan ditelusuri.
SELEPAS menghadiri pertemuan di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Brigadir Jenderal Whisnu Hermawan Februanto memerintahkan timnya mengumpulkan semua amunisi untuk menjerat kembali pemilik Koperasi Simpan Pinjam Indosurya, Henry Surya. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri itu meyakini perbuatan Henry masuk ke ranah pidana, bukan perdata sebagaimana putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini penjelasan Whisnu mengenai penanganan kembali kasus Indosurya kepada wartawan Tempo, Riky Ferdianto dan Mustafa Silalahi, di kantornya pada Jumat, 10 Februari lalu.
Kasus Indosurya mendapat perhatian khusus Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Apa tindak lanjut kepolisian dalam kasus ini?
Saya ikut di situ. Setelah rapat, kami menentukan langkah selanjutnya. Kami tidak mau merugikan masyarakat. Perkara ini kan korbannya sangat banyak, sekitar 23 ribu orang. Tapi, dari hasil pemeriksaan kami, yang masih belum dibayar sekitar 8.500 orang.
Berapa sebenarnya total kerugian nasabah?
Total kerugian Rp 15,9 triliun. Kami sudah menyita kurang-lebih Rp 2,4 triliun. Dari penelusuran kami dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, masih ada aset sekitar Rp 3 triliun yang akan kami sita lagi. Kami masih dalam proses pendataan. Kami siapkan jerat baru. Kami banyak amunisi.
Apa saja jerat baru itu?
Sedang kami rangkai. Fakta hukumnya jelas sekali. Pidananya, ada niat jahat. Ia mengumpulkan dana masyarakat tanpa izin Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia. Modusnya, Indosurya menerima uang dari masyarakat. Kemudian ia taruh di aset-asetnya. Koperasi yang benar, kalau menerima uang dari anggota, ia akan ngomong ke anggota, "Mau diapakan nih uangnya".
Kenapa polisi meyakini ada pidananya?
Dalam proses penentuan apakah kasus ini pidana, tentunya pertama ada niat jahat, lalu dirangkai dengan suatu cerita, fakta hukum, bahwa ini ada suatu niat jahat. Tadi pembentukan koperasi saja, sistemnya salah.
Salah bagaimana?
Menggunakan koperasi untuk bohong-bohongan, sebagai cover saja. Bukan koperasi beneran. Produknya MTN (medium term note), produk perbankan. Ada niat, tuh. Caranya, ia taruh di perusahaan cangkang. Ditaruh di perusahaan A, lalu B. Dari B masuk ke dia lagi, itu sudah niat jahat atau bukan? Kalau dia koperasi, seharusnya dibahas di rapat anggota.
Apakah polisi turut menggandeng Otoritas Jasa Keuangan serta Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah?
Koperasi ini sebagai cover saja. Koperasi sebagai boneka, untuk kamuflase. Bungkusnya saja koperasi sehingga OJK tidak bisa masuk. Sementara itu, produknya juga bukan skema koperasi. Misalnya, Indosurya bisa memasukkan orang luar.
Banyak nasabah yang tidak tercatat sebagai anggota KSP Indosurya?
Iya, mereka tidak tercatat sebagai anggota. Simpanan pokok, simpanan wajib, enggak ada. Sementara itu, dasar koperasi harus jelas dulu. Kami sedang menyelidiki. Kami masih cicil. Dari awalnya saja sudah salah, menyimpannya salah. Produknya MTN juga salah.
Polisi akan tetap menjerat Indosurya dengan pasal pencucian uang. Apakah nantinya uang tersebut bisa dikembalikan ke nasabah?
Saya yakin bisa. Ini contohnya kasusnya DNA Pro, kembali ke korban. Kasusnya First Travel dan lainnya juga kembali ke korban, meski tidak utuh. Nanti tindak pidana pencucian uangnya akan kami kejar melalui orang tua dan istri HS (Henry Surya) juga.
Apa tip supaya masyarakat tidak terjebak koperasi abal-abal?
Masyarakat harus bisa menilai, ada dasarnya berupa anggaran dasar atau anggaran rumah tangga atau tidak. Sudah banyak yang jadi korban. Kami menangani enam kasus koperasi, tiga di antaranya sudah P21, sudah persidangan. Adapun tiga lagi masih dalam proses. Data di Kementerian Koperasi itu setidaknya ada sekitar 1.200 koperasi. Polisi tidak bisa mengawasi. Kami baru bisa masuk ketika ada penggelapan dan lainnya.*
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo