Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa kali Yusril Ihza Mahendra memegang gembok pintu gerbang barat kompleks gedung Kejaksaan Agung. Tangannya menggoyang-goyang rantai yang mengaitkan kedua daun pintu. Kamis siang pekan lalu itu, ia seperti tak percaya bakal mendapat perlakuan seperti itu. Dirinya dicegah keluar dari gedung Kejaksaan. ”Padahal tadi saya sudah berpamitan kepada Direktur Penyidik. Ini tindakan melanggar HAM,” ujarnya.
Siang itu sebenarnya Yusril dipanggil kejaksaan untuk dimintai keterangan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum). Ia memang datang, tapi emoh diperiksa. Sebaliknya, ia menyatakan sikap bahwa penetapan tersangka terhadap dirinya tidak sah.
Setelah itu, Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia era Presiden Abdurrahman Wahid ini pun pamit kepada Direktur Penyidikan Arminsyah. Saat akan keluar dari kompleks Gedung Bundar, markas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi, itulah laju mobil Yusril ditahan petugas kemanan. Ia sempat tak diizinkan keluar. Barulah setelah para jaksa mendapat jaminan Yusril bersedia datang lagi untuk diperiksa, pintu gerbang dibuka.
Sehari sebelumnya, kepada sejumlah wartawan, termasuk wartawan Tempo Erwin Daryanto, Yusril menegaskan dirinya tak bersalah dalam kasus ini. Sebelumnya, wartawan Tempo Anton Aprianto menelepon Yusril untuk sebuah wawancara.
Anda dituding bersalah karena menunjuk PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) tanpa tender. Komentar Anda?
Tender itu kalau program ini memakai anggaran negara, APBN. Tapi ini tidak sepeser pun memakai uang negara, karena memang tidak ada pos anggaran untuk itu. Maka, dalam rapat kabinet, Presiden Abdurrahman Wahid menyarankan agar mengundang swasta. Saya tanya ke pejabat teknis di kementerian. Dulu-dulunya bagaimana kalau harus swasta yang ditunjuk? Mereka menyatakan Koperasilah yang ditunjuk bekerja sama dengan swasta. Lalu diundanglah swasta.
Bagaimana ceritanya SRD bisa masuk?
Itu masalah teknis. Sebagai menteri, saya tidak pernah masuk ke hal-hal teknis secara detail.
Bagaimana dengan pembagian fee yang 90 persen untuk PT SRD dan 10 persen untuk Koperasi Pengayoman Departemen Kehakiman?
Mereka (Koperasi dan SRD) tidak membicarakan itu. Karena memang Koperasi tidak invest sama sekali. Yang invest adalah SRD. Dan itu disepakati sebagai BOT (build, operate, and transfer). Setelah sepuluh tahun, diserahkan kepada negara. Dan sekarang sudah berjalan delapan tahun, tidak ada masalah.
Benarkah pernah ada surat dari Koperasi kepada Anda yang menyatakan keberatan perihal pembagian fee itu?
Benar. Kemudian saya kembalikan lagi ke sekretariat jenderal untuk dibahas lagi sampai selesai. Semua ada nota disposisinya, dibahas semua sampai selesai. Mereka minta appraisal untuk menentukan berapa biaya yang wajar, dan kemudian diusulkan ke saya. Sudah ada understanding dari Koperasi mereka sudah bisa terima. Ya, oke.
Kenapa, menurut Anda, pungutan Sisminbakum ini tidak masuk ke pendapatan negara bukan pajak (PNBP)?
Siapa yang memungut biaya akses? Departemen tidak pernah memungut, yang memungut biaya akses itu swasta. PNBP di sebuah instansi pemerintah itu ditetapkan oleh presiden atas usul Menteri Keuangan. Sisminbakum ini tiga kali presiden berganti. Zaman SBY, dia dua kali mengubah peraturan pemerintah yang berlaku di Departemen Kehakiman dan HAM, tapi dalam dua kali itu tidak pernah mencantumkan biaya akses ini sebagai PNBP.
Anda sudah mengkonsultasikan soal ini ke Menteri Keuangan waktu itu?
Kami konsultasikan ke Menteri Keuangan, menterinya sudah meninggal, yaitu Pak Prijadi Praptosuhardjo. Beliau mengatakan, silakan jalan, ini tidak perlu masuk PNBP karena ini memang swasta murni.
Juga, seperti pengakuan Ada, ke rapat kabinet?
Ya. Pada waktu Ibu Megawati meresmikan, itu kan transparan. Seluruh perincian biaya ditaruh di dinding. Biayanya sekian-sekian. Disebutkan Rp 200 ribu langsung dibayar ke kementerian untuk disetor ke kas negara, inilah PNBP-nya. Yang biaya akses tidak dikenai PNBP. Biaya akses yang Rp 1.250.000 dibayar ke rekening Sisminbakum di Bank Danamon. Tidak ada yang tidak transparan.
Benarkah yang membawa PT SRD adalah Gerald Yakobus, waktu itu bendahara partai Anda, Partai Bulan Bintang?
Gerald itu baru saya kenal September 1999. Yang memperkenalkan Hartono Mardjono (tokoh Partai Bulan Bintang dan kini sudah meninggal) dan diusulkan sebagai bendahara partai. Dia menjadi bendahara dari September 1999 sampai April 2000. Dalam satu kesempatan, Gerald berbicara kepada saya, ”Pak, kami mau masuk ke Sisminbakum.” Saya katakan, ya silakan. Sejak 2004 Gerald sudah menjadi anggota calon legislatif DPR dari Partai Bintang Reformasi. Tapi dia selalu dikaitkan sebagai bendahara PBB. Barangkali ada yang lalu menduga PBB kebagian duit Sisminbakum. Ini kan yang kemudian jadi isu.
Anda sudah siap menghadapi kasus ini?
Secara yuridis akan saya hadapi. Tapi, menurut saya, faktor nonyuridisnya berat.
Siap juga kalau ditahan?
Prinsip saya, mati satu mati semua. Saya pikir, ya apa boleh buat. Akan saya lawan. Saya tidak mau terus-menerus diperlakukan semena-mena.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo