Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Sri Mulyani harus menghitung kembali kas negara karena belanja kesehatan bakal naik akibat lonjakan kasus Covid-19.
Bagi Sri Mulyani, pandemi Covid-19 menyuguhkan tantangan yang sama sekali berbeda dengan krisis-krisis ekonomi sebelumnya.
PPKM Darurat dapat berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi.
MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati harus bekerja ekstrakeras di tengah melonjaknya angka kasus Covid-19 dalam satu bulan terakhir. Akibat jumlah penderita penyakit itu yang terus meroket, ia harus menghitung kembali kas negara karena kebutuhan untuk belanja kesehatan bakal naik. Kementerian, misalnya, menaikkan bujet dari Rp 172 triliun menjadi sekitar Rp 185 triliun untuk belanja kesehatan. “Belanja kesehatan utamanya selain vaksin juga untuk pengobatan,” tutur Sri Mulyani, 58 tahun, dalam wawancara khusus dengan Tempo melalui konferensi video, Jumat, 2 Juli lalu.
Dengan kurva penambahan kasus yang melonjak tajam, Sri Mulyani mengatakan biaya pengobatan juga akan melejit. Kementerian Keuangan tahun lalu saja telah membelanjakan Rp 14,5 triliun untuk biaya perawatan 200.545 pasien Covid-19 di 1.575 rumah sakit. Itu belum termasuk pelunasan tagihan-tagihan yang sekarang sedang diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta Kementerian Kesehatan. Belum lagi, sejumlah pemerintah daerah masih kurang sigap dalam mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19, yang salah satunya menyebabkan tertunggaknya insentif bagi tenaga kesehatan. “Kita sedang zona merah, seharusnya PPKM sampai ke level mikro di mana RT, RW, desa itu penting,” ujarnya.
Berpengalaman menghadapi krisis moneter 1997-1998 serta menakhodai Indonesia keluar dari dampak krisis ekonomi 2008, Sri Mulyani menganggap pandemi Covid-19 menyuguhkan tantangan yang sama sekali berbeda. Ia mesti memutuskan sederet kebijakan strategis di tengah kepungan kabar tentang orang-orang di sekitarnya yang terinfeksi virus corona. Tak jarang ia mesti turun tangan memberikan penjelasan tentang kebijakan yang menuai kontroversi dan kritik publik, seperti meningkatnya utang negara dan isu perpajakan.
Kepada tim Tempo, Sri Mulyani menceritakan peliknya mengatur keuangan negara di tengah ketidakpastian akibat pandemi dan dampak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat terhadap pertumbuhan ekonomi. Ia pun harus pasang badan dan mengambil alih keputusan pemotongan anggaran ketika ada kementerian dan lembaga negara lain yang lamban dalam mengalihkan anggaran untuk Covid-19. Ia mengatakan pagebluk membuatnya berpikiran lebih terbuka. Selain membaca banyak artikel, ia berkomunikasi dengan sejumlah menteri keuangan untuk memperoleh gambaran tentang kebijakan penanganan pandemi di negara-negara lain.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo