Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMBAWAAN Anwar Suprijadi jauh dari kesan angker. Namun, dari sosok santun inilah perubahan radikal terjadi. Berkat sentuhannya, wajah bopeng Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang selama berpuluh tahun sarat praktek korupsi, mulai bersalin rupa. ”Pulihkan citra Bea Cukai!” Begitu mandat Menteri Keuangan Sri Mulyani kepadanya, ketika ia dilantik sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada 27 April 2006.
Amanat Bu Menteri jelas bukan perkara sepele. Survei Transparansi Internasional Indonesia 2005 menempatkan Bea dan Cukai sebagai lembaga terkorup nomor dua di negeri ini. ”Kami akui,” kata Anwar, ”ada teman yang harus diajak kembali ke jalan yang benar.”
Ajakan inilah yang kemudian diterjemahkannya ke dalam kerja besar membongkar borok Bea dan Cukai. Gebrakan demi gebrakan dibuatnya. Pada hari pertama ia menempati ”pos basah” itu, inspeksi mendadak dilakukannya ke Terminal Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. ”Di sana saya ketemu orang yang tidak punya identitas tapi ikut mengurusi bagasi penumpang asing,” ujarnya.
Hari kedua, giliran pelabuhan Merak, Banten, yang disambanginya. Yang membuatnya geram, sang kepala perwakilan mangkir dari tugas tanpa izin atasannya. Pada hari berikutnya, dengan menumpang mobil pribadi yang disetir anaknya, Anwar diam-diam melaju ke gudang kontainer Kantor Pelayanan Bea dan Cukai II Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Berbekal fotokopi dokumen pemberitahuan impor barang, ia langsung menunjuk dua kontainer. Dokumen menyatakan kontainer berisi karet. Namun, ketika dibuka, ternyata isinya gulungan kain. Melihat semua kebobrokan itulah, ia memutuskan mengambil langkah penuh risiko: membongkar birokrasi dan mengocok ulang aparat Bea dan Cukai untuk memutus mata rantai korupsi.
Konsep Kantor Pelayanan Utama yang menyediakan layanan satu atap dengan sistem online dilansirnya, dengan Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Batam sebagai proyek percontohan. Gebrakan ini dibarengi dengan mutasi besar-besaran. Semua pegawai kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok, yang jumlahnya sekitar 1.200 orang, dipindahkan. Sebagai gantinya, masuk 800 muka baru hasil seleksi dari 4.000 pegawai Departemen Keuangan.
Semua upaya itu ditujukan untuk menampilkan citra baru Bea dan Cukai yang efisien dan bersih dari korupsi. ”Setidaknya, istilah family tak terdengar lagi,” ujar Anung Karyadi dari Transparency International Indonesia. Yang dimaksudnya yaitu pungutan Rp 1,5 juta per kontainer untuk mendapatkan layanan cepat keluar-masuk barang.
Dalam soal nyali, Anwar tak perlu diragukan. Sikap tegas aparatnya menyita kontainer perusahaan sepatu milik Hartati Murdaya, Maret lalu, yang sempat menyeret ”kalangan Istana”, adalah salah satu buktinya. Sebelumnya, ia juga sempat bikin sewot Wakil Presiden Jusuf Kalla lantaran anak buahnya menyegel 12 helikopter PT Air Transport Services, unit usaha Grup Bukaka milik keluarga Kalla, yang menunggak bea masuk impor.
Di tengah derasnya pujian ke arahnya, bukan tak ada suara minor. Salah satu yang dianggap mencemari reputasinya adalah soal rumah dinas perusahaan Kereta Api di Jalan Sultan Tirtayasa, Bandung, yang belum dikembalikannya—sebagian digunakannya untuk rumah kos. Tapi, kata Anwar, ia membayar sewa rumah itu. Kalaupun harus dikembalikan, ia oke-oke saja, asalkan kebijakan itu diterapkan konsisten. ”Rumah dinas pejabat lain juga diambil,” ujar mantan Dirut PT Kereta Api itu.
Di mata ekonom Faisal Basri, gebrakan Anwar juga tak istimewa-istimewa amat. ”Kalaupun ada perbaikan, itu bagian dari proyek reformasi di Departemen Keuangan,” kata Faisal. Anwar pun sepakat. Semua hasil kerjanya memang biasa-biasa saja. ”Hanya,” kata Anwar merendah, ”bagi negeri yang sedang sakit, semuanya dianggap luar biasa.”
Biodata
Lahir:
- Semarang, 23 Desember 1948
- Rp 10,6 miliar dan US$ 75 ribu
- Pascasarjana Transportasi, Institut Teknologi Bandung (1983)
- Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Departemen Keuangan (2006-sekarang)
- Kepala Lembaga Administrasi Negara (2003-2006)
- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (2001)
- Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan (1998-2001)
- Direktur Jenderal Pembinaan Pengusaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil (1995-1998)
- Direktur Utama Perusahaan Kereta Api (1991-1995)
Komentar
Anung Karyadi Transparency International Indonesia ”Bea dan Cukai contoh mafia birokrasi yang tak tersentuh pihak luar, tapi oleh Anwar dirombak habis.”
November 2006-Maret 2007:
- Menindak tegas pelanggaran aturan cukai dan kepabeanan. Di antaranya menyita kontainer perusahaan sepatu milik Hartati Murdaya, PT Nagasakti Paramashoes Industry.
Juni-Juli 2007:
- Melakukan pembersihan pegawai Bea dan Cukai. Sejumlah eselon II dimutasi. Sebanyak 1.200 pegawai di Kantor Bea dan Cukai Tanjung Priok dimutasi dan digantikan 800 pegawai baru, hasil saringan dari 12 ribu pegawai Departemen Keuangan.
Juli-Agustus 2007:
- Memangkas birokrasi pengurusan bea dan cukai dengan mendirikan Kantor Pelayanan Utama. Pengurusan dokumen dilakukan secara elektronik melalui satu pintu. Proyek percontohan sistem National Single Window (NSW) ini diterapkan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo