Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berita Tempo Plus

<font size=2>[1880]</font><br /><font color=#993300>Tauco Tjap Meong</font>

28 September 2009 | 00.00 WIB

<font size=2>[1880]</font><br /><font color=#993300>Tauco Tjap Meong</font>
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MARI bertandang ke Cianjur, Jawa Barat. Seonggok rumah tua tampil unik di Jalan H O.S. Cokroaminoto. Di halaman depan terhampar biji kedelai yang sedang dikeringkan. Puluhan guci berisi kedelai fermentasi berbanjar di samping. Gentong, kuali, wajan tua berdesakan di dapur. ”Itu warisan leluhur kami,” kata Wiradjati Tasma, sahibul bait sekaligus produsen tauco Tjap Meong.

Tjap Meong ini merek tauco tertua di Indonesia. Baunya wangi, rasanya khas gurih masam. Resepnya, menurut Tasma, masih terjaga aseli. Proses pembuatan masih cara lama, dengan gentong dan kuali yang sudah berumur lebih dari setengah abad.

Tasma, kini 76 tahun, pernah mengganti tungku kayu bakar dengan kompor. Eh, wangi khas Meong raib menguap. Walhasil, Tasma kembali ke cara lama. ”Supaya ciri khas tauco yang turun-temurun tidak hilang,” katanya.

Syahdan adalah Tan Ken Yan, kakek Tasma, yang merintis usaha membuat tauco pada 1880. Sang kakek meracik resep, membuat, sampai memasarkan sendiri tauco produksinya. Ketika itu belum ada botol. Tauco dikemas dengan daun pisang, alias dipincuk. ”Harganya cuma sen-senan,” kata Tasma. ”Barangnya juga belum pake merek seperti sekarang.”

Ayah Tasma, Tan Bei Nio, melanjutkan usaha ini pada 1935. Ketika itu tauco mulai dikemas dengan botol, mereknya Tjap Meong. ”Merek ini dipilih lantaran waktu itu, konon, ada harimau peliharaan Eyang Suryakencana, seorang leluhur Cianjur,” kata Tasma.

Tidak mudah menjaga bendera Tjap Meong terus berkibar. Kualitas mesti dipertahankan. Bahan baku kedelai menjadi hambatan utama. Kedelai lokal terbaik dari Garut semakin sulit diperoleh. ”Harus pakai kedelai impor,” kata Tasma, yang memegang kendali Tjap Meong bersama suaminya, Babah Tasma, sejak 1985.

Persaingan juga semakin ketat, karena muncul merek lain. Tauco Cap Biruang, misalnya, muncul pada 1960. Bekas suami Tasma—mereka bercerai pada 1990-an—juga mengeluarkan tauco Cap Gedong.

Tak ada kiat marketing khusus yang dilakukan Tjap Meong, kecuali promosi dari mulut ke mulut. Rumah dan toko Tasma, yang berada di pinggir jalan raya Cianjur-Bandung, memang amat mendukung. Wisawatan lokal kerap membeli Tjap Meong sebagai oleh-oleh kebanggaan dari Cianjur.

Lima tahun terakhir, seiring dengan beroperasinya jalan tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang), Januari 2004, bisnis tauco mulai meredup. Tak banyak lagi wisatawan lokal melintasi Cianjur bila hendak ke Bandung atau Jakarta. Omzet penjualan tauco pun makin susut.

Kepala Bidang Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cianjur Heri Nugraha membenarkan bahwa usaha pembuatan tauco di Cianjur tidak seriuh satu dekade lalu. Saat ini hanya ada lima produsen yang masih bertahan, antara lain Tjap Meong, Tjap Biruang, dan Tjap Badak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus