Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hampir 1.300 suporter Skotlandia yang menonton Piala Eropa di London tertular Covid-19.
Inggris masih yakin pertandingan final di stadion Wembley dapat digelar dengan aman.
WHO mengingatkan risiko penularan yang meningkat karena kerumunan orang seperti para suporter yang menonton langsung pertandingan Piala Eropa. .
KOTA London riuh oleh suara lusinan anggota Tartan Army, suporter tim nasional sepak bola Skotlandia, yang bernyanyi dan memainkan musik dengan bagpipe pada Jumat, 18 Juni lalu. Mereka datang memberikan dukungan untuk tim Skotlandia yang akan melawan Inggris dalam babak penyisihan Grup D Piala Eropa di Stadion Wembley, London. Seperti dilaporkan The Guardian, ribuan suporter Skotlandia datang ke kota itu, termasuk mereka yang tak memegang tiket tapi tetap ingin menikmati keramaian di bar dan restoran. “Tak ada pesta tanpa Skotlandia,” demikian mereka bernyanyi di Leicester Square, yang menjadi pusat aktivitas Tartan Army.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembatasan aktivitas di London akibat pandemi Covid-19 membuat Skotlandia hanya kebagian 2.600 tiket untuk para suporternya. Namun ribuan suporter lain nekat datang dan mengabaikan peringatan pemerintah Skotlandia serta Wali Kota London Sadiq Khan mengenai pandemi. Mereka tak ingin kehilangan momen mendukung langsung skuad Skotlandia, yang tampil kembali di Piala Eropa setelah 25 tahun terus gagal lolos. Laga melawan Inggris hari itu berakhir imbang tanpa gol dan menjadi capaian terbaik Skotlandia di Wembley.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pil pahit datang 12 hari kemudian. Laporan Badan Kesehatan Publik Skotlandia (PHS) pada Rabu, 30 Juni lalu, menyebutkan hampir 1.300 suporter Skotlandia yang datang ke London pada hari pertandingan itu terinfeksi virus corona, termasuk 397 orang yang menonton di Wembley. Menurut PHS, hampir 2.000 kasus Covid-19 di Skotlandia berhubungan dengan turnamen Piala Eropa dan mereka yang terinfeksi “tanpa disadari telah menyebarkan infeksi penyakit itu kepada orang lain”.
PHS bekerja sama dengan otoritas kesehatan Inggris untuk menjaga kesehatan masyarakat dan terus melacak kasus yang muncul selama Piala Eropa. Pada hari keluarnya laporan PHS tersebut, Skotlandia mencatat 3.887 kasus Covid-19. Tiga hari kemudian, jumlahnya melejit, lebih dari 4.200 kasus per hari, dan menjadi yang tertinggi di negara itu sejak pandemi merebak pada Maret tahun lalu.
Krisis yang dialami Skotlandia membayangi Inggris, yang ngotot menggelar pertandingan semifinal dan final Piala Eropa di Wembley. Inggris bahkan melobi Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) agar menaikkan kuota penonton di stadion itu menjadi sekitar 67 ribu. Saat ini kapasitas Wembley dibatasi untuk 20 ribu penonton saja, yang berarti akan ada sekitar 60 ribu penonton dalam tiga pertandingan puncak nanti.
Wali Kota Shadiq Khan yakin dengan keputusan pemerintah menambah kuota penonton itu. Selain menggandeng UEFA, menurut Khan, pemerintah bekerja sama dengan Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) dan Badan Layanan Kesehatan Publik Inggris (NHS) untuk menjamin keamanan lingkungan bagi masyarakat. Dia memastikan para suporter harus menunjukkan bukti telah dua kali mendapat vaksin Covid-19. “Ajang ini bakal menjadi yang terbaik bagi kota kita. Seluruh dunia akan melihat London menggelar semifinal dan final,” ujarnya seperti dikutip The Independent.
Bila Inggris berhasil menggelar laga final Piala Eropa, hal itu menjadi modal besar bagi calon tuan rumah Piala Dunia 2030 tersebut. Direktur FA Mark Bullingham menyatakan kesuksesan di Wembley dapat memperkuat relasi dengan UEFA, yang menjadi faktor kunci dukungan dalam tawar-menawar tuan rumah Piala Dunia. Pesaing utama Inggris di Eropa adalah Spanyol dan Portugal. “Kami jelas ingin mempertahankan laga final itu,” kata Bullingham.
FA sebelumnya gagal mengalahkan Rusia dalam perebutan tiket tuan rumah Piala Dunia 2018. Bullingham pun tak ingin membuang uang dan kesempatan lagi. “Kami semua menginginkan Piala Dunia di sini karena dampaknya akan besar sekali,” ucapnya kepada The Guardian. “Kami tak akan mendaftar jika tak yakin bakal menang.”
Sebagai tuan rumah Piala Eropa, London memberlakukan aturan ketat. Selain surat keterangan bebas Covid-19 dan sertifikat vaksinasi, ada kewajiban karantina selama 10 hari bagi para suporter tim yang mengantongi tiket menonton di Wembley. Di dalam stadion, para penonton harus menjaga jarak aman 1,5 meter dan mengenakan masker serta dilarang bersalaman, apalagi berpelukan.
Meski demikian, aturan itu diduga bakal diabaikan lagi. Dalam tayangan sejumlah laga yang digelar sebelumnya, para penonton tampak tidak mengindahkan protokol kesehatan dengan tidak mengenakan masker dan menjaga jarak. Sebagian besar bahkan langsung berangkulan ketika tim yang didukung mencetak gol atau menang.
Perdana Menteri Italia Mario Draghi mendesak agar lokasi final Piala Eropa dipindahkan ke Roma karena laju infeksi Covid-19 di Inggris naik terus. “Saya mendorong final tak digelar di negara dengan risiko infeksi sangat tinggi,” tutur Draghi seperti dilaporkan SkyNews.
Menteri Dalam Negeri Jerman Horst Seehofer juga mengkritik UEFA yang tetap menggelar turnamen dan mengizinkan kerumunan penonton. Dalam konferensi pers pada Kamis, 1 Juli lalu, Seehofer menyebutkan masalah kesehatan seharusnya diutamakan ketimbang urusan bisnis dalam penyelenggaraan Piala Eropa.
Laju penularan Covid-19 di Inggris merangkak naik sejak pertengahan pada Mei lalu. Di London saja, ada 2.069 kasus baru pada Rabu, 30 Juni lalu. Ada pertambahan 27.989 kasus baru di Inggris pada Jumat, 2 Juli lalu—tertinggi dalam lima bulan terakhir. Pertambahan kasus baru ini bahkan lebih tinggi dibanding total kasus harian di 27 negara Uni Eropa.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan bahwa kerumunan orang bisa meningkatkan pertambahan kasus Covid-19 di Eropa. Mengizinkan 60 ribu suporter datang ke Wembley dinilai dapat memicu bencana baru. “Banyak orang yang berkumpul bisa memperbesar risiko transmisi penyakit,” kata pejabat senior WHO, Catherine Smallwood.
Smallwood mendesak otoritas kota yang menjadi tuan rumah Piala Eropa mengawasi dengan ketat pergerakan para suporter dan bukan sekadar di stadion. Rute perjalanan sebelum dan setelah pertandingan juga harus diperhatikan. “Apa yang terjadi seusai pertandingan? Apakah para penonton itu pergi ke bar dan pub yang juga ramai orang?” ujarnya seperti dilaporkan BBC.
Selain kasus suporter Skotlandia, sekitar 300 warga Finlandia yang baru kembali dari Saint Petersburg, Rusia, setelah menonton tim negaranya bertanding dikabarkan tertular Covid-19. Saint Petersburg sendiri sedang berjibaku meredam infeksi Covid-19.
Menurut Direktur WHO Eropa Hans Kluge, jumlah kasus Covid-19 di Eropa naik karena bertambahnya kerumunan orang, pelonggaran pembatasan aktivitas, dan adanya virus corona varian delta yang lebih menular. Menurut dia, Eropa bisa didominasi infeksi varian delta pada Agustus mendatang. “Belum semua orang divaksin, 63 persen penduduk Eropa masih menunggu suntikan pertama mereka,” ucapnya. Kluge tak ingin perhelatan Piala Eropa yang digelar di 11 negara Eropa berubah menjadi pusat penyebaran Covid-19.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson membantah tudingan bahwa kerumunan orang dalam Piala Eropa di London bakal menambah laju penyebaran Covid-19. Dia mengatakan Inggris tak berencana mengurangi jumlah penonton di Wembley. “Kami menggelarnya dengan hati-hati dan terkendali dengan mengetes semua orang yang pergi ke sana,” tuturnya.
Gabriel Wahyu Titiyoga (BBC, The Guardian, The Evening Standard, The Independent, Deutsche Welle, Reuters)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo