Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Zuhair al-Shun, Duta Besar Palestina untuk Indonesia: Rakyat Palestina di Yerusalem Sampai Kiamat

KEDUTAAN Besar Palestina mungkin satu-satunya kantor perwakilan negara di Indonesia yang memamerkan foto-foto tragedi. Kecuali kemegahan Masjid Al-Aqsa

24 Desember 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Zuhair al-Shun, Duta Besar Palestina untuk Indonesia: Rakyat Palestina di Yerusalem Sampai Kiamat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEDUTAAN Besar Palestina mungkin satu-satunya kantor perwakilan negara di Indonesia yang memamerkan foto-foto tragedi. Kecuali kemegahan Masjid Al-Aqsa, ruangan kerja mereka berhiaskan gambar bernuansa suram: nenek yang menangisi bayi, anak balita menatap kosong di bangunan hancur, dan kegiatan belajar-mengajar di reruntuhan sekolah.

Di rumah pinjaman PT Pertamina di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, itulah Zuhair al-Shun, 58 tahun, berkantor. Sejak Presiden Palestina Mahmud Abbas mengutusnya per 23 November lalu, dia hampir tidak punya hari libur. Penyebabnya apa lagi kalau bukan pengakuan Amerika Serikat atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Al-Shun mengatakan Palestina tidak akan merelakan kota dengan populasi 850 ribu jiwa itu berada di tangan Israel. "Kami akan bertahan dan terus berjuang di Al-Quds," katanya. Al-Quds- atau Yang Suci- merupakan sebutan orang Arab untuk Yerusalem, kota suci Yahudi, Kristen, dan Islam. Al-Shun meyakini keadaan negaranya bakal bertambah runyam. Mungkin lebih runyam dari gambar-gambar di dinding kantornya. Empat warga Palestina meninggal dan 172 orang terluka di Gaza dan Tepi Barat saat berunjuk rasa menentang keputusan Presiden Donald Trump tersebut.

Di Jakarta, Al-Shun menghabiskan hari-hari perdananya untuk menggalang dukungan. Sehari dia menghadiri empat-lima acara; hilir-mudik mengarungi kemacetan akut yang dia sebut sebagai pelatih kesabaran. Semua orang yang dia temui, Al-Shun melanjutkan, mendukung perjuangan Palestina. "Ini bukan pujian. Saya tidak menemukan sokongan semurni ini di tempat lain," ujar mantan Duta Besar Palestina untuk Maroko, Ethiopia, dan Bosnia-Herzegovina itu.

Selasa pekan lalu, Al-Shun menerima wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, Angelina Anjar, dan Reza Maulana, di ruang kerjanya. Al-Shun menjawab dalam bahasa Arab, diterjemahkan oleh Murad Halayqah, anggota staf kedutaan.

1 1 1

Apa reaksi Anda saat menyaksikan pernyataan Presiden Trump soal Yerusalem?

Marah dan kecewa. Saya menontonnya dari siaran televisi di hotel di Jakarta. Sebenarnya, sebelum pernyataan itu muncul, sudah ada dialog dan musyawarah dengan negara-negara Arab, terutama Yordania. Banyak pihak meramalkan Trump akan mengambil keputusan ini. Kami sempat berpikir dia tidak serius.
Bagaimana tanggapan Palestina?
Kami sebagai orang Palestina menolak keputusan Trump. Keputusan ini adalah keputusan yang tidak ada artinya karena melanggar hukum internasional dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami melihat keputusan Trump sebagai pengulangan Deklarasi Balfour- dukungan Inggris untuk membentuk tempat tinggal bangsa Yahudi di Palestina pada 1917. Inggris tidak punya hak atas tanah kami, tapi memberikannya kepada bangsa Yahudi, yang juga tidak berhak atas tanah kami.
Sejauh mana dampaknya?
Gangguan stabilitas. Sekarang di Palestina terus-menerus terjadi konfrontasi dengan tentara Israel. Mereka membunuhi orang Palestina yang berdemonstrasi di Tepi Barat dan Gaza akibat keputusan Trump. Mereka juga memenjarakan pengunjuk rasa. Trump tidak sadar sejauh mana keputusan ini mengganggu stabilitas Timur Tengah, bahkan dunia. Buktinya, di mana-mana terjadi unjuk rasa penolakan, termasuk di Eropa dan Indonesia.
Apa yang mendasari penolakan tersebut?
Al-Quds adalah tempat suci untuk orang Islam dan Kristen. Dari nenek moyang sampai sekarang, hak atas kota itu dimiliki orang Palestina. Siapa yang memberi Trump hak untuk memberikan kota yang dimiliki suatu negara kepada negara lain sebagai ibu kotanya ibarat sebuah hadiah? Bagaimana kalau saya mengatakan Washington, DC, bukan ibu kota Amerika Serikat, melainkan ibu kota Meksiko? Ini tidak masuk akal.
Ada instruksi khusus dari Ramallah, pusat pemerintahan Palestina?
Saya diminta terus berhubungan dan melobi pemerintah Indonesia untuk terus memberikan dukungan bagi Palestina. Ibu Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terus berkomunikasi dengan menteri luar negeri kami, Riyad al-Maliki. Presiden Joko Widodo pun berkontak dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas. Saya juga diminta menjalin kontak dengan rakyat Indonesia karena Al-Quds dianggap sebagai tempat suci bagi tiga agama. Tapi Israel ingin membuat Yerusalem hanya untuk satu agama.
Bagaimana dengan jaminan orang Islam tetap bebas beribadah di Al-Aqsa dan orang Kristen di Gereja Makam Kudus?
Orang Palestina tidak akan menerimanya. Kami sebagai muslim percaya, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran, orang Yahudi tidak pernah menepati janji. Kami memiliki banyak pengalaman dengan Israel selama menjalankan proses perdamaian. Bahkan selama ini mereka tidak mau mengakui kami sebagai sebuah negara yang hidup bersebelahan. Bagaimana kami bisa percaya? Apa jaminannya?
Sama seperti Palestina, Israel juga mengklaim Yerusalem berdasarkan sejarah dan agama....
Itu semuanya hoaks. Mereka juga memalsukan sejarah untuk menggantikan Taurat, kitab suci mereka sendiri.
Termasuk Tembok Ratapan?
Ya. Bahkan, sampai sekarang, mereka menggali-gali bagian bawah Masjid Al-Aqsa untuk mencari bukti peninggalan Yahudi. Tapi semua yang ditemukan berciri islami dan Romawi. Mereka tidak punya hak di situ.
Bagaimana keadaan 400 ribu warga Palestina yang kini di Yerusalem?
Mereka harus berperang dengan diskriminasi setiap hari, seperti pajak yang tinggi dan penarikan identitas. Mereka butuh tahunan dan banyak biaya untuk memperoleh izin membangun rumah. Kebijakan ini dimaksudkan untuk Yahudisasi, mengganti identitas Yerusalem menjadi kota Yahudi. Walaupun begitu, orang Palestina bertahan di sana dan terus berjuang.
Apa yang membuat mereka bertahan?
Karena tanah itu milik mereka. Begitu keluar, mereka tahu tidak akan bisa kembali lagi. Mereka kami anggap prajurit terakhir. Upaya bertahan di tanah sendiri adalah bagian dari akidah Islam. Jadi, sampai kiamat, mereka akan tetap di situ. Itu ada hadisnya, "Orang yang berada di Yerusalem dan sekitarnya akan berjihad sampai kiamat." Bahkan Syekh Muhammad Hussein, mufti besar kami, tinggal di Al-Quds.
Upaya Palestina melindungi mereka?
Yerusalem Timur diduduki dan dikontrol penuh oleh Israel, secara militer dan keamanan. Karena itu, pemerintah Palestina tidak bisa berbuat apa-apa.
Bagaimana Palestina mencegah Israel supaya tidak membangun permukiman baru, termasuk di Yerusalem?
Secara hukum, itu aktivitas ilegal karena permukiman dibangun di tanah Palestina yang mereka duduki pada 1967. Tapi Palestina tidak berwenang melarangnya. Kewenangan ada di Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB. Harus ada kesepakatan antara Palestina dan Israel melalui Amerika Serikat untuk solusi soal permukiman ini.
Namun Presiden Abbas menyatakan tidak lagi mempercayai Amerika sebagai mediator....
Dengan keputusan Trump, Amerika mendeklarasikan diri sebagai pihak yang tidak bisa dipercaya lagi sebagai perantara yang netral. Sekarang jalan yang akan ditempuh pemerintah Palestina adalah menyelesaikan masalah ini melalui organisasi-organisasi internasional dan Majelis Umum PBB untuk menggantikan Amerika.
Solusi seperti apa yang diinginkan Palestina?
Israel menarik diri dari tanah Palestina dan mengakui negara kami. Secara sejarah, tanah Palestina adalah hak orang Palestina. Kami menerima mereka di tanah kami. Tapi mereka tidak mau menerima kami di tanah kami yang tersisa. Solusinya, harus ada satu negara atau pihak yang memaksa Israel menarik diri dari tanah Palestina. Stabilitas dunia tidak akan bisa tercapai sebelum orang Palestina merdeka dan memiliki negara sendiri yang ibu kotanya adalah ibu kota abadi kami, Yerusalem.
Masih merasa belum merdeka setelah deklarasi 1988?
Pada 1988, Palestina memang mendeklarasikan kemerdekaan. Masalahnya, ada satu negara yang menduduki negara kami. Sama dengan yang terjadi di Indonesia setelah Proklamasi 1945 sampai pengakuan kedaulatan oleh Belanda 1949. Saat menduduki Indonesia, Belanda hanya ingin mengambil sumber daya. Mereka tidak membawa warga negaranya ke sini. Tapi Israel berbeda. Mereka mau tinggal di wilayah yang mereka duduki.
Apa dampak keputusan Trump terhadap Hamas dan Fatah, dua kekuatan utama Palestina yang berkonflik?
Rekonsiliasi adalah upaya strategis yang bisa menyelesaikan semua masalah di Gaza selama sepuluh tahun terakhir. Presiden Abbas memerintahkan agar rekonsiliasi ini diselesaikan secepatnya supaya kami bisa bersatu untuk menghadapi tantangan dari luar, baik dari Israel maupun dari Amerika. Saat Presiden Abbas berpidato di Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam, pekan lalu, mayoritas warga Palestina mendukung, termasuk Hamas.
Hamas menyerukan Intifada atau perlawanan ketiga. Tanggapan Anda?
Itu hanyalah pendapat politik Hamas. Semua orang berhak mengutarakan pendapatnya. Tapi itu tidak memunculkan perbedaan ataupun masalah dalam rekonsiliasi. Kami bersepakat bahwa semua badan administrasi di Gaza diserahkan ke pemerintah Palestina. Lagi pula Intifada bukanlah keputusan Hamas, melainkan pergerakan langsung dari rakyat. Saat ini semua warga Palestina bergerak, baik di Gaza maupun di Tepi Barat. Mereka mengatakan, "Kami menolak keputusan Trump."
Anda pernah berdemonstrasi menentang Israel?
Tentu. Baik di Palestina maupun di luar negeri.
Sampai masuk penjara?
Ya. Saat masih mahasiswa, saya ditangkap tentara. Dijebloskan ke tahanan administratif di kota kelahiran saya, Tulkarm, di Tepi Barat. Itu penjara yang dibuat khusus untuk aktivis politik. Saya ditahan sebulan tanpa proses persidangan. Saya dikeluarkan karena mereka tidak bisa membuktikan sesuatu yang salah dari saya. Namun, setelah itu, saya tetap diikuti intelijen Israel.
Anda disiksa?
Pasti. Kita bicara tentang Israel, jangan heran. Lihat saja perlakuan tentara mereka, bahkan terhadap perempuan dan anak-anak di pos pemeriksaan Palestina. Israel merasa di atas hukum. Maka banyak yang menyebut tindakan mereka sebagai terorisme yang dilakukan negara.
l l l
Di mana Anda saat Aksi Bela Palestina di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Ahad dua pekan lalu?
Di Sumatera Utara, menghadiri undangan dari gubernur. Tapi saya terus mengikuti berbagai demonstrasi dan kegiatan yang mendukung perjuangan Palestina melalui pemberitaan. Secara simbolis, ini sangat penting. Indonesia bukan negara yang berbatasan langsung, tapi kepedulian mereka sangat tinggi.
Ada perbedaan bentuk dukungan dibanding Maroko dan Bosnia-Herzegovina?
Di negara mana pun saya pernah ditempatkan, baik di Afrika maupun Eropa, ada dukungan penuh terhadap Palestina. Perbedaannya, saya merasa orang Indonesia mendukung kami dengan perasaan yang hangat dan sepenuh hati. Itu bukan pujian. Saya tidak menemukan sokongan semurni ini di tempat lain.
Sikap Anda terhadap pengibaran bendera saat unjuk rasa?
Saat ini, saya yakin, tidak ada satu pun orang Palestina yang akan berkeberatan. Bendera itu adalah simbol perjuangan kami selama 70 tahun ini. Siapa pun yang mengangkat bendera kami, kami anggap sebagai bentuk solidaritas. Saya juga selalu senang melihat tukang ojek yang di sepeda motornya ada stiker bendera Palestina.
Menurut Anda, dukungan itu karena persamaan agama mayoritas?
Tidak juga. Di Sumatera Utara, saya bertemu dengan banyak tokoh yang beragama Kristen. Mereka mengatakan menolak keputusan Trump. Kata mereka, dukungan untuk Palestina tidak berdasarkan agama.
Selain unjuk rasa, dukungan apa yang dibutuhkan Palestina?
Kami perlu semua bentuk dukungan. Bukan hanya diplomatik, tapi juga ekonomi. Saat ini, karena masih dalam pendudukan, ekonomi Palestina seratus persen bergantung pada Israel.
Warga muslim di Palestina biasa mengucapkan selamat Natal?
Tidak ada masalah. Kristen, Islam, dan Yahudi sama-sama agama samawi. Risalah-risalahnya diturunkan oleh Allah. Dalam Al-Quran tertulis, "Bagimu agamamu, bagiku agamaku." Karena itu, bukan sesuatu yang haram untuk mengucapkan selamat Natal. Saat Idul Adha dan Idul Fitri, orang Kristen pun memberikan selamat kepada kami. Apalagi Yesus orang Palestina, karena dia lahir di tanah Palestina.
Juga kepada warga Yahudi?
Ya. Saya mengakui agama Yahudi, agama Kristen. Bahkan sebagian dari orang Palestina asli adalah orang Yahudi, Arab Yahudi. Kami tidak memiliki masalah apa pun terkait dengan agama. Masalah di Palestina adalah soal pendudukan, bukan agama. Seandainya Anda datang ke rumah saya, lalu mengklaimnya sebagai rumah Anda, saya melawan. Masalahnya adalah antara saya dan Anda, bukan agama Anda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus