Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

<font size=1 color=#FF9900>PENENTANG PRESIDEN</font><br />Adu Keras Suara Oposisi

Penentang Presiden Yudhoyono tak satu barisan. Dua kelompok demonstran di depan Istana Negara berebut panggung.

1 Februari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USMAN Hamid berorasi di atas mobil pembawa pengeras suara. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ini berada dalam kelompok Gerakan Indonesia Bersih yang berdemonstrasi memperingati seratus hari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono di depan Istana Negara, Kamis pekan lalu. Pada saat yang sama, di atas mobil berbeda, hanya tujuh meter dari tempat Usman manggung, Sultoni dan Vivi Widyawati, aktivis Front Oposisi Rakyat Indonesia, juga bergantian berorasi keras-keras.

Kedua kelompok berpidato hal yang sama: Presiden Yudhoyono gagal memerintah sehingga harus diganti. ”SBY-Boediono antek kapitalis dan gagal menyejahterakan rakyat,” kata Sultoni.

Ribuan pendukung dua kelompok ini berada dalam satu kerumunan tanpa batas. Tak lama, mobil Gerakan Indonesia Bersih bergerak maju mendekati pagar Istana. Front Oposisi tak mau kalah. Mobil penuh atribut berwarna merah ini ikut merangsek maju.

Meneriakkan hal yang sama, pengeras suara kedua kelompok beradu keras. Mengetahui tak efektif, sejenak Usman menghentikan orasi. Ia kemudian bicara dengan Lalu Hilman Afriandi (Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, salah satu elemen Gerakan Indonesia Bersih) dan Effendi Ghazali (dosen Jurusan Komunikasi Universitas Indonesia).

Sesaat Usman menunggu jeda orasi Sultoni untuk kemudian berteriak kembali. ”Kawan-kawan, mari rapatkan barisan, tunjukkan kita bersatu,” kata Usman. Sultoni tak mau kalah. ”Komando ada di mobil ini!” katanya berulang-ulang sambil menunjuk panggung tempat ia berorasi.

Gerakan Indonesia Bersih dan Front Oposisi adalah dua kelompok penentang pemerintah dengan profil berbeda. Gerakan Indonesia Bersih bertabur ”bintang”. Di dalamnya ada Usman Hamid; Effendi Ghazali; Lalu Hilman; bekas juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi; Koordinator Petisi 28 Haris Rusly; dan bekas aktivis Walhi, Ray Rangkuti.

Selain itu, ada dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Boni Hargens, yang hari itu dikawal sejumlah bodyguard berkaus dengan foto dirinya. Bekas Kepala Staf Angkatan Darat Tyasno Sudarto dan bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ali Mochtar Ngabalin, juga berhimpun dalam barisan ini. Sehari sebelum demonstrasi, Gerakan Indonesia Bersih menggelar konferensi pers di kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jalan Cikini Raya, Jakarta. Haris Rusly menyatakan setidaknya 70 elemen berada dalam gerakan mereka.

Front Oposisi Rakyat Indonesia tidak mempunyai ”bintang”. Yang menjadi motor Front Oposisi adalah aktivis yang berhimpun di Perhimpunan Rakyat Pekerja, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, Koalisi Perempuan, dan sejumlah serikat buruh yang berasal dari Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, serta Bekasi. Ada juga kelompok petani dan nelayan.

Juru bicara Front, Vivi Widyawati, mengatakan demonstrasi Front dan Gerakan memang beda. Di mata Front, aktivis Gerakan Indonesia Bersih elitis, cuma jual tampang, dan tidak punya pengalaman mengorganisasi massa. Front bahkan menuduh sebagian elite Gerakan adalah penumpang gelap panggung gerakan menentang pemerintahan Presiden Yudhoyono.

Vivi mempertanyakan bekas anggota DPR dan bekas pejabat yang naik panggung demonstrasi. Menurut Vivi, saat berkuasa mereka melakukan hal yang sama dengan Yudhoyono. ”Mereka elitis, kamilah oposisi sejati,” kata Vivi.

l l l

DI LUAR Gerakan Indonesia Bersih dan Front Oposisi Rakyat Indonesia, ada juga kelompok lain. Mereka di antaranya Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera)—kelompok yang pernah mengumumkan aliran dana Bank Century ke kantong keluarga dan kerabat Presiden Yudhoyono. Bendera juga pernah sesumbar mengetahui informasi tentang uang Bank Century ini yang diangkut oleh 210 truk.

Bendera tidak ikut berdemonstrasi di depan Istana Negara. Mereka memilih membuat panggung kecil di bekas kantor Partai Demokrasi Indonesia, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta. Selain memasang spanduk dan poster, mereka membakar foto Presiden Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dua hari sebelumnya, Bendera menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR.

Kelompok mahasiswa yang tidak berhimpun dalam organ-organ besar di antaranya organisasi mahasiswa Cipayung Club—kelompok yang menyatukan Himpunan Mahasiswa Islam, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia. Kelompok mahasiswa lain yang tidak menginduk ke mana-mana adalah sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa di Jakarta dan sekitarnya.

Haris Rusly mengatakan kekuatan penentang Presiden Yudhoyono memang belum terkoordinasi. Tapi ini hanya soal komunikasi dan ego kelompok yang ingin menunjukkan eksistensi.

Toh, kata Haris, tiap kelompok punya pendapat sama: menganggap pemerintahan telah gagal. Mereka juga menilai Yudhoyono-Boediono sebagai agen neoliberalisme sehingga harus didongkel. Jadi, kata Haris, demonstrasi Kamis pekan lalu itu adalah kristalisasi menuju revolusi mengganti pemerintahan Yudhoyono-Boediono. ”Memang belum seperti 1998, tapi kami terus melakukan konsolidasi,” katanya.

Sunudyantoro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus