Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font color=#990000>Serangan Balik</font> Sang Tangan Kanan

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. dan hakim Akil Mochtar membawa kasus dugaan pemerasan yang diangkat ahli hukum tata negara Refly Harun ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Refly belakangan malah terpojok.

13 Desember 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hujan lebat mengguyur Perumahan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu, 22 September lalu. Siang itu, bersama rekannya sesama ahli hukum, Maheswara Prabandono, pengamat hukum tata negara Refly Harun bergegas memasuki sebuah rumah besar di kompleks itu. Sang tuan rumah, Bupati Simalungun Sumatera Utara Jopinus Ramli Saragih, sudah menunggu. Mempersilakan tamunya masuk, sahi bulbait menghidangkan teh panas dan penganan kecil. Sekretaris Jopinus, Jumadiah Wardati, duduk di ruang tengah.

Pekan-pekan itu kemenangan Jopi nus dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Simalungun tengah diuji di Mahkamah Konstitusi. Ini lantar an tiga pasangan lainnya, yang kalah dalam pemilihan pada 30 Agustus lalu, memperkarakan perolehan suara yang diraup pasangan Jopinus Saragih dan Nuriaty Damanik. Siang itu, kepada Refly dan Maheswara, kuasa hukum yang mewakilinya menghadapi gugat an pesaingnya yang kalah itu, Jopinus mengaku sudah bertemu dengan hakim konstitusi Akil Mochtar. Akil adalah ketua panel hakim yang menangani gugatan itu. ”Saya kaget mendengarnya,” kata Refly.

Jopinus tak membuka informasi di mana dan kapan pertemuan itu terjadi. Dia hanya menyatakan telah menemui Acil—demikian, menurut Refly, Jopinus memanggil Akil Mochtar bersama dua kerabatnya. Adapun Akil ditemani seseorang.

Saat Refly menebak bahwa orang yang menemani Akil adalah T.M. Nurlif anggota Badan Pemeriksa Keuangan, kini tersangka dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia Jopinus mengangguk. Refly mafhum karena sebelumnya ia mendapat informasi dari kliennya yang lain, yang juga beperkara di Mahkamah Konstitusi, bahwa Nurlif adalah penghubung Akil.

Menurut Jopinus, saat bertemu dengan Akil, ia dimintai duit oleh sang hakim Rp 1 miliar agar posisinya aman. Jika tidak, permohonan salah satu calon akan dikabulkan dan pemilihan kepala daerah Simalungun digelar ulang. Skenarionya, perolehan suara kandidat urutan kedua (Kabel Saragih dan Mulyono) akan digugurkan dengan dalil penggunaan ijazah palsu (lihat ”Petunjuk Saksi Itu”). Tak mau ambil risiko, Jopinus menyetujui permintaan tersebut. Semula, Jopinus mengaku, Akil minta Rp 3 miliar.

Membuktikan dirinya tak membual, Jopinus lantas menunjukkan amplop besar berlogo salah satu bank pemerintah kepada dua tamunya. Isinya, dolar Amerika Serikat senilai Rp 1 miliar. Menurut Jopinus, uang itu bakal diserahkan kepada Akil. Jopinus juga membocorkan putusan uji materi bekas Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI Susno Duadji serta bekas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra yang, menurut dia, didapat dari Akil. Perkara Susno bakal ditolak dan Yusril diterima. ”Sepekan berselang, dua perkara itu diputus dan bocoran itu benar,” kata Maheswara kepada Tempo.

Lantaran ada permintaan Akil, kepada tamunya, Jopinus mengaku kantongnya kini kempis. Kepada Refly, ia minta diskon untuk biaya pengacara. Refly, yang mengaku kaget mendengar cerita Jopinus, langsung melontarkan gagasan untuk melapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Tapi Jopinus melarang,” kata Refly.

Sebulan kemudian, Refly meradang saat mendengar konferensi pers Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. Jumpa wartawan itu digelar Mahfud untuk membantah desas-desus yang menyebutkan hakim MK bisa ”dibeli”. ”Mahkamah Konstitusi bersih seratus persen,” kata Mahfud. Sepekan setelah pernyataan itu, Refly menulis opini di harian Kompas dengan judul ”MK Masih Bersih?”.

Tak hanya menyinggung kasus Si malungun, Refly juga menyebut dua contoh lain perihal kebobrokan Mahkamah Konstitusi: kisah seorang gubernur yang gagal ”bernegosiasi” dengan seorang hakim. Juga pengakuan sejumlah orang yang ditemuinya di Papua, yang menyatakan sudah habis belasan miliar rupiah untuk disetor ke hakim Mahkamah.

Tulisan ini membuat Mahkamah Konstitusi meradang. Mahfud meminta pakar hukum tata negara itu menjadi ketua tim investigasi untuk membuktikan kebenaran tulisannya. Mahfud mengancam akan memperkarakan Refly jika tidak bisa membuktikan tulisannya. ”Kalau terbukti, saya yang akan mundur,” kata Mahfud.

Refly lantas menunjuk pengacara Adnan Buyung Nasution dan wartawan senior Bambang Harymurti sebagai anggota tim. Mahkamah menunjuk pengacara Bambang Widjojanto dan guru besar hukum Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, untuk bergabung dengan tim itu. ”Saya bersedia karena keterlibatan saya bermanfaat untuk penegakan hukum kita,” kata Saldi. Dibentuk 8 November, tim diberi waktu sebulan untuk membuktikan tuduhan Refly.

l l l

KETEGANGAN meningkat di ruang rapat Mahfud Md. di lantai 15 gedung Mahkamah Konstitusi, Senin, 8 November lalu. Hari itu digelar pertemuan antara tim investigasi dan sejumlah hakim konstitusi. Beberapa hakim misuh-misuh perihal tulisan Refly. Mereka meminta Refly membuktikan tiga hal yang dituduhkan kepada mereka. ”Tulisan itu merusak kredibilitas institusi,” kata Mahfud. Tim menolak permintaan itu. Mereka memilih hanya akan mendalami satu kasus, yakni pengakuan Jopinus. ”Karena ada bukti permulaan dan petunjuk yang kuat,” kata Bambang Widjojanto.

Digelar 26 Agustus lalu, pemilihan kepala daerah Simalungun diikuti lima pasangan calon. Ketika Jopinus dan Nuriaty ditetapkan sebagai pemenang, tiga pasangan yang kalah menuding kemenangan itu sarat kecurangan. Awal September, tiga pasangan yang keok membawa kasus ini ke Mahkamah Konstitusi. Majelis hakim yang menangani sengketa pemilihan kepala daerah Si malungun ini diketuai Akil Mochtar dengan anggota Hamdan Zoelva dan Muhammad Alim.

Refly menuliskan pengakuan Jopinus saat bertemu dengan dirinya September lalu dalam bentuk testimoni. Inilah bahan awal tim investigasi. Bambang Widjojanto ditunjuk jadi pemimpin harian karena Refly dianggap punya konflik kepentingan. Tim menyepakati beberapa prosedur: setiap anggota yang menemui saksi wajib didampingi satu anggota lain. Setiap pemeriksaan minimal dilakukan tiga anggota. ”Ini karena anggota tim terdiri atas dua kelompok: mereka yang ditunjuk Refly dan mereka yang ditunjuk Mahkamah Konstitusi,” kata Bambang.

Baru pada pekan kedua tim menetapkan lima orang untuk dimintai keterangan. Kelimanya adalah Refly Ha run dan Maheswara Prabandono (pengacara), Jopinus Ramli Saragih (calon bupati), Jumadiah Wardati (sekretaris Jopinus), serta Syahmidun Saragih (ketua tim sukses pemenangan Jopinus dan suami calon wakil bupati Nuriaty Damanik). Refly menuturkan Syah midun besar kemungkinan adalah orang yang menemani Jopinus bertemu dengan Akil. Dihubungi Tempo, Syahmidun menyatakan ia tak mau bicara masalah ini.

Refly dan kawan-kawan sadar, tak mudah mengorek keterangan saksi yang mengetahui aksi pemerasan itu. Mereka lalu mengatur strategi: sebelum meme riksa Jopinus, mereka terlebih dulu akan memeriksa saksi-saksi pendukung. ”Ini strategi bubur panas, dari pinggir dulu baru ke tengah,” kata Bambang Widjojanto. Di Jakarta, tim meminta keterangan Maheswara.

Pekan ketiga, tim praktis vakum. Para anggota disibukkan pekerjaan masing-masing. Bambang Widjojanto, misalnya, tengah mengikuti seleksi pemimpin KPK. Baru pada Minggu, 28 November, tim mulai meminta keterangan saksi di luar Jakarta. Saksinya adalah Jumadiah Wardati, yang tengah berada di Rumah Sakit Efarina Etaham, Purwakarta. Minus Adnan Buyung, anggota tim Ahad pagi meluncur ke Purwakarta.

Kepada para investigator, Jumadiah membenarkan pertemuan Jopinus dengan Refly dan Maheswara. Tapi ia tak mendengar secara jelas pembicaraan mereka. Jumadiah mengaku Jopinus menunjukkan amplop cokelat kepada Refly dan Maheswara yang berisi duit dolar. Uang itu setahunya untuk biaya pengacara.

Kepada tim, Jumadiah memberikan informasi berharga lain. Kata dia, sopir Jopinus bernama Purwanto pernah bercerita bahwa ia diminta sang majikan menyerahkan uang kepada seorang hakim. Sialnya, informasi itu menjadi pepesan kosong karena kepada tim, yang juga menemuinya di Purwakarta, Purwanto membantah cerita Jumadiah. Dia menyatakan tak pernah memberikan duit kepada satu hakim pun.

Pantang pulang dengan tangan hampa, dari Purwakarta empat anggota tim terbang ke Simalungun untuk menemui Jopinus. Mereka datang ke kota yang terletak sekitar 150 kilometer dari Medan itu tanpa memberi tahu tuan rumah. Malang tak bisa ditolak, yang dicari ternyata tak ada—baik di kantor maupun di rumah dinas. Di Simalungun para investigator hanya bisa menemui Syahmidun, ketua tim sukses Jopinus. Syahmidun mengaku pernah menanyakan perkara pemilihan kepala daerah Simalungun ke Jopinus. Calon bupati itu, ujarnya, hanya menjawab, ”Beres.”

Dari Syahmidun pula tim mengetahui Jopinus tengah berada di Batam untuk menghadiri acara yang digelar Departemen Dalam Negeri. Disusul ke Batam, lagi-lagi tim investigasi gigit jari. Belakangan, Jopinus dikontak via telepon. Berpuluh kali dihubungi, ia tak menjawab. Baru malam hari Jopinus merespons. Ia mengaku berada di Pekanbaru dan bersedia ditemui untuk memberikan keterangan. Tapi janji tinggal janji, setelah itu Jopinus tak lagi bisa dihubungi.

Di akhir pekan menjelang tenggat kerja tim, muncul kejutan. Dirwan Mahmud, calon Bupati Bengkulu Selatan, yang pernah kalah beperkara di Mahkamah Konstitusi, memberikan laporan kepada tim. Dirwan mengaku diperas seseorang yang mengaku anak hakim dan seorang panitera bernama Makhfud. Tim berhasil mendapatkan keterangan dari Dirwan dan Makhfud bahwa ada transaksi haram Rp 58 juta dalam kasus itu (lihat ”Bola Panas Sengketa Pilkada”).

Rabu sore pekan lalu, tim Refly menyerahkan hasil kerjanya ke Mahfud Md. Untuk Simalungun, tim menyimpulkan terjadi pertemuan antara Jopinus dan Refly. Namun perihal pertemuan dengan hakim dan penyerahan uang kepada hakim, tim tak mendapat bukti. ”Kami tidak bisa menelisik lebih jauh,” kata Bambang Widjojanto. Tim merekomendasikan, jika ada pelanggaran pidana, kasus ini mesti dibawa ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus Bengkulu Selatan juga dilaporkan ke Mahkamah. Perkara kedua dianggap tim punya indikasi pidana lebih kuat. Ketua Mahkamah Konstitusi berjanji akan mendalami laporan kedua itu.

l l l

REFLY Harun terenyak saat Mahfud Md. dengan lugas menyebutkan detail kasus yang dilaporkan timnya, Kamis pekan lalu. Sehari sebelumnya, tim meminta Mahfud tidak menyebut nama saat mengumumkan hasil investigasi. ”Kita kedepankan asas praduga tak bersalah,” kata Refly. Tapi Mahfud punya alasan. Ia menilai, jika tidak menyebut nama, justru lembaganya akan diserang publik. ”Nanti kami dikira bohong,” kata Mahfud.

Dari hasil investigasi itu, Mahfud berkesimpulan tim tidak bisa membuktikan kebenaran tulisan Refly. Dua hal yang dituduhkan, kata dia, sama sekali tidak didalami. Soal Simalungun, menurut dia, tuduhan itu tidak terbukti. ”Seribu persen saya percaya Pak Akil,” katanya. ”Dia tangan kanan saya,” kata Mahfud. Karena tidak terbukti, ujarnya, ia tak akan mundur seperti yang pernah ia janjikan.

Akil Mochtar menilai hasil kerja tim laksana sampah. ”Tidak ada bedanya dengan rumor-rumor yang selama ini beredar,” ujarnya. Ia membantah soal Nurlif yang disebut-sebut ”kepanjangan” tangannya. ”Dulu memang kami satu partai, tapi saya tidak pernah berhubungan,” katanya (lihat ”Mereka Menfitnah Saya”).

Nurlif sendiri membantah. Dihubungi via telepon, dia mengaku tidak punya kaitan dengan kasus itu. ”Tidak ada urusan,” katanya.

Di Purwakarta, Tempo melacak Jumadiah. Dihubungi Jum at pekan lalu, bekas sekretaris Jopinus itu tu tup mulut rapat-rapat. ”Nanti saya dimarahi bos,” katanya menghiba.

Serangan balik kini justru mengarah kepada Refly. Jumat pekan lalu, Mahfud dan Akil Mochtar melaporkan indikasi percobaan penyuap an dalam sengketa pemilihan kepala daerah Simalungun ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang disasar adalah Jopinus, Refly, dan Maheswara. Ketiganya itu, ujar Akil, dinilai mengetahui percobaan penyuapan dalam perkara yang tengah ditangani Mahkamah Konstitusi.

Ditemui Tempo, Kamis pekan lalu, Jopinus membantah semua cerita Refly. Dia mengaku tak pernah bertemu dengan Refly di rumahnya di Pondok Indah. Senin pekan ini, Jopinus menyatakan akan melaporkan Refly ke polisi. ”Dia telah mencemarkan nama baik saya.”

Refly mengaku tak gusar menghadapi semua serangan. Kata dia, kapan pun ia siap diperiksa KPK dan polisi. Menurut Refly, ia senang jika KPK turun tangan mengusut kasus ini. ”Biar semuanya jelas, siapa salah-siapa benar.”

Anton Aprianto (Jakarta), Soetana Monang Hasibuan (Simalungun), Nanang Sutisna (Purwakarta)

Tiga Menyulut Bara

Dalam tulisannya, ”MK Masih Bersih?”, ada tiga hal yang membuat Mahkamah Konstitusi kebakaran jenggot atas tulisan Refly itu. Tiga hal itu:

1.Ketika berkunjung ke Papua, saya mendengar keluhan dari peserta pertemuan bahwa pilkada tidak perlu lagi. ”Setelah habis banyak dalam pilkada, nanti habis juga untuk bersengketa di MK. Ada yang habis Rp 10–12 miliar untuk MK.”

2.Ada juga cerita negosiasi yang gagal. Hakim meminta uang Rp 1 miliar. Pemohon, calon gubernur, hanya sanggup memberikan garansi bank senilai itu. Karena ditunggu sampai sore tidak juga cair, negosiasi gagal dan permohonan dicabut.

3.Saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri uang dolar AS senilai Rp 1 miliar yang, menurut pemiliknya, akan diserahkan ke salah satu hakim MK.

Pemohon:

  • Pasangan calon nomor urut 1
    >>Samsudin Siregar dan Kusdianto
  • Pasangan calon nomor urut 2
    >>Kabel Saragih dan Mulyono
  • Pasangan calon nomor urut 5
    >>Zulkarnain Damanik dan Marsiaman Saragih

    Tergugat
    Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

    Pihak Terkait
    Pemenang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Simalungun (pasangan calon nomor 4), Jopinus Ramli Saragih dan Nuriaty Damanik

    Panel Hakim
    Ketua: Akil Mochtar
    Anggota: Hamdan Zoelva
    Anggota: Muhammad Alim

    Tuduhan
    – Money politics.
    – Penggelembungan suara pemenang.
    – Pelanggaran dan kecurangan pemilihan di 31 kecamatan.
    – Penggunaan ijazah palsu oleh beberapa kandidat.

    Tuntutan
    – Menggelar pemilihan ulang.
    – Membatalkan kemenangan pasangan Jopinus dan Nuriaty.

    Putusan Hakim
    Menolak seluruh permohonan

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus