Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sepanjang tahun laboratorium Departemen Teknik Metalurgi dan Material tak pernah sepi. Bukan cuma mahasiswa teknik material Universitas Indonesia yang berkutat dengan perangkat seperti mikroskop pemindai elektron, tapi juga mahasiswa farmasi serta kedokteran gigi dan kalangan industri yang antre.
"Setiap tahun ada sekitar 2.000 pekerjaan dari klien industri yang kami terima," kata Ketua Departemen Teknik Metalurgi dan Material Bambang Suharno pekan lalu. Dari hanya menguji kandungan material logam, desain blok mesin mobil, hingga retak pada struktur pesawat.
Departemen ini memang punya banyak ilmu dan perangkat yang sangat dibutuhkan rupa-rupa industri-otomotif, perminyakan dan gas, penerbangan, baja, keramik, hingga plastik. Peralatan seperti mikroskop pemindai elektron, x-ray diffraction, dan x-ray radiography banyak dipakai industri untuk pelbagai macam uji material.
Sejak 2003, Departemen Teknik Material ini membuka kelas internasional gelar ganda, bekerja sama dengan Monash University dan University of Queensland, Australia. Saat ini jumlah mahasiswa kelas internasional itu memang hanya 19 orang dan baru meluluskan tujuh mahasiswa. Lulusan kelas internasional akan mengantongi gelar sarjana teknik dari Universitas Indonesia dan bachelor of engineering (BE) dari Monash atau University of Queensland. Sebagian besar dari mereka sekarang bekerja di industri perminyakan.
Ongkos belajar di kelas internasional ini memang tak murah (lihat tabel). "Tapi pasti jauh lebih murah ketimbang sepenuhnya kuliah di luar negeri," kata Bambang. Cara kuliah separuh di dalam negeri dan setengah di luar negeri ini juga menjadi solusi bagi para orang tua yang khawatir melepas anaknya kuliah di negeri yang jauh setelah lulus sekolah menengah atas.
Soal ilmu, apa yang dipelajari mahasiswa kelas internasional tak ada beda dengan kelas biasa. Laboratoriumnya sama, buku yang digunakan pun serupa. Yang wajib bagi mahasiswa kelas internasional ini adalah kemampuan berbahasa Inggris. Bekal kuliah di Negeri Kanguru selama dua tahun plus bahasa Inggris inilah yang menjadi stempel lulusan kelas internasional.
Kini Bambang dan para dosen teknik material tengah mempersiapkan "paket hemat" kelas internasional. Kelak mahasiswa kelas internasional akan diberi dua pilihan, yakni program gelar ganda atau satu gelar dengan proses kuliah sepenuhnya di kampus Depok. Dari hitung-hitungan ongkos, cara kedua ini terang jauh lebih irit.
Kelas internasional sains dan teknik diselenggarakan pula di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (dulu Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah), Jakarta. Benar, kampus di Ciputat ini tak melulu mengajarkan ilmu agama. Kelas internasional jurusan teknik informatik dan sistem informasi sudah bersanding dengan fakultas sains dan teknologi, juga fakultas kedokteran.
Peminatnya ternyata juga tak sedikit. Jumlah mahasiswa kelas internasional teknik informatika ada 56 orang, sementara mahasiswa jurusan sistem informasi 21 orang. Di antara 77 mahasiswa kelas internasional ini terselip lima mahasiswa asal Somalia. Mereka kuliah di sini dengan beasiswa dari pemerintah Somalia.
"Mungkin karena biaya kuliah di sini tak semahal di universitas lain," kata Ria Hari Gusmita, Koordinator Teknis Program Internasional Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Jakarta. Menurut Ria, kelas internasional yang genap berumur lima tahun ini baru meluluskan tiga orang.
Biaya kuliah kelas internasional di kampus Ciputat ini memang tak semahal perguruan tinggi lain. Per semester, mahasiswa hanya perlu membayar biaya pendidikan Rp 10 juta, selama enam semester. Untuk dua semester sisanya, kuliah dilakukan di International Islamic University Malaysia (IIUM). Ongkos kuliah di kampus Selangor, Malaysia, ini juga tak beda jauh dengan di kampus Ciputat, sekitar Rp 18 juta per semester, termasuk biaya asrama.
Seperti para "saudara"-nya, menurut Ketua Program Teknik Informatika Yusuf Durachman, materi kuliah kelas internasional di kampus Ciputat tak banyak beda dengan kelas biasa. Yang membedakan hanya kemudahan dalam urusan administrasi, ruangan kelas, dan komunikasi dengan bahasa Inggris. Beberapa kali dalam satu semester mahasiswa kelas internasional juga diajar dosen tamu dari kampus lain atau industri.
Cap kelas internasional juga tak selalu berarti pengajaran dalam bahasa Inggris. Kelas internasional di Jurusan Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan, Tangerang, memilih bahasa gado-gado, sesekali bahasa Inggris diselingi bahasa Indonesia. Alasannya sederhana: peserta kelas internasional sedikit. Ketua Jurusan Teknik Sipil Jack Widjajakusuma, kadang menawarkan untuk memberi kuliah dalam bahasa Inggris. "Tapi anak-anak tidak begitu menyukai," katanya. Setiap tahun hanya ada dua atau tiga orang yang dikirim ke Universitas Hanze, Belanda.
Satu hal yang terang tak bisa dinikmati mahasiswa reguler adalah kesempatan kuliah di luar negeri. Yang paling penting dari kuliah di mancanegara ini, menurut Yusuf, bukanlah materi kuliah atau fasilitas yang serba berlimpah, melainkan pengalaman berada dalam lingkungan multibudaya dan multibahasa. Jejaring yang didapat selama kuliah di luar negeri juga menjadi pintu bagi mereka yang hendak "meloncat", bekerja di perusahaan multinasional. Pengalaman inilah yang mahal nilainya.
Beda di Depok, Beda di Ciputat, Beda Pula di Selangor
Biaya Kuliah Kelas Internasional Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia | |
Uang Masuk | Rp 25 juta |
Biaya pendidikan per semester selama di UI | Rp 20 juta |
Biaya pendidikan per semester selama di Monash University | US$ 15.500 |
Biaya pendidikan per semester selama di University of Queensland | US$ 14.000 |
Biaya Kuliah Kelas Internasional Teknik Informatika dan Sistem Informasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta | |
Biaya pendidikan per semester selama di UIN | Rp 10 juta |
Biaya pendidikan per semester selama di IIUM | Rp 18 juta |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo