Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI ujung jalan tol Palimanan-Kanci, di Cirebon, Jawa Barat, Narto ”banting” setir ke kiri. Ia keluar dari jalan bebas hambatan, melalui pintu Tegalkarang. Sopir truk ini ogah meneruskan perjalanannya dari Jakarta ke Semarang melalui jalan tol Kanci-Pejagan. ”Mahal sekali. Truk gandengan kayak saya kena Rp 65 ribu,” katanya ketika ditemui Tempo, di Rumah Makan Barokah, sekitar 100 meter dari gardu tol, Kamis pekan lalu.
Hari sebelumnya, dalam perjalanan berangkat ke Jakarta, Narto sudah mencoba jalan yang baru dua hari diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut. Tapi, ”Enggak nyangka kalau mbayarnya sampai segitu.” Pria 42 tahun itu pun kapok.
Soal tarif pula yang membikin Kurnaidi berpikir panjang. Pekan lalu, kakek 60-an tahun ini menjajal ruas sepanjang 35 kilometer tersebut. Menunggangi Toyota Camry, ia melaju dari Brebes, Jawa Tengah. Tak sampai 30 menit, ia sudah sampai di gardu keluar Kanci, Jawa Barat. Waktu tempuh menjadi irit satu jam.
Pengguna kendaraan kelompok ini—golongan I—ditarik Rp 21.500. Kurniadi menggerutu. Ia membandingkan ruas Palimanan-Kanci sepanjang 26,3 kilometer. Di ruas itu, konsumen hanya membayar Rp 6.500. Maka Kurniadi memutuskan ia hanya memakai jalan tol itu jika jalur Pantura macet. Apalagi jalan tol baru ini masih semrawut. ”Banyak kambing menyeberang,” katanya.
Soal tarif, kata Presiden Direktur PT Bakrieland Development Tbk. Hiramsyah S. Thaib, jalan tol baru tak bisa dibandingkan dengan jalan tol yang sudah lama. Semestinya, kata Hiramsyah, jalan tol Pejagan dibandingkan dengan Bogor Ring Road Seksi 1 yang beroperasi September 2009. Tarif Kanci-Pejagan Rp 621 per kilometer masih lebih murah jika dibandingkan dengan Bogor yang tarifnya Rp 779 per kilometer.
Presiden Direktur PT Bakrie Toll Road Harya Mitra Hidayat juga mencoba meyakinkan bahwa besaran tarif tidak akan ke mana-mana karena koridornya sudah jelas. Ini terkait dengan pengembalian modal alias internal rate of return (IRR). Bakrie Toll Road, misalnya, mendapat IRR 19,23 persen dalam perjanjian pengusahaan jalan tol yang diteken pada 2005. Jadilah tarif Kanci-Pejagan Rp 21.500.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Nurdin Manurung, menjelaskan soal tarif sudah dibahas kontraktor bersama pemerintah. Ada sejumlah pertimbangan untuk menentukan tarif, yakni total investasi yang telah dikeluarkan, perkiraan kepadatan lalu lintas, masa konsesi, dan juga kemampuan membayar pengguna jalan. ”Tarif yang diusulkan investor di atas itu, tapi yang disetujui pemerintah yang berlaku sekarang.”
Meski dianggap mahal, Hiramsyah optimistis kebijakan tarif tidak salah. Lihat saja, kata dia, perkembangan satu-dua tahun ke depan. Hingga hari ketiga pascaperesmian, kendaraan yang lalu-lalang di ruas jalan tol ini tercatat 7.025. Artinya, saban hari ada 2.341 kendaraan melintas. Manajemen sudah berhitung, investasi Rp 2,4 triliun yang telah digelontorkan bakal balik dalam tempo 13-17 tahun. Dengan perkiraan trafik 17-18 ribu per hari, manajemen menargetkan bisa mengantongi Rp 150-200 miliar tahun ini. Dengan demikian, 18 tahun berikutnya—masa konsesi 35 tahun—Bakrie tinggal ”ongkang-ongkang kaki”.
Retno Sulistyowati, Ivansyah (Cirebon)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo