JOGGING, lari-lari kecil, tampaknya mulai membudaya di
Indonesia. Bahkan di sebagian kalangan hampir "manunggal"
dengan gaya hidup.
Piranti lari pun bisa dibeli di mana-mana -- tinggal meraba
tipis-tebalnya kocek. Ada celana kaus produksi lokal, yang bisa
molor sampai sekitar 10 senti -- di samping jenis impor yang
mengintip sombong dari balik etalase toko olahraga. Ada sepatu
jogging -- di kampung sering keliru dengan "sepatu ajojing"
-- dua ribu perakan, di samping yang berharga belasan ribu
buatan pabrik mancanegara.
Di Jakarta misalnya, anda boleh lari dari Pasar Senen sampai
Depok tanpa khawatir dicurigai sebagai maling. Tak perlu takut
dilempari batu lantaran mengganggu. Aman.
Tapi di beberapa negeri tertentu, kegemaran yang satu ini
rupanya belum bisa dinikmati semena-mena. Siapa tahu sekali
tempo anda berada di negeri orang dan ingin melampiaskan
kebiasaan jogging. Ada baiknya mengintip "sikon".
Sebab hambatan tidak mesti hanya berasal dari iklim dan suhu
udara. Bisa lebih serius -- umpamanya: faktor politik,
adat-istiadat, bahkan sekuriti tingkat tinggi. Payah.
Beberapa bulan lalu, wartawan Christopher S. Wren menuliskan
pengalamannya. Dalam menjalankan tugas di berbagai negeri,
koresponden The New York Times ini tak lalai melaksanakan
kebiasaannya. Wren seorang umat jogging yang sangat salih.
Selama empat tahun bertugas di Moskow, tiap hari ia lari sekitar
tiga mil. Nah. Belakangan Wren baru tahu penuasa Soviet menilai
kebiasaan ini sebagai "kegemaran yang mencurigakan".
Tiap hari rupanya ia dipotret diam-diam. Kemudian dalam sebuah
film tv -- yang memperingatkan warga Soviet untuk tidak membantu
wartawan Barat -- tampak Wren sedang berlari. "Seraya berlindung
di balik alasan pembinaan fisik," ulas komentator film itu, Wren
"membawa pesan-pesan rahasia dari kedutaan besar AS untuk para
pengkhianat Soviet yang nista."
Tentu saja ia pusing berkunang-kunang. Memang, ihwal dicurigai
sudah biasa bagi para wartawan asing yang bekerja di home-bose
KGB itu. Ada yang didakwa sebagai pengedar obat bius. Ada pula
yang dicurigai memperdagangkan valuta asing. Tak kurang yang
dituding sebagai anggota serikat mata-mata Zionis. Tuduhan
paling ringan ialah sekedar Anti-Soviet. Namun tak pernah
terpikir oleh Wren, bahwa lari santai dengan celana biru dan
sepatu jingga bisa mengundang curiga penguasa. Itu di Soviet.
Di Eropa Barat, hampir tak ada soal. Malah konon setiap hal
'baru' dari Amerika -- termasuk jogging -- langsung bisa
diserap di sana. Tapi akibatuya tak selalu menyenangkan.
Seorang yang kebetulan berada di Paris jangan berharap bisa lari
dengan santai -- menyeberangi Seine misalnya. Setiap pagi cerah,
hampir sepanjang jalan penuh pribumi Prancis yang berlari
berdesak-desakan. Di sana jogging nyaris mencapai tingkat
keranjingan. Jadi tak nyaman lagi.
Di Inggris, sampai ke kampung kampung orang tak tertarik
menonton penampilan seorangjogger. "Biasa," ujar seorang tukang
kebun yang mengurus Blenheim Palace, tempat kelahiran Sir
Winston Churchill. Paling-paling seorang dua wisatawan yang
kebetulan berpapasan, memberi anggukan santun.
Tapi di Kairo, masya Allah. Seorang pelari tak pernah luput jadi
tontonan. Cobalah berjogging di sepanjang tepi Sungai Nil.
Anda akan berpapasan dengan wanita-wanita cekikikan, orang tua
yang berteriak-teriak, atau sopir taksi yang mengerem mobilnya
tepat di depan hidung anda, menawarkan jasa. Ada pula yang
meluangkan waktu untuk melempari anda dengan kaleng-kaleng
bekas, sekedar menggoda.
Dalam mengisahkan pengalamannya jogging di mana-mana, Wren sulit
melupakan Kairo ini. Di sanalah pada suatu senja, sementara
berlari ia tiba-tiba mendapatkan dirinya dikepung sekawanan
anjing geladak.
Ingat akan bahaya rabies, Wren memungut sekeping kayu. Sambil
mengibaskannya ke kiri, kanan, muka dan belakang, wartawan yang
malang itu terus maju. Setengah berlari setengah
melompat-lompat.
Di Sudan, hampir tak ada gangguan makhluk. Tapi suhu udaranya,
terutama musim panas, minta ampun.Keluar dari hotel
internasional di Khartoum, seorang seperti mendapatkan dirinya
berada di depan tungku dapur umum.
Libya tampaknya memberi harapan. Bukankah Khaddafi menghimbau
rakyatnya menggandrungi olahraga? Namun jogging mungkin belum
masuk agenda. Daripada berlari sepanjang pelabuhan Tripoli
sembari dipelototi, lebih amanlah hanya sekedar berjalan-jalan .
Sebaliknya di Iran, yang penuh umat berjubah yang memanggul
senjata itu. Jogging di sini malah tak jadi perkara, halal 100%.
Cobalah lari pagi di sekitar Teheran. Paling-paling hanya
beberapa anak kecil menunjukkan perhatian.
Pengetahuan akan kebudayaan yang kebiasaan setempat kiranya
patut dimiliki seorang jogger di rantau orang. Belajarlah dari
pengalaman Hal Piper, wartawan The Baltimore Sun, ketika berada
di Ashkhabad, ibukota Republik Sosialis Soviet Turkmenia.
Hal Piper adalah veteran Boston Marathon. Pulang berlari suatu
pagi, ia digiring ke kantor hotel. "Kami tidak biasa melakukan
hal itu di sini," ujar manajer hotel memarahi Hal-yang hanya
bercelana pendek.
Konon, "para wanita kami terguncang melihat kaki anda yang
telanjang." Hal diminta menandatangani surat pengakuan bersalah,
dan berjanji tak akan mengulangi. Ia berhasil menolak, waktu
itu.
Di Afrika Timur, ancaman bisa lebih gawat. Jack Sepherd, salah
seorang penulis The Runner's Handbook, memberi nasihat berdasar
pengalamannya. "Lari di sana sangat menyenangkan," katanya,
"selama anda berjagajaga akan kemungkinan diterkam singa!"
Di samping itu, ada baiknya membawa KTP -- atau tanda pengenal
lain -- selagi berjogging di luar negeri. Seorang wartawan yang
sedang bertugas meliput perundingan Mesir-lsrael merasa
betul-betul diselamatkan kartu pengenal ketika ia lari pagi di
sekitar Herzilya.
Ceritanya, tiba-tiba sang wartawan dihadang oleh jip militer
Israel, lengkap dengan senapan mesin kaliber 30, penuh peluru.
Baru setelah menunjukkan paspor dan kartunya, perwira-perwira
Jahudi itu tersenyum dan membiarkan sang wartawan terus berlari.
Dengan segala suka dukanya, jogging di luar negeri mungkin tetap
menarik. Anda bisa melihat apa yang tidak tergapai oleh
pemandangan dari jendela bis turis maupun taksi. Jadi bukan
sekedar latihan fisik terhyata.
Daerah pertanian Denmark, dan hutan pinus Finlandia, konon
merupakan 'jalur idaman' para pelari santai dari Amerika. Juga
Pulau Skopelos di Laut Aegea, Yunani.
Di Jakarta pun tak kurang tempat. Datanglah ke Senayan, Monas,
atau halaman gedung MPR. Selama anda hanya ingin melampiaskan
hasrat berjogging di situ, tak ada perkara.
Ingat: jangan berjogging di pekarangan masjid, rumah ibadat lain
atau pun pasar .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini