Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
GO Soe Loet, perantau asal Fujian, Cina, memulai usaha keluarga ini di Surabaya. Dia membeli biji kopi, menggoreng dan menumbuknya sendiri, lalu menjualnya di pasar. Di luar dugaan, kopi tumbuk Go Soe laris manis. Dia lalu memberi nama kopinya Kapal Api dan menjualnya dalam kemasan kertas cokelat.
Pada masa itu, kapal api atau kapal uap merupakan simbol teknologi tertinggi dan kemewahan. Meski demikian, baru setelah anak Go Soe, Soedomo Mergonoto, terjun membantu, Kapal Api mulai memodernkan diri. Pada 1970-an, mereka mengganti mesinnya dengan yang lebih canggih, menerapkan manajemen modern dalam perusahaan, dan memperluas wilayah pemasaran.
Salah satu langkah ”besar” Kapal Api adalah beriklan di siaran niaga TVRI. Mereka mengontrak Paimo—pelawak tenar Srimulat masa itu—menjadi bintang iklan.
Langkah strategis Soedomo nyatanya berbuah manis. PT Santos Jaya Abadi, yang menaungi merek Kapal Api, berkembang menjadi perusahaan besar dengan merek-merek baru kopi yang tak kalah terkenalnya. Bahkan, menurut Manajer Pemasaran PT Santos, Soegiono, Kapal Api dan ”anaknya”, ABC, kini menguasai 40 persen pasar kopi nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo