Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font face=verdana size=1>Andi Samsan Nganro</font><br />Tuntunan Daun Lontar

Dia belajar memutus perkara dari pesan nenek moyang di daun lontar.

24 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNGKAPAN yang tertulis di daun lontar dan berumur ratusan tahun itu menjadi pegangan hakim Andi Samsan Nganro hingga kini. Di situ ada pesan untuk mereka yang berprofesi sebagai hakim, ”juru pemutus”. Seorang hakim, demikian tertulis di lontar itu, dilarang memutus perkara ketika mereka berada dalam salah satu dari tiga kondisi ini: marah, gembira, atau lapar.

Andi Samsan Nganro setia pada pesan warisan nenek moyangnya ini. ”Seorang hakim yang sedang marah bisa menghukum orang yang tidak bersalah, sedangkan jika dalam keadaan bergembira, ia bisa membebaskan orang yang bersalah atau menghukum ringan penjahat kelas kakap,” ujar Andi. Adapun jika sedang ”lapar”, ia gampang hilang kemandiriannya dengan membantu yang memberinya makan. ”Saya belajar resep kemandirian hakim dari lontar,” kata Andi.

Dilahirkan di Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, 54 tahun silam, awalnya Andi bercita-cita jadi pamong praja. Tapi, ketika teman-temannya mendaftar ke Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, ia berubah pikiran. ”Ilmu hukum ternyata sangat menarik,” katanya, ”karena berkaitan langsung dengan masalah yang dialami masyarakat keseharian.” Di akhir kuliahnya, ia sempat menjadi asisten dosen dan bergiat di Lembaga Bantuan Hukum Universitas Hasanuddin. Ketika aktif di LBH, ia pernah membela Ketua Dewan Mahasiswa IKIP Ujungpandang yang didakwa menghina Presiden Soeharto.

Andi memulai kariernya sebagai hakim di Pengadilan Negeri Ujungpandang pada 1980. Saat itu statusnya masih calon hakim. Tiga tahun kemudian, setelah lulus calon hakim, ia ditempatkan di Pengadilan Negeri Soa Siu, Halmahera Tengah. Dari sini ia lalu menjelajahi Kalimantan. Di sana ia, sempat menjadi Ketua Pengadilan Negeri Tenggarong, Kalimantan Timur, sebelum akhirnya ”masuk” ke Jawa. Di Ibu Kota, Andi menjadi hakim Pengadilan Negeri Jakarta pada 2000. Saat itu ia pernah pula merangkap menjadi juru bicara hakim dan rajin pula menulis artikel di media cetak.

Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sejumlah kasus besar pernah dipegangnya. Misalnya, kasus Akbar Tandjung yang kemudian divonis tiga tahun penjara, dan kasus Tommy Soeharto yang kemudian divonis 15 tahun penjara. Ia juga pernah menjatuhkan putusan mengejutkan, menyatakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) berhak mewakili wartawan melakukan gugatan.

Tentang profesi wartawan, ia punya pendapat menarik. ”Hakim dan wartawan punya persamaan prinsipil, kedua profesi ini bekerja atas dasar kemandirian,” katanya. Keberpihakannya kepada pers membuat Andi, pada 2003, mendapat penghargaan Suardi Tasrif Award dari AJI.

Pada 2003 Andi ditunjuk menjadi Ketua Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, Jawa Barat, dan kemudian, pada 2006, diangkat jadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Di pengadilan yang selama ini dijuluki ”surganya koruptor” dan ”kuburan pers” lantaran banyak kasus korupsi yang pelakunya divonis bebas serta kasus pers yang berakhir dengan dihukumnya wartawan itu, Andi melakukan sejumlah pembenahan.

Sejumlah putusan mengejutkan juga dijatuhkan Andi di sini. Misalnya, menghukum sejawatnya, hakim Herman Allositandi, empat tahun enam bulan penjara karena terbukti memeras. Ia bahkan berani membatalkan surat keputusan penghentian penuntutan perkara (SKP3) kasus bekas presiden Soeharto, penguasa Orde Baru, yang dikeluarkan kejaksaan.

Ketika akan menjatuhkan putusan untuk kasus Soeharto itu, selama beberapa hari Andi mematikan telepon genggamnya. Ia tak mau menerima telepon dari siapa pun, baik di rumah maupun di kantor. Menurut Andi, semua itu ia lakukan karena tidak ingin kemandiriannya sebagai hakim terganggu. ”Saya selalu teringat pesan dari lontar itu,” kata hakim yang mulai Desember ini diangkat menjadi hakim Pengadilan Tinggi Sumatera Utara ini.


Biodata

Lahir:

  • Sengkang, 2 Januari 1953
Pendidikan:
  • Magister Hukum Universitas Krisna Dwipayana, Jakarta (2001-2004)
Karier:
  • Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tenggarong, Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur (1997–1998)
  • Ketua Pengadilan Negeri Tenggarong, Kalimantan Timur (1998–2000)
  • Hakim sekaligus Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (2000–2003)
  • Ketua Pengadilan Negeri Cibinong, Jawa Barat (2003–2006)
  • Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, DKI Jakarta (2006–2007)
  • Hakim Pengadilan Tinggi Sumatra Utara (2007–sekarang).

Komentar

Sukotjo Suparto Anggota Komisi Yudisial bagian pengawasan peradilan ”Hakim yang mampu menghasilkan keputusan yang dinilai adil dan tanpa pandang bulu.”


Juni 2006: Memutuskan pembatalan surat keputusan penghentian penuntutan perkara (SKP3) Soeharto yang dikeluarkan kejaksaan. Andi menyatakan SKP3 Soeharto bertentangan dengan putusan kasasi Mahkamah Agung yang, antara lain, menyatakan, ”Memerintahkan jaksa penuntut umum melakukan pengobatan terdakwa sampai sembuh atas biaya negara untuk selanjutnya dihadapkan ke persidangan.”

Oktober 2006: Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis 1 tahun 8 bulan penjara mantan Direktur II/Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Samuel Ismoko. Meski Andi tak menjadi anggota majelis hakim, ini merupakan bentuk keberanian dan independensi jajarannya menghukum seorang mantan petinggi Polri.

Januari 2007: Meluncurkan situs www.pn-jakartaselatan.go.id agar masyarakat dapat mengakses kegiatan dan jadwal sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus