Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai mahasiswa tahun terakhir Jurusan Desain Grafis Northumbria University, Newcastle, Inggris, Lavena Esperanza harus menyesuaikan diri dengan cepat. Ia terhitung baru mengikuti perkuliahan di Inggris. Peserta program gelar ganda di jurusan serupa Universitas Bina Nusantara ini telah menuntaskan tiga tahun pertama masa kuliah di kampus Jakarta.
Lavena menggunakan beberapa cara agar kuliah lancar di perguruan tinggi rekanan Bina Nusantara di Inggris itu. Salah satunya dengan aktif bertanya ke dosen atau mempelajari cara kerja teman sekelas. Ia mengetahui bahwa nilai tugas kuliah tidak hanya diambil dari hasil akhir. ”Kita harus riset dan membuat sketsa visual sebanyak-banyaknya,” katanya. ”Mereka lebih melihat proses berpikir dibanding hasil eksekusi terakhirnya.” Untung, bekal kuliah dari perguruan tinggi di Indonesia terasa cukup. ”Pada dasarnya metode belajar yang diterapkan di Binus International tidak jauh berbeda dengan pengajaran di Inggris,” katanya.
Binus membuka kelas double degree desain grafis sejak 2007, yang merupakan pengembangan program reguler jurusan desain komunikasi visual—sebutan lain desain grafis—yang dibuka sejak tahun ajaran 1999-2000. Karena program baru, mahasiswa yang meneruskan ke Inggris hanya dua, tapi semester mendatang lebih banyak. ”Angkatan berikutnya 10 mahasiswa,” kata Vera Jenny Basiroen, Ketua Jurusan Desain dan Seni Binus International. ”Mereka berharap tidak lebih dari 10,” kata Jenny, yang mengatakan satu angkatan rata-rata 50 mahasiswa.
Binus bukan satu-satunya perguruan tinggi yang membuka program internasional untuk jurusan desain di Indonesia. Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang, juga punya program serupa, bekerja sama dengan Queensland University of Technology, Australia.
Mahasiswa Binus hanya membutuhkan satu tahun di Northumbria untuk menyelesaikan kuliah dan mendapat gelar sarjana seni dari Binus sekaligus bachelor of arts dari Northumbria. Adapun mahasiswa yang kuliah di UPH harus belajar di Australia lebih lama, yakni dua tahun. ”Mereka (Queensland University of Technology) mensyaratkan 50 persen masa studi di sana,” kata Elya Wibowo, dosen UPH yang merintis program internasional ini.
Di UPH, ada program penyesuaian sebelum melanjutkan ke Australia. Para mahasiswa memiliki jadwal kuliah dengan dosen tamu dari kampus di Queensland. ”Kuliah ini satu minggu penuh, dari pagi sampai sore,” kata Elya. ”Ini jembatan agar mengenal metode pembelajaran Australia.”
Selain itu, sebelum masuk semester tiga, ada kunjungan studi ke kampus Australia selama sepuluh hari. Semua mahasiswa—baik yang mengambil kelas double degree maupun tidak—bisa ikut serta. Hal ini membuat mahasiswa yang semula tidak berniat kuliah di luar negeri menjadi berpikiran lain, seperti yang terjadi pada Rafaela Jessica.
Rafaela adalah satu dari tiga mahasiswa pertama desain interior yang menyelesaikan empat semester di Brisbane, Australia. ”Sekarang ini semester terakhir,” katanya. Jika lancar, mahasiswa yang membayar sekitar Rp 12 juta per semester di UPH dan Aus$ 11 ribu (Rp 100 juta) per semester di Australia itu akan menjalani wisuda dua bulan lagi.
Kelulusan Rafaela ini tidak hanya di tangan Queensland University of Technology, tapi juga ditentukan UPH karena kampus di Karawaci itu tetap memantau mahasiswanya di Brisbane. ”Kita juga ikut menentukan kelulusannya,” kata Elya. Jadi keputusan mereka lulus atau tidak berdasarkan kesepakatan kampus di Karawaci dan Queensland.
Binus International memang menjalankan semua kuliah dengan bahasa Inggris. Tapi, di UPH, penggunaan bahasa Inggris menjadi kebijakan jurusan. Untuk jurusan teknik sipil, misalnya, program internasional tidak berbeda dengan yang reguler, lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Ini karena peserta program double degree terlalu sedikit, kurang dari 10 orang, sehingga tidak efisien membuka satu kelas sendiri.
Sedangkan program desain interior memiliki siswa banyak. Pada awal dekade ini bahkan sempat mencapai di atas 90 orang setiap angkatan, meski sekarang hanya 70 mahasiswa. ”Kami langsung memisahkan mahasiswa dual degree dengan reguler,” kata Elya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo