Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penampilan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang terkesan formal berubah total ketika ia bertandang ke Kantor Majalah Berita Mingguan Tempo di Jalan Proklamasi, Jakarta, Rabu pekan lalu. Begitu memasuki ruang rapat di lantai 1—yang sangat bersahaja—presiden pertama pilihan rakyat secara langsung ini segera melempar guyon, ”Wah, rupanya di sini diputuskan semua urusan negara.” Pembuka segar ini kemudian disusul serangkaian humor dan canda, yang membuat kunjungan dan sekaligus wawancara 70 menit itu terasa bagai sekejap.
Di akhir acara, SBY juga mengumbar canda saat menerima cendera mata berupa karikatur dalam pigura kaca. Karikatur berjudul ”Lanjutkan!” itu menggambarkan Yudhoyono-Boediono duduk tenang di mainan anak-anak ”jungkat-jungkit”, sementara pesaingnya berlompatan. Saat mengomentari karakter mirip Jusuf Kalla yang sedang melompat, Yudhoyono berujar, ”Ini yang seperti pasang jurus silat siapa, ya?” Dalam suasana rileks seperti itulah wawancara berlangsung. Berikut ini petikannya.
Mengapa Anda berani memilih calon wakil presiden yang bukan berasal dari partai?
Berani, tapi juga berisiko. Pertimbangan saya jernih. Tugas lima tahun mendatang adalah mengelola perekonomian agar tidak jatuh akibat krisis global. Saya mencari figur tepat untuk mengelola perekonomian. Saya akan memilih menteri yang mengerti ekonomi jika insya Allah saya memimpin lagi.
Memilih Boediono berisiko, apa maksudnya?
Semua memilih calon (wakil) dari partai politik. Jika menggunakan cara berpikir yang sama, saya harus memilih empat figur sesuai dengan jumlah partai anggota koalisi. Tapi, dengan pertimbangan utuh, saya memilih Pak Boediono. Menurut saya, di satu sisi adil. Kalau saya memilih salah satu, nanti yang lain mengatakan ”why not me”. Politik selalu mengandung risiko. Ada yang mengatakan ”you are wrong”, tapi juga banyak yang mengatakan ”you are right”. Tapi saya harus memilih.
Jika Anda terpilih lagi, bidang apa yang akan didorong lebih keras dalam lima tahun mendatang?
Meningkatkan sektor ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Keamanan sekarang ini alhamdulillah oke. Stabilitas politik oke. Penegakan hukum moving. Pemberantasan korupsi, meskipun ini baru awal dari perjalanan yang panjang, telah bergerak maju. Pandangan dunia terhadap Indonesia juga positif. Karena itu, jika terpilih kembali, saya akan berfokus pada ekonomi dan kesejahteraan rakyat, termasuk lingkungan.
Bagaimana dengan pencapaian bidang ekonomi?
Ada yang sudah kita capai. Ada yang belum. Contohnya, untuk lima tahun mendatang, listrik harus kami tambah. Permintaan luar biasa. Meski sudah ditambah 10 ribu megawatt, karena di masa lalu kekurangannya dalam, PLN dan mitra-mitranya masih harus menambah pasokan. Saya juga ingin pertanian menjadi tulang punggung. Dua sasaran saya. Kita sudah berswasembada beras, jagung, dan gula konsumsi. Lima tahun ke depan swasembada kedelai dan daging sapi. Kita sudah mengekspor kentang. Benih cukup terkontrol, tapi pupuk memang masih kurang. Ini karena pasokan gasnya kurang. Lima tahun mendatang harus dibuat balance antara supply dan demand.
Bagaimana dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi?
Tahun ini inflasi bagus, bahkan untuk bahan makanan mulai terjadi deflasi. Kalau bisa inflasi sekitar lima persen, lebih rendah berarti lebih bagus. Pertumbuhan ekonomi saya ingin tujuh hingga delapan persen. Tapi ini impossible, walaupun bukan berarti tidak mungkin tercapai. Saya lebih baik bersikap konservatif sedikit sebab krisis global belum pulih. Resesi belum berakhir. Tahun depan saya kira masih struggling. Tahun 2011 mulai pulih, sehingga saya harapkan pertumbuhan ekonomi sekitar tujuh persen.
Soal anggaran pertahanan?
Saya ingin ada multi-year budgeting untuk membangun dan menambah alat utama sistem pertahanan. Sekarang ini anggarannya Rp 35 triliun. Idealnya Rp 120 triliun. Secara sistematik akan terus kami dekatkan angka (kekurangan) itu karena APBN kita juga meningkat. Lima tahun lalu sekitar Rp 500 triliun, dan sekarang sudah Rp 1.000 triliun.
Bagaimana dengan kebebasan pers? Banyak undang-undang yang membatasi gerak pers, termasuk Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sepuluh tahun lalu, sebagai perwira TNI, saya mengatakan kebebasan pers harus hadir. Ada plus dan minusnya. Tapi jauh lebih aman kalau kebebasan pers hadir. Ketika saya memimpin, tentu saya berorientasi pada kebebasan pers itu, apalagi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah jelas dan fair. Ada hak tolak dan hak jawab bagi masyarakat. Kalau ada undang-undang yang bertentangan dengan itu, pasti kami yakinkan agar tidak bertentangan dengan kebebasan pers. Semua ketentuan, baik pusat maupun daerah, yang kira-kira against freedom of the press, tersedia mekanisme hukum untuk mengoreksi. Ada appeal dan ada judicial review. Silakan digunakan. Kalau dalam draf Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ada pasal yang mengancam kebebasan pers, mari kita lihat sama-sama.
Bagaimana menanggapi klaim kandidat presiden Jusuf Kalla yang menyatakan perdamaian Aceh adalah hasil kerja kerasnya?
Di ruangan ini saya mau berbicara lebih lebar. Kalau di luar, malu. Bayangkan, pemerintah dikasih mandat oleh rakyat, disumpah untuk bekerja, kok tiba-tiba ngomong saya yang berjasa. Tapi okelah supaya jernih kita melihat memang Pak Jusuf Kalla punya jasa besar untuk perundingan Helsinki. Saya harus mengakui, walaupun saya juga ada di situ. Yang membentuk tim itu adalah saya. Parameternya saya yang tentukan. Jangan menabrak konstitusi, boleh mundur tapi rambu-rambunya adalah otonomi khusus Aceh. Bahkan saya mencoret kalimat-kalimat dengan tinta merah pada jam tiga subuh waktu sini, jam tiga sore waktu Helsinki. Kalau berbahaya bagi konstitusi, saya intervensi langsung. Sehingga, kesimpulan saya, perundingan itu memang berhasil di Helsinki. Jasa Pak Jusuf Kalla besar, tapi saya juga ada di situ (SBY mengetuk meja—Red.), untuk menjaga jangan sampai menyeleweng. Para menteri dan Panglima TNI juga ada di situ.
Apa lagi pengalaman soal Aceh?
Pengalaman kedua adalah soal COHA (Cessation of Hostilities Agreement) di Jenewa. Saya masih menteri dan saya yang menandatanganinya, tapi gagal karena tidak ada dukungan militer. Itulah sebabnya saya tidak mengangkat Ryamizard Ryacudu sebagai Panglima TNI, meski dia sahabat saya. Ia sangat keras pada Aceh. Itu sebabnya saya perpanjang tugas Pak Endriartono Sutarto di situ. Saya pastikan TNI dan Polri mendukung penuh. Kita perlu melihat Aceh secara utuh. Saya pimpin langsung, konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Daerah, konsultasi dengan para purnawirawan TNI yang sangat keras. Karena saya khawatir karena dunia terlalu bersemangat waktu itu, termasuk Uni Eropa dan PBB, saya temui Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan. Saya temui Ketua Urusan Keamanan dan Luar Negeri Uni Eropa Javier Solana. Saya katakan, oke, terima kasih dunia, tapi no referendum di Aceh. Tidak ada internasionalisasi. Saya harus menyimpulkan Aceh itu kerja kita semua, dengan dukungan semua pihak.
Dengan Boediono menjadi calon wakil presiden, siapa calon Gubernur Bank Indonesia pengganti Boediono?
Saya ajukan dua calon. Salah satunya Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani. Saya carikan lagi satu yang juga setara, tidak boleh calon kedua hanya untuk pajangan. Kira-kira kalibernya mirip-mirip itu.
Siapa itu?
Sudah ada, tapi jangan disebut. Sekarang kan masih ada di Deputi Senior.
Banyak orang khawatir pengganti Direktur Jenderal Pajak tidak sekuat Darmin Nasution, yang sekarang menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Siapa akan menjadi Dirjen Pajak?
Soal Dirjen Pajak, Dirjen Bea-Cukai, dan Direktur Utama Pertamina, saya sendiri yang memutuskan. Yang lainnya saya delegasikan kepada Wakil Presiden. Saya sudah minta Bu Sri Mulyani untuk mengajukan. Saya tidak kenal siapa pun. Yang saya lihat track record-nya.
Untuk penggelap pajak di sini, hukumannya ringan sekali, padahal di Amerika harta penggelap pajak disita dulu dan baru belakangan ada pengadilan. Bagaimana soal ini akan dibenahi?
Kita menuju ke sana. Memang inginnya bekerja serentak, tapi biarlah mengalir menuju ke situ. Yang jelas, rakyat tahu pemerintah sangat serius untuk membikin bersih. Pemerintah sudah menertibkan 49.477 rekening (liar) departemen dan lainnya, yang setara dengan Rp 25,9 triliun.
Seberapa jauh Ibu Negara mempengaruhi keputusan politik?
Kalau keputusan itu berkaitan dengan tugas saya sebagai presiden dan kepala pemerintahan, tak ada pengaruh. Dia tahu batasnya. Saya tidak pernah ambil keputusan begitu bangun tidur. Tidak ada pembisik saya. Berbahaya kalau saya didikte oleh siapa pun, termasuk keluarga dekat.
Apa betul Anda menyiapkan Edhie Baskoro Yudhoyono sebagai kader?
Tidak. Saya ini tumbuh dari bawah. Di TNI, saya berjuang dari letnan menjadi kapten, terus berlanjut ke mayor. Selama 25 tahun saya terus bekerja. Saya mendidik anak-anak seperti itu, biar mereka belajar dari bawah. Anak saya yang pertama, Agus Harimurti, juga merintis karier dari bawah. Dengan begitu, kalau kelak menjadi tokoh, mereka sudah matang, bukan tokoh karbitan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo