Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Di Embeling, Laut Jadi Kuning

Penambangan bauksit di P. Bintan mencemari laut dan mengancam mata pencaharian penduduk nelayan tradisionil, juga makin gundulnya tanah-tanah daratan. desa itupun terancam pencemaran. (dh)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENAMBANGAN bauksit di Pulau Bintan belum mengubah kemiskinan penduduk sekitarnya. Malahan limbah buangan pabrik itu mengancam mata pencaharian penduduk yang sebagian besar terdiri dari nelayan. Itu terjadi di desa nelayan tradisional, Tembeling, di Kecamatan Bintan Selatan (Kepulauan Riau). Di perairan sekitar desa ini beberapa tahun lalu sekali melaut seorang nelayan bisa membawa pulang 3 - 4 kilogram ikan. "Tetapi sekarang paling-paling hanya dapat satu-dua ons saja," keluh Dullah, 52 tahun, seorang nelayan miskin dari desa tersebut. Karenanya Dullah dan kawan-kawan sekampungnya sekarang terpaksa mengayuh perahu tiga-empat jam untuk mencapai daerah penangkapan baru - misalnya di Pulau Penghujan. Semua itu gara-gara pencemaran oleh air sisa pencuci tanah bauksit, yang berasal dari Unit Penambangan Bauksit Kijang (UPBK) yang juga terletak di Kecamatan Bintan Selatan. Air buangan pabrik itu bercampur lumpur kuning yang mengandung racun aluminium, mengalir dari pabrik lewat parit-parit dan sungai ke laut. Akibatnya pohon-pohon bakau yang tadinya subur menghitam, menjadi kuning, meranggas dan mati. Dan tentu saja semua jenis biota laut enggan pula berbiak di sana. Sudah hampir 10 tahun bijih bauksit ditambang di Bintan Selatan, berpusat di Desa Kelong, Pulau Angkut. Dan Desa Tembeling merupakan satu di antara empat daerah kerja penambangan. Sebelumnya, penambangan itu dipusatkan di Pulau Bintan bagian timur. Dam Setiap hari traktor-traktor penggaruk tanah meraung-raung di Tembeling. Tanah itu mengandung bijih bauksit. Sebelum diolah di pabrik untuk mendapatkan bijih bauksit, tanah tadi dibersihkan lebih dulu. Air bercampur lumpur bekas pencucian itu, dialirkan untuk dibuang ke laut. Karena itu perairan sekitar Bintan sudah lama berwarna kuning. Begitu pula tanah pantainya. "Kalau air surut, pantai tampak menjadi kuning. Dan lihat itu, tonggak-tonggak rumah panggung nelayan dekat laut bagian bawahnya juga menjadi kuning," kata Kepala Desa Tembeling, Mun Karim, kepada Rida K. Liamsi dari TEMPO. Dari satu ton tanah yang dikeruk, separuhnya berupa lumpur yang harus dibuang ketika dalam proses pencuclan. Produksi bauksit Bintan per tahun ratarata satu juta meter kubik. Itu berarti sekitar satu juta meter kubik pula endapan lumpur yang mencemari pantai dan laut. UPBK bukannya tak menyadari pencemaran itu. Sejak lama perusahaan ini membangun beberapa dam penyaring. Lumpur ditampung dalam dam-dam itu, hingga hanya airnya saja -- yang diharapkan berkadar aluminium rendah - yang mengalir ke laut. Tapi sampai sekarang setiap saat dapat disaksikan air kuning limbahan itu masih tetap bercampur lumpur kental. Penduduk Tembeling yang berjumlah sekitar 3.000 jiwa itu bukan hanya dihadang pencemaran di laut. Juga terancam oleh semakin gundulnya tanah-tanah daratan. Hampir seperempat dari luas tanah desa itu terkelupas, digaruk traktor UPBK. Di sela-sela kebun karet, nampak pula daratan yang botak, menguning dan berdebu. Melihat daratan yang gundul itu, pihak UPBK memang pernah berusaha menghijaukannya dengan tanaman akar wangi. Tapi karena tanah sudah terkelupas antara 20 sampai 100 sentimeter, usaha penghijauan itu belum juga membuahkan hasil. Mungkin karena tanah itu sudah tak berhumus lagi. Sekarang sedang dicoba pembibitan ribuan batang pohon jambu mete. Perairan di sekitar Tembeling sudah amat tercemar. Hal ini diakui Kepala Kantor Lembaga Penelitian Perikanan Laut Kabupaten Kepulauan Riau, Harmoko B.Sc. Dulu, katanya perairan desa itu pernah akan dijadikan proyek tambak budidaya ikan. "Tapi setelah disurvei, dan ternyata sudah sangat tercemar rencana itu dibatalkan," ujar Harmoko. Survei itu dibantu FAO, badan pangan dan pertanian PBB. Pencemaran itu telah lama juga diketahui pejabat-pejabat pemerintah setempat, termasuk beberapa anggota DPRD Kepulauan Riau. Tapi sampai sekarang belum terlihat tanda-tanda perbaikan. Camat Bintan Selatan, Suparman Bakry BA, mengaku tak dapat berbuat apa-apa. "Biarlah Pak Bupati yang berbicara dengan UPBK," itu saja katanya. Desa Tembeling sendiri punya andil sekitar 30% dari seluruh produksi penambangan bauksit. Sebagai imbalannya, Tembeling --seperti halnya desadesa lain yang tanah bauksitnya digaruk --memang sempat berubah, meskipun tak banyak artinya bagi nelayan miskin, penduduk terbanyak desa itu. Tiga-Empat Tahun Misalnya, dulu satu-satunya jalan untuk mencapai Tembeling hanya laut. Sekarang, sebuah jalan darat sepanjang 37 km sudah terentang dari desa itu sampai di bibir jalan aspal menuju Tanjungpinang, ibukota Kabupaten Kepulauan Riau. Kendaraan bermotor memang bisa melewati jalan itu, asal bukan di musim hujan. "Sebab kalau hujan, lumpur kuning itu bukan main daya lengketnya. Kendaraan bisa terperangkap," kata Mun Karim. Listrik dan air bersih pun sudah lama masuk di Tembeling. Cuma harap diketahui, fasilitas tersebut sebenarnya hanya untuk kebutuhan perusahaan bauksit dan sekitar 200 perumahan karyawannya. Poliklinik UPBK memang dibuka untuk umum dan penduduk pun dapat memanfaatkannya. "Dengan begitu agak tertolong juga pemeliharaan kesehatan penduduk di sini," ujar Abduljalil, satu-satunya mantri kesehatan di poliklinik itu. Usaha penambangan bauksit di Tembeling akan berakhir tiga-empat tahun mendatang. Dan setelah UPBK angkat kaki dari sana, apa yang akan tersisa bagi desa itu? Orang Tembeling, Kelong dan desa-desa lain yang permukaan tanah daratannya telah dikelupas, tampaknya hanya akan mewarisi laut yang menguning. Dan daratan yang gundul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus