Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sebuah Pukulan untuk Penegak Hukum

24 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang Widjojanto

  • Advokat di WSA Law Office dan Legal Counsel Partnership

    Amien Sunaryadi akhirnya terpilih sebagai Tokoh Tempo 2007, yang kali ini mengambil tema penegakan hukum. Terpilihnya Amien di tengah sinisme dan bahkan ketidakpercayaan yang kian meluas kepada penegak dan penegakan hukum, menimbulkan pertanyaan. Apakah ia telah melakukan tindakan yang sungguh luar biasa atau tokoh dengan ”catatan”?

    Maksudnya, apakah sikap, perilaku, dan tindakannya memang sangat istimewa mengingat ia juga memiliki kekurangan sebagaimana galibnya manusia. Ataukah karena Amien menjadi ”alternatif” lantaran hadir dengan membawa ”kesegaran” serta menunjukkan kapasitas integritasnya di tengah kian menipisnya keteladanan untuk mendahulukan kewajiban ketimbang kepentingannya sendiri dan kelompok.

    Pilihan pada Amien menjadi unik dan menarik. Ia baru saja ”dipecundangi” kalangan parlemen dalam pemilihan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi belum lama ini. Aksesibilitas politiknya rendah, kendati ia mampu mempresentasikan gagasan dan mengajukan argumen secara lebih baik jika dibandingkan dengan kandidat pemimpin KPK lain di depan anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat.

    Selain itu, Amien dikenal sebagai salah satu ”arsitek” dalam pengembangan kapasitas kelembagaan KPK yang dipimpin secara kolegial. De facto, Amien tidak terpilih sebagai pemimpin KPK periode mendatang, tapi beberapa pemimpin KPK yang terpilih adalah justru mereka yang profesionalitas dan integritasnya dipersoalkan.

    Salah satu hal yang paling menarik untuk diperhatikan dalam pemilihan peringkat pertama Tokoh Penegak Hukum Tahun 2007 versi Tempo, pilihan tidak diberikan kepada penegak hukum yang berasal dari kalangan kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Ada apa? Apakah ada sesuatu yang aneh? Bukankah ”ladang” penegakan hukum adalah wilayah otoritas polisi, jaksa, dan hakim yang secara tradisional dimiliki sejak awal eksistensi mereka?

    Dalam perspektif akal sehat, seharusnya merekalah yang paling mungkin menjadi pionir dan menciptakan best practices di bidang penegakan hukum sehingga dapat dipilih sebagai Tokoh Penegak Hukum. Mereka mempunyai keleluasaan yang lebih untuk dapat beramal dan mewakafkan profesionalitasnya guna mewujudkan kemaslahatan publik dan mengangkat derajat bangsa ini menjadi agak lebih terhormat dan bermartabat.

    Dalam perspektif tertentu dapat diajukan suatu pernyataan, publik mungkin telah telanjur mempunyai persepsi tertentu mengenai sikap atas perilaku aparatur kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Persepsi itu belum dapat berubah karena memang belum ada perbuatan ”istimewa” yang dilakukan oleh institusi secara sistemik, utuh, dan berkesinambungan untuk membangun ”corporate image” lembaga penegakan hukum bahwa kini tengah berlangsung suatu perubahan ke arah yang lebih baik secara bertahap.

    Bisa jadi juga, jangan-jangan, publik memiliki pengetahuan dan pengalaman yang aktual atas fakta penegakan hukum. Dalam konteks itu, penegakan hukum tidak hanya sekadar menjadi salah satu sektor yang paling mendapatkan perhatian publik secara luas, tapi juga masyarakat dapat melihat dengan kasatmata serta merasakan secara langsung ”sedu-sedan” dan ”pahit-getir” ketidakpastian dan ketidakadilan ketika harus berhadapan dengan polisi, jaksa, dan hakim.

    Tentu saja kita tidak dapat berburuk sangka dengan memberikan kesimpulan sepihak bahwa kejahatan masih bekerja secara utuh dan paripurna. Tapi juga sulit untuk mengingkari adanya sinyalemen yang menyatakan bahwa pasar gelap ketidakadilan masih bekerja secara sistemik di dalam sistem penegakan hukum.

    Karena itu, tidaklah mudah bagi sebagian besar publik untuk mendapatkan ”nikmat” kepastian hukum guna menggapai keadilan. Kepastian dan keadilan tidak hanya sekadar menjadi barang mewah, tapi juga barang langka, sehingga sulit dicari dan ”berharga” amat mahal.

    Sinyalemen di atas tidak hendak meniadakan adanya beberapa orang ”terbaik” yang senantiasa ada di lembaga kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Mereka, bahkan, diyakini masih secara sungguh-sungguh terus menjaga ”spiritualitasnya” untuk tetap amanah dalam menjalankan tugas dan kewenangannya pada lembaga penegakan hukum.

    Mereka ikhlas menegakkan loyalitas keberpihakannya pada orisinalitas nilai kebaikan. Namun mereka seolah tertelan dan hilang dalam kepekatan atas sikap dan perilaku umum dari aparatur penegakan hukum yang memang belum berubah sepenuhnya. Dalam situasi seperti ini, wajarlah bila ”tidaklah akan tampak susu setitik pada nila yang sebelanga”.

    Terpilihnya tokoh yang bukan berasal dari lembaga kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman tidak hanya menimbulkan keprihatinan yang mendalam, tapi juga bisa dipakai sebagai pertanda yang dapat menegaskan bahwa ambiguitas kian kuat antara tuntutan untuk mewujudkan penegakan hukum secara profesional dan fakta absurditas penegakan hukum yang makin luas.

    Ruang dan situasi yang kondusif untuk menciptakan dan mewujudkan penegakan hukum agar ”dekat panggang dari api” mempunyai tantangan yang besar dan membuka peluang bagi aparatur penegakan hukum untuk mewujudkan kesalehan profesionalnya. Amien beruntung bekerja di lembaga yang dapat memberinya kesempatan lebih leluasa untuk mewujudkan success story di bidang penegakan hukum.

    Sinyal lain yang dapat dipakai dalam perspektif positif bahwa kepiawaian merumuskan rangkaian pasal dalam suatu perundangan dengan segenap prosedur yang mengesankan karena adanya proses ”partisipasi dan demokratisasi” dapat menjadi ”omong kosong”, tidak mempunyai makna apa pun, serta tidak ada gunanya bagi justisiabel bila penegakan hukum tidak dapat dijalankan secara amanah.

    Akhirnya, pemilihan Tokoh Penegak Hukum Tahun 2007 ini dapat dipakai sebagai sinyal yang merefleksikan adanya kecemasan yang luar biasa pada kecenderungan proses penegakan hukum yang ada di lembaga kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Namun kita juga tetap memiliki harapan, sekecil apa pun itu, karena masih ada orang-orang yang tetap punya tekad dan iktikad serta punya nyali dan kompetensi untuk membangkitkan spirit penegakan hukum di tengah situasi yang makin mengimpit.

    Salah satu tugas penting yang perlu dilakukan pascapemilihan tokoh penegak hukum adalah menebarkan harapan dan memberikan keleluasaan bagi penegak hukum untuk mewujudkan profesionalitas dan kredibilitasnya secara paripurna. Juga mengupayakan agar tempat yang sudah kondusif bagi penegakan hukum tidak didelegitimasi-dihegemoni oleh kekuatan pasar gelap ketidakpastian dan ketidakadilan.

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus